Konflik Manusia dan Satwa

Konflik Manusia dan Satwa - Ketika Para Gajah Jadi Agen Pendamai antara Kaumnya dan Manusia

Derasnya arus migrasi penduduk ke wilayah Way Kambas, Lampung Timur membuat habitat para gajah kian tergusur.

Editor: Fifi Suryani
(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak milik Elephant Response Unit di kamp Tegal Yoso, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Sabtu (29/8/2017). Gajah-gajah jinak milik Elephant Response Unit dilatih untuk digunakan mengatasi konflik gajah liar dengan warga di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Derasnya arus migrasi penduduk ke wilayah Way Kambas, Lampung Timur membuat habitat para gajah kian tergusur. Di satu sisi, manusia membutuhkan lahan untuk hidup dan bercocok tanam, sedangkan di lain sisi, para gajah kian kehilangan tempat tinggal dan variasi makanan.

Alhasil, konflik pun tak terhindarkan. Kala itu, gajah liar kerap memasuki lahan pertanian penduduk untuk mendapatkan makanan yang lebih variasi. Lahan pertanian rusak, hasil pertanian "dicuri", petani pun merugi. Berbagai cara dilakukan para penduduk untuk mengusir gajah liar, mulai dari menyalakan obor, memasang bandul api, hingga jerat.

Baca: 5 Hotel di Asia Ini Punya Imej Seram, Setelah Tamu Berbagi Pengalaman Horor yang Dialami

Tak jarang, cara-cara ini melukai gajah. Banyak gajah akhirnya ditemukan terluka hingga mati sia-sia. Selama bertahun-tahun, gajah liar dan manusia di kawasan Way Kambas, Lampung Timur tak bersahabat. Hingga akhirnya, Elephant Response Unit (ERU) hadir. Para pekerja di pusat konservasi gajah di kawasan Taman Nasional Way Kambas, Lampung itu mencoba mendamaikan manusia dan gajah.

ERU membuat sejumlah pos di sekitar lahan pertanian warga yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas untuk melakukan monitoring. Gajah-gajah liar yang terluka dirawat dan dilatih oleh petugas ERU. Para gajah diajarkan untuk memerintahkan kawanan gajah liar mundur ketika hendak memasuki lahan pertanian warga.

Latihan-latihan keterampilan lain pun diajarkan agar gajah dapat membantu manusia melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan tenaga ekstra seperti merobohkan pohon dan menarik kendaraan. Kini, para gajah terlatih bersahabat dengan warga sekitar pos ERU. Kedua pihak bekerja sama memantau gajah liar. 

GAJAH
Mahout memandikan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak di kamp Elephant Response Unit (ERU) Kamp Margahayu, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Minggu (30/7/2017). Gajah-gajah jinak milik Elephant Response Unit dilatih untuk digunakan mengatasi konflik gajah liar dengan warga di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Baca: Lelang Kendaraan Dinas di Bungo, Ditawarkan Rp1 Juta Terjual Rp 17 Juta. Ternyata Pembelinya. . .

Baca: 7 Tahun Rezim Assad Sengsarakan Rakyatnya, Turki Dukung Serangan AS ke Suriah

Saat gajah liar terdeteksi di dekat tanggul perbatasan, warga akan melakukan blokade di sekitar tanggul. Dengan bantuan gajah terlatih dan suara petasan yang dibunyikan warga, para gajah liar akan kembali ke kawasan taman nasional. Berkat kerja sama antara warga dan para gajah terlatih, konflik antara warga dan para gajah liar menurun secara signifikan.

Gajah terlatih seolah-olah tengah berdiplomasi. Ia menjadi agen pendamai antara gajah liar dan manusia agar tak ada pihak yang tersakiti. Selengkapnya mengenai diplomasi para gajah ini bisa Anda ikuti dalam "Visual Interaktif Kompas (VIK) Diplomasi Para Gajah".

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketika Para Gajah Jadi Agen Pendamai antara Kaumnya dan Manusia...",

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved