Bagaimana nasib perkuliahan yang ditinggalkan mahasiswa Indonesia yang meninggalkan China? Seorang mahasiwi asal Jambi yang kuliah di fakultas kedokteran berbagi cerita.
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Nusa Syarafina (20) berbagi cerita ketegangan saat terjebak di China.
Syarafina merupakan mahasiswi kedokteran di kampus Yangtze University di Jingzhou, China.
Perempuan cantik yang tinggal di Ching Chao, ini kotanya ikut ditutup sehari setelah Kota Wuhan di-lockdown.
Syarafina, mahasiswa cantik ini menceritakan kisahnya di di China.
Untuk rencana pulang ke China melanjutkan kuliah, Syara mengaku belum tahu kapan.
• BREAKING NEWS: Menyalip Truk Malah Kena Lubang, Pelajar SMA Tewas di Talang Duku
• Bila Perempuan Tunjukkan Gelagat Seperti Ini, Tandanya Dia Naksir dan sedang Cari Perhatian Anda
• Sedang Tayang Live Streaming Kompas TV Pemakaman Ashraf Sinclair Di San Diego Hills Memorial Park
Pihak kampusnya menyiasati akan melakukan kuliah secara online. Namun hingga kini belum ada perkembangan.
"Kuliah online ada adek kelas yang sudah mulai, tapi tidak efektif, Syara kan ada pelajaran yang di Lab jadi tidak bisa online. Terus jaringan belum tentu semuanya bagus. Waktunya juga beda-beda antarnegara, karena mahasiswanya kelas Internasional," pungkasnya.
Dia berharap situasi ini bisa segera pulih dan kembali normal, sehingga ia bisa kembali melanjutkan studinya.
Sudah bersama keluarga
Warga Kota Jambi yang kuliah di China, kini pulang ke Indonesia dengan sehat setelah sempat diobservasi di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, selama 14 hari.
Syarafina kini telah kembali ke Jambi berkumpul dengan keluarganya dalam kondisi sehat.
Sebelumnya, Ia sempat terjebak selama satu minggu di daerah yang mewabah virus corona (Covid 19).
Kepada Tribunjambi.com,di kediamanya, mahasiswi kedokteran di Kampus Yang Tse University ini bercerita.
Di China Ia tinggal di Kota Ching Chao, Provinsi Hubei.
Menurutnya, Kota Ching Chao tempat Ia tinggal, ikut ditutup, sehari setelah Kota Wuhan di lockdown.
"Kebetulan waktu itu Syara baru pulang lima hari liburan dari Beijing, terus tiba-tiba dapat pengumumam Wuhan ditutup. Semua kereta, bandara ditutup kebetulan itu Imlek juga kan, gak lama habis Wuhan, Ching Chao juga ditutup," bebernya.
Ikut di-lockdownnya Kota Chin Chao, kata Syara membuat kondisi kota itu berubah drastis.
Kota yang sebelumnya ramai menjadi sepi.
Kampus dan mal-mal besar ikut ditutup, kecuali supermarket dan apotik.
"Jadi selama satu minggu, sebelum Syara dievakuasi. Ia hanya berada di dalam kamar. Keluar hanya untuk beli-beli kebutuhan makanan. Mau ke mana-mana juga dak bisa, semua tempat-tempat tutup," ungkapnya.
Selama seminggu itu, dia terus berkomunikasi dengan keluarganya, dan mencari jalan pulang.
Untuk menguatkan diri di tengah situasi itu, dia selalu memberi kabar kondisinya kepada keluarga melalui video call.
"Cemas sih tidak, tapi khawatir dengan diri sendiri dan teman yang lain. Untung pemerintah cepat mengevakuasi," ungkapnya.
Tak merasa dikarantina
Pada 2 Februari 2020, akhirnya Syara bersama 238 orang WNI lainnya dibawa pulang ke Indonesia. Mereka menjalani observasi di Natuna selama 14 hari.
• Cinta Terlarang Kakak Adik Hingga Melahirkan, Terungkap Lewat Jasad Bayi yang Membusuk di Kolam
• Marak di Bungo, Empat Pekerja PETI Diringkus Polisi, Terancam 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 10 Milar
Selama menjalani karantina di Natuna, alumni SMPN 7 Kota Jambi ini mengisahkan, mereka tidak merasa dikarantina.
Sebab diakuinya, semua fasilitas dan kebutuhan dilayani dengan baik.
Apapun yang mereka minta diberikan pemerintah.
Dia sangat berterima kasih atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
"Kegiatan di situ sangat banyak, olahraga, dipengecekan suhu tubuh setiap pagi sampai malam. Dikasih motivasi dengan psikolog. Pokoknya mantap dah, kayak tidak rasa dikarantina, banyak hiburan," ujarnya.
Bahkan dia mengaku kangen masa-masa karantina, berkumpul bersama ratusan WNI lainnya. (Tribunjambi.com/Zulkifli)