Berita Muaro Jambi

Divonis 11 Tahun Penjara, Ustadz Cabul di Muaro Jambi Ajukan Banding

Penulis: Muzakkir
Editor: Rian Aidilfi Afriandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pencabulan santri di Pondok Pesantren Mafatihul Huda Sungai Gelam, Muaro Jambi.

TRIBUNJAMBI.COM, SENGETI - Tak terima dengan putusan hakim yang menjatuhkan hukuman lebih tinggi dari tuntutan, Abdul Aziz terdakwa kasus pencabulan santriwati mengajukan banding.

Terdakwa merasa keberatan dengan vonis yang diberikan oleh hakim. Dia menilai vonis 11 tahun yang diberikan oleh hakim terlalu berat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muaro Jambi melalui Kasi Intel Kejari Muaro Jambi Susilo ketika dikonfirmasi membenarkan jika terdakwa mengajukan banding.

"Banding atas permintaan terdakwa sendiri," kata Susilo. Selasa (12/7).

Dikatakan Susilo, dalam pasal 67 kita. Undang-undang hukum acara pidana, baik terdakwa maupun JPU memiliki hak yang sama untuk mengajukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama.

Abdul Aziz pimpinan pondok pesantren Miftahul Huda Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dihukum 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sengeti.

Dia terbukti bersalah karena telah melakukan perbuatan cabul terhadap santrinya pada tahun 2019 hingga 2020 lalu.

Selain dihukum 11 tahun penjara, Hakim juga memutuskan terdakwa dengan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara.

Sidang putusan kasus pencabulan terhadap santri ini dilakukan diruang Cakra Pengadilan Negeri Sengeti, Minggu lalu. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh ketua Pengadilan Negeri Sengeti Fitria Septriana dan hakim anggota Gabrielase dan Ryan.

Sidang putusan ini berjalan lancar, namun sebelum dimulainya sidang, terdakwa sempat ditonjok oleh keluarga korban. Bahkan usai sidang pun terdakwa juga sempat dikejar oleh keluarga korban. Beruntung pihak keamanan sigap menjaga sehingga tidak terjadi keributan disana.

Dalam pembacaan amar putusan, hakim ketua menyebut tidak ada keterangan saksi yang meringankan terdakwa yang diterima oleh pengadilan.

Sementara yang memberatkan terdakwa cukup banyak karena dia merupakan orangtua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang terpandang. Sementara korban merupakan anak-anak yang kala itu berusia 16 tahun.

"Mengadili, memutuskan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara," kata Hakim ketua Fitria.

Dengan putusan tersebut, keluarga korban langsung mengucap syukur. Orangtua korban dan juga beberapa anggota keluarga terlihat menyeka wajahnya untuk menghapus air mata yang menetes.

"Alhamdulillah," kata keluarga korban.

Vonis yang diberikan oleh hakim ketua lebih tinggi 1 tahun dari tuntutan di mana tuntutan sebelumnya terdakwa dipenjara 10 tahun penjara.

Atas putusan tersebut, hakim memberikan ruang untuk terdakwa untuk melakukan banding dengan waktu tujuh hari. Namun didalam persidangan, terdakwa langsung menyatakan akan pikir-pikir.

Menariknya, hingga putusan dibacakan terdakwa tidak mengakui jika dirinya pernah melakukan perbuatan cabul terhadap korban.

Namun demikian, sesuai dengan keterangan saksi-saksi, sebelum di amankan oleh polisi pelaku pernah masuk ke dalam kamar korban, bahkan saksi pernah diusir dalam ruangan sesaat sebelum korban dieksekusi oleh pelaku. Hal itulah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman setinggi itu.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Lady Nayoan Tak Tuntut Harta Gono-gini, Cuma Minta ini ke Rendy Kjaernett

Baca juga: Reaksi Rendy Kjaernett saat Ditanya Akan Merubah Tato Syahnaz menjadi Wajah Lady Nayoan

Baca juga: AYH Jemput Anies Baswedan Usai Ibadah Haji Disebut Manuver Politik, Ini Kata PKS

Berita Terkini