Antisipasi Sudah Rahasia Umum, Akhmad Bestari Ingatkan ASN dan Honorer Wajib Netral di Pilkada Bungo
TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BUNGO - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tenaga honorer diwajibkan netral dan tidak terlibat dalam politik praktis di Pilkada Bungo.
Kabupaten Bungo merupakan satu di antara daerah di Provinsi Jambi dan di antara ratusan daerah yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2020 yang diselenggarakan 9 Desember mendatang.
Dalam penyelenggaraan, ASN sudah menjadi rahasia umum sering terlibat dalam politik praktis meski tidak tampil di depan.
Namun sesuai dengan undang undang, ASN dilarang dalam terlibat praktis.
Peringatan itu disampaikan Pjs Bupati Bungo, Akhmad Bestari bahwa posisi netral pada Pilkada Serentak 2020 suatu keharusan.
Dia menyebutkan posisi ASN pada Pilkada di Kabupaten Bungo memang rentan ikut serta ASN dalam mengkampanyekan salah satu kandidat.
Pasalnya, dari dua kandidat salah satunya petahana yang kembali maju berpasangan dalam kontestasi pesta demokrasi.
Pjs menegaskan pihaknya akan selalu berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait netralitasnya sebagai ASN.
"Kami akan selalu berkoordinasi dengan Bawaslu karena keterkaitan kami sebagai ASN," katanya.
Tak hanya ASN, Ahmad Bestari juga mengingatkan tenaga honorer untuk tidak ikut dalam politik praktis.
Terlebih sampai menjadi tim sukses salah satu kandidat.
"Meskipun tenaga honorer bukan ASN, tetapi gaji mereka juga berasal dari APBD atau APBN,"ujar Ahmad Bestari.
Selain itu, Pjs Bupati juga mengingatkan bagi ASN yang menggunakan kendaraan dinas untuk tetap sesuai dengan aturan.
Jangan sampai kendaraan milik negara digunakan untuk kepentingan politik.
"Kendaraan dinas betul-betul harus digunakan untuk berdinas," tegasnya.
Dia meminta Bawaslu untuk selalu mengingatkan dirinya agar tetap pada posisi yang benar sesuai dengan aturan yang diada di dalam PKPU.
Pengamat: Masyarakat Bungo Cerdas Memilih Pemimpin, Tidak Mudah Dirayu Politik Uang
Pengamat meyakini saat ini masyarakat cerdas dalam memilih pemimpin Kabupaten Bungo dan tak mudah dirayu dengan politik uang.
Pada umumnya penyelenggaraan pemilihan umum baik kepala negara, kepala daerah dan legislatif identik dengan money politic.
Untuk itu penyelenggara Pemilu harus peka melihat dugaan kecurangan pemilu dilapangan.
Sementara untuk kandidat dan tim pemenangan atau tim sukses juga diminta jujur dalam berdemokrasi.
Harapan itu disampaikan Dr Auri Adham Putro SSos MSi, Dosen Fisipol Universitas Muara Bungo yang meminta peserta pemilu dan tim sukses agar tidak menciderai demokrasi dengan politik uang.
Pengamat politik itu meyakini bahwa saat ini masyarakat cerdas dalam memilih pemimpin Kabupaten Bungo, dan tak mudah dirayu dengan politik uang.
"Tentunya masyarakat Bungo cerdas dalam memilih pemimpin, saya yakin tidak akan tergoda iming-iming uang," ungkapnya.
Dosen yang yang juga mengajar di STIA Setih Setio Muara Bungo ini meminta masyarakat bijak dalam memilih pemimpin yang dapat membawa Bumi Langkah Serentak Limbai Seayun ini ke arah lebih baik.
"Jangan memilih calon hanya karena ada duit, tapi lihatlah visi-misi, program yang ditawarkan untuk Bungo lebih maju dan tak ada lagi ketimpangan infrastruktur seperti jalan dan kemiskinan," tuturnya.
Dia menyampaikan, sejauh ini yang menjadi harapan masyarakat adalah sosok pemimpin yang berpengalaman terutama dalam birokrasi.
"Kedua kandidat di Bungo sama sama pengalaman, pernah jadi wakil, pernah jadi bupati, dan berasal dari birokrat."
"Sekarang masyarakat harus lihat program apa yang paling dekat dengannya," ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa menjadi pemimpin suatu daerah itu tidak mudah, sebab sang kepala harus memikirkan ratusan ribu warganya.
Bagaimana pembangunan merata dengan permintaan masyarakat banyak sementara anggaran terbatas.
”Setiap calon mempunyai jargon masing masing, intinya apa yang paling dekat dengan kita, program mana yang paling memungkinkan terealisasi, maka pilihlah dia,” tegasnya.
Diutarakannya, jika suatu daerah dipilih berdasarkan hasil money politics dan bukan hati nurani maka konsekuensinya akan berat.
Konsekuensi yang dimaksudkan itu lantaran pemimpin yang meraih suara terbanyak itu akan mengembalikan cost politics yang dikeluarkan.
Sehingga yang menjadi fokus pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia akan terganggu.
"Kalau kita dapat pemimpin dari hasil money politik maka siap-siap saja kita akan gigit jari, konsekuensinya tidak akan ada pembangunan yang merata, sumber daya akan terbengkalai," tandasnya.