Berita Tanjabtim

Kerang Sumbun dan Kampung Nelayan yang Apa Adanya di Pesisir Tanjabtim Jambi

Penulis: Yoso Muliawan
Editor: Yoso Muliawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hiruk-pikuk Nelayan - Seorang nelayan menaikkan hasil tangkapan ke atas dermaga sederhana menggunakan tali dan alat pengait di pesisir Kelurahan Tanjung Solok, Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, Selasa (29/4/2025).

TRIBUNJAMBI.COM, TANJUNG JABUNG TIMUR - Bicara pariwisata, satu di antara beberapa destinasi yang terkenal di Provinsi Jambi adalah Kampung Laut.

Wisata Kampung Laut terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), tepatnya di muara Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra yang menjadi pintu gerbang ke laut lepas.

Secara administratif, wisata Kampung Laut masuk Kelurahan Kampung Laut, Kecamatan Kuala Jambi.

Namun, kali ini kita tidak mengulas wisata Kampung Laut, tetapi kampung di sebelahnya.

Kampung di sebelah Kampung Laut ini kental dengan hiruk-pikuk kehidupan nelayan.

Kampung tersebut secara administratif masuk Kelurahan Tanjung Solok.

Di Kecamatan Kuala Jambi, terdapat empat desa plus dua kelurahan, yaitu Kelurahan Kampung Laut dan Tanjung Solok.

Tribunjambi.com berkesempatan mampir ke Tanjung Solok di sela lawatan ke Tanjabtim pada Selasa (29/4/2025).

Akses Jalan Rusak

Cukup mudah menemukan Tanjung Solok.

Dari Muara Sabak, ibukota Tanjabtim, pengendara bisa membuka peta Google, lalu mengetik Kampung Laut, kawasan yang lebih terkenal ketimbang Tanjung Solok atau empat desa lainnya di Kecamatan Kuala Jambi.

Peta Google akan mengarahkan pengendara ke timur, dengan jarak sekitar 24 kilometer dan waktu tempuh 45 menit. 

Sayangnya, kondisi jalan lintas Muara Sabak-Kampung Laut tidak mulus.

Baca juga: Ratusan Titik Jalan Lintas Muara Sabak-Kampung Laut Tanjabtim Rusak

Jalan tersebut rusak dengan aspal terkelupas yang menyebabkan jalan bergelombang, berlubang, dan berkerikil.

Tribunjambi.com menghitung setidaknya ada 269 titik jalan yang rusak.

Jalan akan berubah menjadi kubangan lumpur jika musim hujan, kemudian menimbulkan debu saat musim kemarau.

Tercatat ada 17 jembatan di sepanjang jalan ini.

Kondisi sambungan antara jembatan dan jalan pun tidak mulus: berlubang dan berkerikil hingga menyulitkan pengendara yang melintas.

Di sepanjang jalan, terlihat banyak pohon pinang.

Tanjabtim memang penyumbang produksi pinang bagi Provinsi Jambi.

Baca juga: Setelah Kelapa, Harga Pinang di Jambi juga Meroket, Hari Ini Dihargai Rp20.000 per Kg

Pohon-pohon pinang menjulang di antara rumah-rumah warga.

Ada juga yang tumbuh di antara pohon kelapa sawit.

Di beberapa rumah, buah-buah pinang digantung di halaman atau teras.

Ada pula yang dijemur di halaman, teras, dan bahu jalan.

Setelah sekitar 45 menit dan tiba di sebuah pertigaan, peta Google akan mengarahkan pengendara ke kanan menuju Kampung Laut.

Namun, Tribunjambi.com terus lurus hingga kembali bertemu pertigaan, lalu berbelok ke kanan.

Sekitar 200 meter di depan, kendaraan harus berhenti dan diparkir di sebuah lahan.

Perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 1 kilometer, menyusuri jalan yang tak cukup besar untuk dua mobil bahkan satu mobil.

Jika enggan berjalan kaki, bisa menggunakan jasa ojek sepeda motor.

Kondisi jalan tersebut berupa cor beton yang sudah tidak mulus.

Rumah-rumah warga berjejer di sepanjang jalan. 

Beberapa di antaranya sekaligus menjadi tempat usaha.

Ada yang membuka warung kelontongan, menjual makanan dan minuman, oleh-oleh, dan usaha lainnya.

Sekitar 15 menit berlalu, tibalah di ujung jalan yang disambut dengan pemandangan laut.

Di sinilah Tanjung Solok.

Aktivitas Nelayan - Seorang pekerja pengepul tangkapan nelayan menunggu perahu nelayan merapat ke dermaga sederhana di pesisir Kelurahan Tanjung Solok, Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, Selasa (29/4/2025).

Hiruk-pikuk Nelayan

Tanjung Solok layaknya perkampungan warga pesisir yang dominan nelayan.

Hiruk-pikuk nelayan yang hendak melaut maupun pulang dari melaut sangat terasa.

Di dermaga sederhana bertiang kayu-kayu dan beralas papan-papan, nelayan menambatkan kapalnya sepulang melaut.

Mereka silih berganti menaikkan hasil tangkapan ke atas dermaga.

Ada ikan, udang, cumi, kepiting, kerang, dan lainnya.

"Ini dapat ikan malong," ujar Nasir, seorang nelayan, sembari menunjukkan ikan itu.

Ikan Malong - Nasir, seorang nelayan pesisir Tanjung Solok, Tanjung Jabung Timur, menunjukkan ikan malong hasil tangkapannya, Selasa (29/4/2025).

Di atas dermaga sederhana, ada yang menarik hasil tangkapan nelayan menggunakan tali dan alat pengait.

Mereka adalah warga yang bekerja di lapak pengepul atau penampungan hasil tangkapan nelayan.

Pekerja-pekerja itu menggotong hasil tangkapan nelayan menggunakan keranjang ke tempat pengepul yang hanya berapa meter dari dermaga.

"Sehari biso 20-30 perahu nelayan naikkan tangkapan," kata Anwar,  seorang pekerja pengepul.

Ada beberapa pengepul yang menampung hasil tangkapan nelayan di situ.

Hasil tangkapan dijual lagi ke pasar lokal, bahkan hingga ke Kota Jambi dan daerah lain di luar Tanjabtim.

Tak jarang pula ada orang yang datang langsung dan membeli hasil tangkapan ke pengepul-pengepul. 

Satu di antara beberapa pengepul yang sehari-hari menampung hasil tangkapan nelayan adalah Masniar.

Saat ditemui Tribunjambi.com, Masniar sedang sibuk mencatat hasil timbangan dan uang yang harus dikeluarkan untuk membeli hasil tangkapan nelayan.

Dalam sehari, Masniar bisa menampung ratusan kilogram hasil tangkapan nelayan.

"Dari beli dengan nelayan-nelayan, kami jual lagi ke luar, bisa sampai ke (Kota) Jambi. Ada juga yang beli langsung ke sini," ujar Masniar.

Penampungan Hasil Tangkapan - Seorang pekerja pengepul menggotong hasil tangkapan nelayan ke tempat pengepulan, Selasa (29/4/2025).

Masniar punya tujuh orang pekerja.

Selain menggotong hasil tangkapan nelayan, ada juga pekerjanya yang bertugas memproduksi olahan ikan.

"Kami buat ikan asin, pakai garam asli, bukan pakai pengawet-pengawet," ucap Masniar.

Sumbun nan Ikonik

Satu daya tarik Tanjung Solok dan juga Kampung Laut adalah kerang sumbun. 

Kerang sumbun merupakan nama lain dari kerang bambu, yang bernama latin solen grandis.

Kerang ini hidup di beberapa perairan di Indonesia, seperti di Jambi, Riau, Bengkulu, hingga Kalimantan Timur.

Di Jambi, perairan Tanjung Solok yang berpasir termasuk habitat utama kerang sumbun.

Tribunjambi.com sempat mengamati kerang sumbun hasil tangkapan nelayan yang sudah dibawa ke pengepul.

Bentuknya seperti potongan bambu.

Kerang Sumbun - Rupa kerang sumbun atau kerang bambu khas pesisir timur Sumatra di perairan Tanjung Solok, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Bagian tubuh yang lunak dari kerang tersebut berada di dalam "bambu". 

Hanya sedikit dari bagian tubuh lunak itu yang keluar dari "bambu", yang sepertinya menjadi rumah bagi kerang ini.

Selain menjadi makanan khas, kerang sumbun semakin ikonik dengan adanya gelaran Festival Sumbun di Tanjabtim.

Festival Sumbun kerap dihelat oleh Pemkab Tanjabtim pada pertengahan tahun.

Baca juga: Tutuy Cari Lubangnya Nggak Ketemu-ketemu, Asyiknya Festival Sumbun 2023 di Tanjab Timur

Pertengahan tahun biasanya merupakan waktu di mana muara Sungai Batanghari akan surut hingga muncul daratan yang disebut beting di tengah muara.

Festival Sumbun menyuguhkan tari sumbun dan panen kerang sumbun.

Saat acara, peserta Festival Sumbun akan menyeberang dari dermaga menggunakan perahu.

Tiba di beting yang berpasir, peserta turun lalu memanen kerang beting.

"Peserta duduk di atas papan, mengais-ngaiskan tangan untuk meluncur di pasir beting, lalu mencari dan mengambil kerang sumbun," tutur Syarkawi Atiq, Ketua RW 02, Kelurahan Tanjung Solok.

Untuk memancing kerang sumbun keluar dari lubang-lubang, peserta menusukkan semacam lidi dari potongan kecil bambu ke lubang-lubang.

Lidi itu dilumuri kapur untuk membuat kerang sumbun keluar dari lubang.

Setelah panen kerang sumbun, acaranya biasanya dilanjutkan dengan makan bareng hasil panen kerang sumbun.

"Apa Adanya"

Kondisi Tanjung Solok sebagai tetangga Kampung Laut terbilang berbeda dari Kampung Laut.

Jika Kampung Laut adalah destinasi wisata dengan sejumlah fasilitasnya, maka Tanjung Solok semacam keluguan, kemurnian, keaslian kampung nelayan.

Perairan pesisir timur Sumatra terpampang sejauh mata memandang.

Dari dermaga sederhana tempat nelayan berlabuh, terlihat perahu-perahu nelayan hilir-mudik di kejauhan. 

Dermaga Sederhana - Warga kampung nelayan di Kelurahan Tanjung Solok, Tanjung Jabung Timur, memanfaatkan dermaga sederhana dari tiang kayu-kayu dan alas papan-papan untuk aktivitas nelayan.

Berbagai hasil tangkapan nelayan menghiasi lapak pengepul: aneka jenis ikan, kepiting, udang, kerang, dan lainnya.

Ada juga lapak-lapak warga yang menjual hasil olahan tangkapan nelayan, seperti kerupuk ikan atau udang.

Ikan-ikan kecil dijemur di depan rumah-rumah warga untuk diproduksi menjadi ikan asin.

"Di sini yo apo yang ado inilah," ucap Syarkawi Atiq, Ketua RW 02, Kelurahan Tanjung Solok.

Meskipun kampung ini "apa adanya", warga punya semacam harapan hadirnya fasilitas-fasilitas.

Sebagai terusan dari Kampung Laut, penikmat wisata bisa menjadikan Tanjung Solok sebagai destinasi wisata berikutnya setelah dari Kampung Laut.

Tanjung Solok bisa menyajikan kemurnian perkampungan nelayan dengan denyut nadi kehidupannya.

"Maunyo fasilitas di sini ditingkatkan, misalnya jalannyo dibagusin," kata Busu Kawi, sapaan akrab Syarkawi Atiq.

Kondisi dermaga yang amat sederhana untuk nelayan juga menjadi satu di antara yang semestinya mendapat perhatian.

Begitu juga fasilitas bersantai bagi pengunjung yang relatif kurang ketimbang di Kampung Laut. (Yoso Muliawan)

Berita Terkini