TRIBUNJAMBI.COM - Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi disebut masih memiliki ambisi untuk berkuasa.
Hal itu setelah dia membuka peluang untuk ikut dalam pemilihan Caketum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI.
Pandangan itu disampaikan pengamat politik, Ray Rangkuti.
Dia menilai, Jokowi masih memiliki ambisi untuk berkuasa setelah dia membuka peluang untuk ikut dalam pemilihan Caketum PSI.
Ray menyebut cara berpolitik seperti yang dilakukan Jokowi tersebut adalah 'politik negarawan'.
"Pertanyaannya mengapa memilih politik harian? Ya, harus diakui politik harian itu ya tujuannya berkuasa. Buat apa kalau nggak berkuasa? Jadinya, politik negarawan kan," kata Ray dikutip dari YouTube iNews, Jumat (16/5/2025), dilansir Tribunnews.com.
Ray mengakui Jokowi yang membuka peluang ikut berkontestasi dalam pemilihan Ketua Umum PSI bukan untuk kepentingan dirinya semata.
Namun, sambungnya, hal tersebut dilakukan agar Jokowi bisa berkuasa secara politik melalui keluarganya.
Baca juga: Jokowi Masuk Bursa Calon Ketum PSI, Padahal Dulu Ingin Jadi Rakyat Biasa, Pengamat: Masa Terkejut?
Baca juga: Apa yang akan Terjadi Jika Jokowi Jadi Ketua PSI? Analisis dari PDIP Golkar dan Pengamat
Baca juga: Detik-detik Jenazah 2 Polisi Gugur Ditembak KKB Papua Dipulangkan Secara Militer ke Kampung Halaman
Diketahui, ada tiga anggota keluarga Jokowi yang berkecimpung di dunia politik, seperti putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjadi Wakil Presiden RI.
Lalu, ada menantunya yakni Bobby Nasution yang tengah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
Serta, putra bungsunya yakni Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI saat ini.
"Dengan ada partai, itu bisa di-setting semua itu untuk kepentingan politik itu semua," tuturnya.
"Kalau Anda mau menjadi ketua partai dan sekaligus menjadi negarawan, itu dalam tradisi Indonesia tidak terlalu dikenal tuh. Kalau mau ingin rebutan jadi ketua partai karena dia ingin berkuasa," jelas Ray.
Ray mengatakan jika Jokowi masih memiliki ambisi untuk berkuasa dan tidak memiliki partai, maka tujuannya tak tercapai.
Selain itu, dalam Pemilu 2029 mendatang, negoasiasi seperti berkoalisi dengan partai lain juga akan sulit dilakukan jika ingin mencalonkan keluarganya.