TRIBUNJAMBI.COM - Seperti ungkapan telur ada lebih dahulu atau ayam, begitupun soal perselingkuhan, pria atau wanitakah yang memulainya lebih dahulu?
Namun di balik ungkapan tersebut kerap terjadi hubungan rumah tangga tidak selalu berjalan mulus dan akan selalu ada kerikil tajam yang menerjang.
Satu contoh pasangan tidak puas dengan lainnya, kadang terseret emosi membuat seseorang mencari pelampiasan, salah satunya dengan perselingkuhan.
Padahal, perselingkuhan bisa menghancurkan rumah tangga baik dari segi fisik, mental hingga keuangan.
Lalu siapakah yang lebih sering melakukan perselingkuhan antara pria dan wanita?
Pria atau wanita?
Salah satu pakar psikologi I Dewa Ayu Purba Dharma Tari, M Psi, Psikolog menjelaskan secara subjektif tidak bisa dikatakan siapa yang lebih sering berpotensi melakukan perselingkuhan antara pria dan wanita.
“Tidak bisa secara subjektif dikatakan bahwa siapa yang lebih sering melakukan perselingkuhan antara pria dan wanita.
"Jadi harus kita lihat setiap kasus. Karena kalau ambil secara umum, kita bisa ambil dari data penelitian.
"Tetapi lebih melihat dari kasus per kasus dan itu biasanya sangat individual,” kata Dewa Ayu Purba.
• Demi Cut Syifa, Mischa Chandrawinata & Rangga Azof Pasang Badan Karena Peran Intan di Samudra Cinta
• Berseteru dengan Nikita Mirzani & Dihujat Netizen, Paula Verhoeven Tulis Ini untuk Support Baim Wong
Lebih lanjut Dewa Ayu Purba menyontohkan dalam satu keluarga, jika pihak wanita berpeluang melakukan perselingkuhan karena banyak faktor.
Bisa karena faktor komunikasi, kurangnya rasa perhatian, dan kurangnya dukungan ekonomi yang seimbang, disebut Dewa Ayu Purba sebagai suatu penyebab timbulnya perselingkuhan.
Faktor tersebut yang menyebabkan si wanita mencari kekurangan pada pasangan yang lain, yang penuhi faktor-faktor tadi.
Begitupun ketika si pria juga berpeluang melakukan perselingkuhan karena faktor pekerjaan yang mengharuskan LDR, kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, atau bosan dengan pasangan.
“Setiap kasus berbeda faktor penyebab antar keluarga satu dengan yang lainnya.
"Jadi tidak bisa diukur secara umum. Itu menjustifikasi namanya, kalau mengatakan si wanita yang lebih berpeluang melakukan perselingkuhan. Ataupun sebaliknya.
"Kalau seperti itu kan otomatis banyak yang tidak terima,” sambungnya.
Meski demikian Dewa Ayu Purba lebih lanjut menyampaikan empat tipe perselingkuhan berdasarkan kadar keterlibatan emosional.
• Tak Ambil Pusing Bila Perang Meletus, AS Recoki Latihan Perang China di LCS, Kirim 2 Kapal Induk
• Kronologi Nenek 74 Tahun di Bengkulu Janjikan Lulus CPNS, Gondol Uang Rp 250 Juta Milik Korban
1. Affair
Tipe ini paling sedikit melibatkan keintiman emosional tetapi terjadi berkali-kali.
Berupa perselingkuhan semalam atau sejumlah affair yang berlangsung cukup lama.
Inti dari perselingkuhan ini adalah untuk mendapatkan seks dan gairah, karena tidak pernah lagi merasakannya dalam pernikahan yang penuh dengan rutinitas dan tanggung jawab.
2. Flings
Dimana pada tipe ini hubungan yang terjadi dapat berupa perselingkuhan satu malam atau hubungan yang terjadi selama beberapa bulan tetapi hanya terjadi satu kali saja.
Dibandingkan dengan tipe perselingkuhan lain, flings termasuk yang paling tidak serius dampaknya.
3. Romantic love affair
Romantic love affair ini melibatkan hubungan emosional yang mendalam.
Pihak yang berselingkuh merasa jatuh cinta lagi dan menemukan hubungan yang lebih memuaskan dengan pasangan selingkuh secara fisik dan emosional.
Seringkali pasangan berfikir untuk meninggalkan perkawinan dan menikahi kekasihnya.
4. Long term affair
Long term affair adalah perselingkuhan jangka panjang merupakan hubungan yang menyangkut keterlibatan emosional paling mendalam.
Hubungan dapat berlangsung bertahun-tahun atau sepanjang kehidupan perkawinan.
Banyak pasangan yang merasa memiliki hubungan lebih baik dengan pasangan selingkuhnya daripada dengan suami atau istri.
Menurut Dewa Ayu Purba, setiap pasangan yang tidak mampu memahami satu sama lain seringkali menimbulkan konflik-konflik kecil yang tidak terselesaikan berakibat pada perselingkuhan itu sendiri.
Pihak Ketiga Bukan Penyebab Perselingkuhan, Kenali 5 Bahasa Cinta Pasangan Agar Pernikahan Harmonis
Pihak ketiga bukan penyebab hancurnya rumah tangga yang utama. Pihak ketiga bisa hadir karena sudah ada masalah di dalam rumah tangga yang tidak diselesaikan...
PERNIKAHAN yang harmonis jadi kunci keutuhan keluarga.
Bila pernikahan terus didera masalah antarpasangan, kondisi ini rentan membuat pernikahan menjadi berujung perceraian.
Perceraian walaupun kadang menjadi pilihan 'terbaik' bagi pasangan, seringkali membuat anak jadi korban.
Salah satu penyebab masalah adalah perselingkuhan.
Perselingkuhan dalam pernikahan, kadang disebabkan masalah sepele, yakni komunikasi yang tidak 'nyambung'.
Komunikasi tidak selalu dalam bahasa verbal.
Dalam mengungkapkan cinta dan kasih sayang, dikenal lima bahasa cinta.
Gary Chapman mengenalkan bahasa cinta pertama kali melalui buku The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate yang terbit pada 1992.
Lima bahasa cinta tersebut adalah afirmasi, hadiah, pelayanan, waktu yang berkualitas, dan sentuhan fisik.
Tidak saling memahami bahasa cinta pasangan inilah salah satu pemicu perselingkuhan.
Apa tandanya?
Ketika istri mulai mengeluh, “Rasanya sudah kasih segalanya untuk suami, tetapi semua yang kulakukan selalu kurang untuknya.”
Terkadang, suami heran dengan tuntutan istri, “Aku kurang memberikan apalagi, sih? Semua kebutuhan kok, rasanya pernah cukup untukmu!”
Konflik semacam itu apakah memang banyak ditemukan dalam hubungan suami istri?
Teman Bumil, aplikasi untuk ibu milenial, melakukan studi kuantitatif pada lebih dari 1.400 responden wanita menikah berusia 20-40 tahun untuk menggali lebih dalam masalah bahasa cinta ini.
Hasil yang didapat cukup mengejutkan, yaitu perbedaan bahasa cinta yang tidak dikomunikasikan dengan baik pada pasangan, sangat mungkin menimbulkan masalah atau kesalahpahaman dalam rumah tangga.
Bahkan, bisa pula membuka celah untuk perselingkuhan!
Kenali Bahasa Cinta Pasanganmu!
Bahasa cinta adalah karakter yang terbentuk sejak kecil.
Ada orang yang senang dipuja dengan kata-kata, atau ada yang meyakini bahwa bentuk cinta adalah dengan pemberian hadiah.
Tidak ada satu orang pun yang hanya memiliki satu bahasa cinta, tetapi umumnya hanya satu yang dominan.
Indra Noveldy, seorang relationship coach dan konselor pernikahan menjelaskan, suami atau istri harus mengenali bahasa cinta pasangannya masing-masing, dan penuhilah.
“Karena yang penting itu bukan bagaimana Anda merasa sayang kepada orang, tetapi apakah suami atau istri anda merasa disayang," kata Indra dari siaran pers yang diterima Wartakotalive.com, Kamis (5/3/2020).
Konsep memberikan bahasa cinta sesuai keinginan pasangan juga diperkuat dari hasil survei.
Sekitar 98,9 persen responden menyatakan keinginannya agar para suami lebih memahami bahasa cinta mereka.
"Menikah sekian tahun dan selalu menunjukkan rasa cinta dengan mengatakan ‘I love you’ setiap hari, belum tentu membuat pasangan Anda suka. Bisa jadi ia menginginkan lebih banyak waktu dengan anda," kata Indra.
Bahasa cinta 'Kejelasan'
Selain 5 bahasa cinta yang dipatenkan oleh Gary Chapman, Indra juga menemukan bahwa ada bahasa cinta lain yang dibutuhkan oleh seorang suami atau istri, yaitu kejelasan.
“Contoh, ketika suami sudah sampai di kantor, istri merasa disayang ketika suaminya memberikan kabar.
"Seringkali ini diartikan suami sebagai bentuk posesif atau tidak percaya dengan pasangan,” jelas Indra.
Asumsi adalah salah satu mesin ‘pembunuh’ paling besar dalam sebuah hubungan.
"Padahal, apa salahnya menyenangkan pasangan dengan melakukan bahasa cinta ini? Hanya perlu beberapa detik kok, untuk mengirimkan kabar," katanya.
Komunikasi, Pernikahan, dan Perselingkuhan
Isu komunikasi adalah masalah yang paling banyak dihadapi pasangan menikah.
Hal itu diakui pula oleh 67,6 persen responden yang mengikuti survei Teman Bumil.
Terhambatnya komunikasi ini, akibat saling tidak memahami bahasa cinta pasangannya.
Perihal ini, Indra mencoba menjelaskan bagaimana kaitannya antara bahasa cinta yang tidak tersampaikan, dengan kemungkinan terjadinya perselingkuhan.
“Bahasa cinta adalah sebuah kebutuhan, layaknya makan dan istirahat.
"Jika kebutuhan ini tidak didapatkan di rumah dari suami atau istrinya, seseorang akan keluar rumah dengan perut lapar.
"Alhasil, ia akan mencari ‘makanan’ lain di luar rumah dari orang lain yang bukan pasangan resminya,” ujarnya.
Hal senada juga terlihat dari 72,8 persen pengakuan para responden survei.
Mereka yakin bahwa dengan memahami bahasa cinta pasangan mereka, bisa mencegah terjadinya masalah rumah tangga, termasuk perselingkuhan.
Pihak ketiga bukan penyebab Indra mencatat, pihak ketiga bukan penyebab hancurnya rumah tangga yang utama.
Pihak ketiga bisa hadir karena sudah ada masalah di dalam rumah tangga yang tidak diselesaikan, sehingga menciptakan celah untuk bisa dimasuki pihak ketiga.
Jadi, apa yang harus dilakukan agar pernikahan terjauh dari perselingkuhan?
Indra membocorkan rahasianya.
“Rumus bahagia dalam pernikahan ada 3. Yang pertama memberi, kedua memberi, yang ketiga memberi," tandasnya.
"Mengapa memberi? Karena ketika pernikahan dilandasi dengan niat memberi, maka kedua pihak akan saling berusaha membahagiakan tanpa harus menuntut,” katanya. (Tribun Bali/Noviana Windri/Lies)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Siapakah Yang Lebih Sering Berselingkuh, Pria atau Wanita?