Memanfaatkan orang atau kelompok yang lemah dalam suatu tindakan kriminal sudah menjadi modus yang lazim.
Ambil contoh peredaran narkoba. Para bandar tak jarang memanfaatkan ibu rumah tangga yang bisa jadi tidak tahu apa-apa sebagai kurir barang haramnya.
Atau contoh lain, pada jaringan penyelundupan benur. Sangat mungkin pengangkut atau kurir juga tidak tahu menahu.
Celakanya, mereka yang kerap menelan pil pahit ditangkap polisi. Sementara hierarki tertinggi dalam jaringan itu menghirup udara bebas sembari terus menjalankan bisnis ilegalnya.
Tak terkecuali dalam kasus illegal drilling yang mengakibatkan ledakan sumur minyak di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari baru-baru ini.
Keterangan polisi, pelaku penambangan sumur minyak ilegal ( illegal driling ) tersebut memanfaatkan Suku Anak Dalam (SAD).
Warga SAD dipekerjakan di lapangan dan dijadikan tameng para pelaku. untuk pengalihan isu saat dilakukan penindakan oleh petugas.
Menarik menyimak apa yang disampaikan staf Humas KKI Warsi, Sukmareni. Menurutnya perlu dipastikan apakah yang bersangkutan benar-benar SAD atau bukan. Sebab menurutnya, aktivitas Suku Anak Dalam atau Orang Rimba tidak akrab dengan illegal drilling.
Makanya ia berharap, kepolisian mengusut tuntas sehingga tidak ada yang dirugikan dengan mengatasnamakan SAD, atau kelompok adat apapun itu.
Direktur Kriminal Khusus Direskrimsus Polda Jambi, Kombes Pol Sigit Dany Setiyono mengungkap pelaku menjadikan SAD sebagai senjata. Mereka akan memainkan isu hak asasi manusia dengan tameng Suku Anak Dalam.
Pada sisi ini kita jadi paham, pentingnya pendampingan kepada kelompok adat, masyarakat terisolir tak terkecuali SAD.
Baca juga: Suku Anak Dalam di Sarolangun Jambi Masih Enggan Untuk Divaksin Covid-19
Baca juga: Polisi Awasi Secara Ketat Kegiatan Illegal Driling di Kawasan PT AAS
Baca juga: Polda Jambi Tetapkan 4 DPO Baru Kasus Kebakaran Sumur Minyak Ilegal di Bungku, Batanghari
Memberikan pendidikan kepada mereka, memberikan hak-hak kepada mereka sebagaimana Negara memberikan hak kepada khalayak pada umumnya.
Dan akhirnya, hukum tetaplah hukum.
Sesiapa yang bersalah haruslah mempertanggungjawabkan. Maka sudah seharusnya para penegak hukum juga adil dalam memutuskan perkara. Jangan sampai, ujung mata rantai kejahatan yang hanya tersentuh, tapi bagaimana agar aktor di belakangnya juga turut diseret. (*)