Berita Regional

2 Anak Meninggal di Lubang Bekas Galian C dan Fakta Tambang Ilegal Dua Dekade

Kasus meninggalnya dua bocah bersaudara di sebuah kolam bekas galian C mengungkap fakta adanya penambangan ilegal yang berlangsung selama dua dekade.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Istimewa via Tribun Pekanbaru
PEMILIK GALIAN C - Seorang pria berinisial Y menjadi tersangka karena kelalaiannya. Dua anak meninggal dunia di lubang bekas galian c miliknya. Terungkap pula bahwa aktivitas tambang itu sudah berlangsung selama dua dekade. 

TRIBUNJAMBI.COM - Kasus meninggalnya dua anak bersaudara di sebuah kolam bekas galian C mengungkap fakta adanya penambangan ilegal yang telah berlangsung selama dua dekade.

Galian C sendiri merupakan istilah untuk bahan galian golongan C, yakni material tambang yang tidak termasuk kategori strategis (golongan A) maupun vital (golongan B).

Namun, banyak dipakai dalam proyek infrastruktur dan konstruksi.

Pria berinisial Y alias Yori, yang diketahui sebagai pemilik usaha bedeng batu bata, kini resmi menjadi tersangka akibat kelalaian serta praktik penambangan tanpa izin.

Korban, Marta Meirlina Daeli (11) dan Jefrianus Daeli (8), ditemukan tak bernyawa pada Selasa (9/9/2025), setelah dilaporkan hilang.

Keduanya ditemukan di sebuah kolam bekas galian tanah liat di Jalan Badak Ujung, Pekanbaru, yang ternyata merupakan lokasi penambangan ilegal milik Y.

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karibianto, menyebut tersangka dijerat Pasal 359 KUHP karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia.

Namun, penyelidikan justru menyingkap praktik lain yang lebih besar.

Hasil pemeriksaan mengungkap penambangan tanah liat untuk produksi batu bata yang dijalankan Y sudah beroperasi sekitar 20 tahun tanpa mengantongi izin resmi.

“Tersangka merupakan pemilik usaha bedeng batu bata yang diduga lalai sehingga menyebabkan dua anak meninggal dunia.

"Penyidik juga akan mendalami unsur pidana lain, terutama terkait praktik penambangan ilegal yang melanggar Undang-undang Pertambangan,” sebutnya, Sabtu (13/9/2025).

Anom menegaskan, aktivitas tersebut melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara serta denda hingga Rp 100 miliar.

Dari lokasi kejadian, polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain pakaian korban, mesin diesel merek Dongfeng, satu set mesin pencetak batu bata berwarna hitam, gerobak merek Artco, dua cangkul, satu sekop, dan alat pengangkut batu bata.

Saat ini penyidik masih melengkapi berkas perkara dengan memeriksa saksi-saksi tambahan.

Anom menambahkan, kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi para pelaku usaha agar mematuhi aturan demi menjaga keselamatan warga dan lingkungan sekitar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved