Polemik di Papua

Bendera Bintang Kejora Hiasi Langit Timika Papua, 1 Warga Diamankan, Rayakan 1 Desember OPM?

Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tanggal 1 Desember dirayakan sebagian kelompok berseberangan sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau disebut KKB Papua.

Bintang Kejora KKB Papua.

TRIBUNJAMBI.COM - Tanggal 1 Desember dirayakan sebagian kelompok berseberangan sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau disebut KKB Papua.

Momen tersebut acapkali menyisakan cerita. Seperti yang terjadi di kawasan Kelurahan Timika Indah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada Senin (2/2/2024) sekitar pukul 13.35 WIT.

Disana bendera Bintang Kejora kembali berkibar di salah satu tiang yang berada di sebuah rumah warga.

Meski peringatan 1 Desember sudah lewat satu hari, namun aksi pengibaran bendera tetap dilakukan dan  berlangsung sekitar 15 menit. Sontak, hal ini menjadi sorotan publik.

Pasalnya, peristiwa serupa kerap terjadi di berbagai wilayah Papua sebagai bentuk ekspresi aspirasi masyarakat.

Aparat keamanan yang mendapat laporan langsung bergerak cepat ke lokasi dan menurunkan paksa bendera tersebut.

Seorang warga yang diduga terlibat pun diamankan untuk dimintai keterangan. Polisi juga menyita bendera BintangKejora yang sebelumnya dikibarkan.

Baca juga: Viral Video Pasukan KKB Papua Sandera Pekerja di Puskesmas di Kaupaten Puncak, Ini Tuntutannya

Baca juga: Rekapitulasi Suara Pilkada 2024 di Maybrat Papua Ricuh, Massa Serang Petugas

Namun, hingga berita ini ditayangkan, aparat belum memberikan keterangan. Kabarnya satu warga diamankan juga masih diperiksa.

Sejarah Peringatan 1 Desember

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau yang sering disebut Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua telah lama berdiri di Indonesia, yakni di wilayah Papua. 

Organiasi tersebut awalnya merupakan gerakan spiritual kargoisme, kelompok kebatinan yang menggabungkan kepercayaan adat dan kristiani, yang dibentuk oleh kepala distrik Demta, Aser Demotekay.

Kelompok kedua berasal dari Manokwari pada tahun 1964, tokohnya adalah Terianus Aronggear. Dia mendirikan 'Organisasi Perjuangan Menuju Kemerdekaan Negara Papua Barat'. 

Organisasi ini juga bergerak secara klandestin. Belakangan, organisasi Terianus dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM). 

Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Tanggal tersebut mereka anggap sebagai hari kemerdekaan Papua. 

Menurut laporan Human Rights Watch, Polri berspekulasi bahwa orang-orang yang melakukan tindakan seperti ini bisa dijerat dengan tuduhan pengkhianatan yang hukumannya berupa kurungan penjara selama 7 sampai 20 tahun di Indonesia.

Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM, Seth Jafeth Roemkorem dan Jacob Hendrik Prai, berencana mendeklarasikan kemerdekaan Papua pada tahun 1971. Tanggal 1 Juli 1971, Roemkorem dan Prai mendeklarasikan Republik Papua Barat dan segera merancang konstitusinya.

Konflik strategi antara Roemkorem dan Prai berujung pada perpecahan OPM menjadi dua faksi: PEMKA yang dipimpin Prai dan TPN yang dipimpin Roemkorem. Perpecahan ini sangat memengaruhi kemampuan OPM sebagai suatu pasukan tempur yang terpusat.

Baca juga: Kronologi Tukang Ojek Jadi Korban Penikaman saat Antar Penumpang ke Bandara di Papua

Sejak 1976, para pejabat perusahaan pertambangan Freeport Indonesia sering menerima surat dari OPM yang mengancam perusahaan dan meminta bantuan dalam rencana pemberontakan musim semi. Perusahaan menolak bekerja sama dengan OPM. 

Mulai 23 Juli sampai 7 September 1977, milisi OPM melaksanakan ancaman mereka terhadap Freeport dan memotong jalur pipa slurry dan bahan bakar, memutus kabel telepon dan listrik, membakar sebuah gudang, dan meledakkan bom di sejumlah fasilitas perusahaan. Freeport memperkirakan kerugiannya mencapai $123.871,23.

Tahun 1982, Dewan Revolusi OPM (OPMRC) didirikan dan di bawah kepemimpinan Moses Werror, OPMRC berusaha meraih kemerdekaan melalui kampanye diplomasi internasional. OPMRC bertujuan mendapatkan pengakuan internasional untuk kemerdekaan Papua Barat melalui forum-forum internasional seperti PBB, Gerakan Non-Blok, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.

Tahun 1984, OPM melancarkan serangan di Jayapura, ibu kota provinsi dan kota yang didominasi orang Indonesia non-Melanesia. Serangan ini langsung diredam militer Indonesia dengan aksi kontra-pemberontakan yang lebih besar. Kegagalan ini menciptakan eksodus pengungsi Papua yang diduga dibantu OPM ke kamp-kamp di Papua Nugini.

Tanggal 14 Februari 1986, Freeport Indonesia mendapatkan informasi bahwa OPM kembali aktif di daerah mereka dan sejumlah karyawan Freeport adalah anggota atau simpatisan OPM. Tanggal 18 Februari, sebuah surat yang ditandatangani "Jenderal Pemberontak" memperingatkan bahwa "Pada hari Rabu, 19 Februari, akan turun hujan di Tembagapura". 

Sekitar pukul 22:00 WIT, sejumlah orang tak dikenal memotong jalur pipa slurry dan bahan bakar dengan gergaji, sehingga "banyak slurry, bijih tembaga, perak, emas, dan bahan bakar diesel yang terbuang." Selain itu, mereka membakar pagar jalur pipa dan menembak polisi yang mencoba mendekati lokasi kejadian. 

Tanggal 14 April 1986, milisi OPM kembali memotong jalur pipa, memutus kabel listrik, merusak sistem sanitasi, dan membakar ban. Kru teknisi diserang OPM saat mendekati lokasi kejadian, sehingga Freeport terpaksa meminta bantuan polisi dan militer.

Dalam insiden terpisah pada bulan Januari dan Agustus 1996, OPM menawan sejumlah orang Eropa dan Indonesia; pertama dari grup peneliti, kemudian dari kamp hutan. Dua sandera dari grup pertama dibunuh dan sisanya dibebaskan.

Bulan Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara air kota Biak di pulau Biak. Mereka menetap di sana selama beberapa hari sebelum militer Indonesia membubarkan mereka. Filep Karma termasuk di antara orang-orang yang ditangkap.

Baca juga: Ini Kronologi Kericuhan di Papua saat Pencoblosan Pilkada 2024, 40 Rumah Dibakar, 94 Terluka

Tanggal 24 Oktober 2011, Dominggus Oktavianus Awes, kepala polisi Mulia, ditembak oleh orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Kepolisian Indonesia menduga sang penembak adalah anggota OPM. Rangkaian serangan terhadap polisi Indonesia memaksa pemerintah menerjunkan lebih banyak personel di Papua.

Pada tanggal 21 Januari 2012, orang-orang bersenjata yang diduga anggota OPM menembak mati seorang warga sipil yang sedang menjaga warung. Ia adalah transmigran asal Sumatera Barat.

Tanggal 8 Januari 2012, OPM melancarkan serangan ke bus umum yang mengakibatkan kematian 3 warga sipil dan 1 anggota TNI. 4 lainnya juga cedera.

Tanggal 31 Januari 2012, seorang anggota OPM tertangkap membawa 1 kilogram obat-obatan terlarang di perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Obat-obatan tersebut diduga akan dijual di Jayapura.

Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat sipil Trigana Air setelah mendarat yang akan parkir di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba melepaskan tembakan ke pesawat, sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Satu orang tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang mengalami luka tembak di leher. 

Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka akibat pecahan peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah tangga, terluka di lengan kanannya dan anaknya yang berusia 4 tahun, Pako Korwa, terluka di tangan kirinya. Pasca-serangan, para militan mundur ke hutan sekitar bandara. Semua korban adalah warga sipil.

Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang diserang OPM mengakibatkan seorang warga sipil tewas. Korban adalah presiden desa setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut. Seorang anggota TNI terluka oleh pecahan kaca.

Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas di Paniai, Papua. Salah satu korban adalah anggota TNI. Dua lainnya adalah warga sipil, termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut ditemukan dengan luka tusuk di bagian dada.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Kunci Jawaban IPAS Kelas 4 Halaman 153, Ciri Sebuah Kearifan Lokal

Baca juga: Anak Bunuh Ayah Kandung dan Nenek di Jaksel Ditetapkan Sebagai Tersangka, Apa Motifnya?

Baca juga: Zumi Laza Gigit Jari di Tanjabtim, Mendadak Pecat Sulpani Fraksi PAN di DPRD, Dendam Keluarga?

Baca juga: KPU Tanjung Jabung Barat Mulai Rekapitulasi Suara Tingkat Kabupaten Malam Ini

Sebagian artikel ini tayang di Tribun-Papua.com

Berita Terkini