Tak Peduli Ancaman, Indonesia dan 127 Negara Dukung Resolusi PBB Tolak Sikap AS Atas Yerusalem
Majelis Umum PBB sudah melakukan penghitungan suara atas resolusi yang mendesak Amerika Serikat menarik keputusan
TRIBUNJAMBI.COM- Majelis Umum PBB sudah melakukan penghitungan suara atas resolusi yang mendesak Amerika Serikat menarik keputusan yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam pemungutan suara Kamis (21/12) waktu New York, sebanyak 128 negara mendukung resolusi, sembilan menentang, dan 35 negara memilih untuk abstain.
Sehari sebelumnya, Presiden Donald Trump mengeluarkan ancaman akan memutus bantuan keuangan bagi negara-negara yang menentang keputusannya dalam menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sebelum pemungutan suara dimulai, Menteri Luar Negeri Palestina, Riad al-Malki, mendesak agar negara-negara anggota PBB menolak 'pemerasan dan intimidasi'.
Sementara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan akan menolak sama sekali hasil yang menurutnya sudah diantisipasi dan menyebut PBB sebagai 'rumah kebohongan'.
Sekilas k omposisi suara
Sembilan negara yang menolak adalah Amerika Serikat, Israel, Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Togo
Yang abstain antara lain Kanada dan Meksiko
Indonesia termasuk dalam 128 negara yang mendukung resolusi, bersama empat negaara anggota tetap Dewan Keamanan: Cina, Prancis, Rusia, dan Inggris.
Sebanyak 21 negara tidak hadir untuk memberikan suara
Indonesia sejak awal menyatakan akan mendukung resolusi sementara Israel menolak.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung resolusi PBB tersebut.
"Indonesia tetap konsisten sejak dulu dalam mendukung kepentingan rakyat Palestina," kata Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi, di Jakarta kepada BBC Indonesia, sebelum pemungutan suara.
Ketika masih di tingkat Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat sudah memveto rancangan resolusi yang menolak keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam sidang DK PBB awal pekan ini, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa draf resolusi tersebut merupakan 'penghinaan'.