Awal Februari di Sarolangun - 2 Anak Alami Kekerasan Seksual, 1 Kasus Pencurian
Awal Februari ini, kasus kekerasan anak kembali bertambah di Kabupaten Sarolangun. Dua anak mengalami kekerasan seksual
Penulis: Teguh Suprayitno | Editor: Fifi Suryani
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Awal Februari ini, kasus kekerasan anak kembali bertambah di Kabupaten Sarolangun. Dua anak mengalami kekerasan seksual dan satu anak tersangkut kasus pencurian. Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Sarolangun Al Aliah mengatakan jika dua anak yang mengalami kekerasan seksual masih dalam proses. "Untuk kasus pencabulan masih di-BAP, anaknya masih kita titipkan dulu di tempat yang aman," katanya, Kamis (22/2).
Baca: Kincai Plaza Kebanjiran, Ini Tanggapan Dewan dan Pemkot Sungai Penuh
Aliah menjelaskan, jika dua anak yang mengalami kasus kekerasan seksual sengaja dititipkan untuk menghindari adanya intimidasi dan ancaman dari luar, sebab katanya anak tersebut merupakan saksi kunci. "Kalau anak ini terancam nanti dia tak mau ngomong," ujarnya.
Kata perempuan yang pernah menjabat kadis DP3A pada 2013-2016 ini, semasa dia kasus kekerasan anak terdata cukup banyak, rata-rata anak mengalami kekerasan seksual.
Pada 2017, kasus kekerasan anak tercatat 38 yang terdiri dari 15 kasus pelecehan, 11 kasus perkosaan, 2 kekerasan, 5 kasus pembunuhan, dan 5 kasus pencurian.
Sementara di tahun yang sama, kasus kekerasan dalam rumah tangga tercatat ada 12 kasus. Jumlah tersebut terdiri dari laporan kekerasan fisik satu kasus, kekerasan seksual dua kasus, dan tujuh kasus kekerasan psikis serta dua kasus penelantaran ekonomi.
Baca: KPUD Kab. Muarojambi Lakukan Tes Wawancara Calon Anggota PPS, Ini Tahapan Selanjutnya
Baca: Alokasi DAK Rp 17,5 Miliar, Ini Beberapa Jalan yang Akan Diaspal Tahun Ini
Menurut Aliah, tingginya angka pelaporan yang diterima Dinas DP3A bukan berarti kasus kekerasan yang terjadi semakin banyak, tetapi masyarakat mulai berfikir terbuka dan berani. "Terkadang orang mikirnya masalah rumah tangga itu aib. Tapi sekarang mereka sudah mulai berani," katanya.
Dari banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, banyak dipicu kasus perselingkuhan, dibandingkan masalah ekonomi. "Dulu kasus perselingkuhan paling banyak di Singkut, tapi lainnya juga ada kayak Pauh, Sarolangun," pungkasnya.