TRIBUNJAMBI.COM -Umat Islam di seluruh Indonesia kembali bersiap menyambut dua hari istimewa dalam kalender Hijriah, yakni puasa Tasua dan Asyura.
Kedua amalan sunnah ini tidak hanya memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga menjadi momen penting untuk refleksi keimanan, perenungan sejarah Islam, serta pengharapan ampunan dari Allah SWT.
Berdasarkan Kalender Hijriah 1447 H yang diterbitkan secara resmi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), pelaksanaan puasa Tasu’a dan Asyura pada tahun ini jatuh pada hari Sabtu dan Minggu.
Tepatnya, puasa Tasu’a dilaksanakan pada 9 Muharram 1447 H yang bertepatan dengan Sabtu, 5 Juli 2025.
Sementara itu, puasa Asyura jatuh pada 10 Muharram 1447 H atau Minggu, 6 Juli 2025.
Anjuran dari Rasulullah SAW dan Nilai Spiritualitas
Puasa Tasu’a dan Asyura merupakan ibadah puasa sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam sejumlah riwayat shahih, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa puasa Asyura dapat menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan selama setahun sebelumnya.
Hal ini menjadikan puasa Asyura sebagai salah satu amalan ringan namun memiliki ganjaran luar biasa bagi umat Islam.
Adapun puasa Tasu’a, yakni satu hari sebelum Asyura, dianjurkan sebagai bentuk penyempurnaan ibadah dan pengamalan sunnah Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah bertekad untuk menunaikan puasa pada 9 dan 10 Muharram sebagai pembeda dari kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ke-10 Muharram saja.
Anjuran ini bukan sekadar bentuk keteladanan dari Rasulullah, tetapi juga menandakan pentingnya menjaga identitas keislaman dan menunjukkan kecintaan kepada Nabi dalam mengikuti ajaran beliau secara sempurna.
Asyura dalam Perspektif Sejarah Islam
Lebih dari sekadar ibadah puasa, hari Asyura menyimpan banyak makna historis yang mendalam.
Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada 10 Muharram adalah keselamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun di Laut Merah.
Peristiwa ini menjadi simbol kemenangan kebenaran atas kebatilan serta perlindungan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang bertakwa.
Selain itu, bagi umat Islam, khususnya kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Syiah, hari Asyura juga menjadi momen mengenang tragedi Karbala.
Pada tanggal tersebut, cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Husain bin Ali, syahid bersama para pengikutnya dalam perjuangan menegakkan keadilan melawan kekuasaan zalim di bawah pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Peristiwa ini dikenang sebagai simbol keberanian, pengorbanan, dan keteguhan dalam mempertahankan prinsip kebenaran.
Tragedi Karbala telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Islam yang mengandung pelajaran moral, sosial, dan spiritual.
Meski dimaknai secara berbeda oleh berbagai kelompok dalam Islam, semangat pengorbanan dan keteguhan Husain tetap menjadi inspirasi bagi seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia.
Refleksi Keimanan di Awal Tahun Hijriah
Tasu’a dan Asyura hadir pada awal tahun baru Hijriah, menjadikannya waktu yang sangat tepat untuk memulai langkah baru dengan semangat taubat, introspeksi, dan perbaikan diri.
Sejumlah ulama menyebutkan bahwa Muharram termasuk bulan yang dimuliakan (asyhurul hurum), sehingga amal kebaikan maupun dosa di bulan ini akan mendapat balasan berlipat ganda.
Kementerian Agama melalui berbagai kanal komunikasi juga mengajak umat Islam untuk mengisi bulan Muharram, khususnya pada tanggal 9 dan 10, dengan meningkatkan ibadah.
Tidak hanya berpuasa, tetapi juga memperbanyak dzikir, tilawah Al-Qur’an, bersedekah, dan berdoa.
Ini menjadi wujud nyata bahwa Islam tidak hanya menganjurkan ritual keagamaan, tetapi juga membentuk kesalehan sosial yang berdampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.
Tradisi dan Kearifan Lokal
Di sejumlah daerah di Indonesia, puasa Asyura juga diperingati dengan tradisi dan kearifan lokal yang unik.
Misalnya, di beberapa wilayah masyarakat membuat bubur Asyura sebagai simbol kebersamaan dan syukur.
Makanan ini dibagikan kepada tetangga atau masyarakat sekitar sebagai bentuk kepedulian sosial.
Walaupun tradisi ini tidak diwajibkan secara syariat, namun menjadi bagian dari budaya Islam Nusantara yang mencerminkan semangat gotong royong.
Penutup: Momen untuk Mendekatkan Diri
Dengan kehadiran hari Tasu’a dan Asyura di tengah masyarakat Muslim Indonesia, umat diharapkan dapat menjadikan momen ini sebagai waktu yang penuh keberkahan, sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, serta momentum untuk memperkuat tali persaudaraan dan kepedulian sosial.
Walau hanya berupa ibadah sunnah, puasa ini menyimpan pahala besar dan nilai sejarah luar biasa yang sepatutnya dimaknai secara mendalam.
Sebagai awal dari perjalanan tahun Hijriah yang baru, Muharram menjadi panggilan hati untuk membuka lembaran hidup yang lebih baik, dengan iman yang lebih kokoh, amal yang lebih luas, dan semangat yang lebih tinggi dalam meneladani kehidupan para nabi dan tokoh-tokoh agung dalam sejarah Islam.
Baca juga: Puasa Asyura dan Anjuran Rasulullah Mengerjakannya di 10 Muharram