TRIBUNJAMBI.COM - Berencana ingin membayar pajak kendaraan?
Buruan ada diskon hingga 50 persen bagi yang ingin membayar pajak kendaraan hingga akhir tahun ini.
Demi menggerakan masyarakat wajib pajak, khususnya pengguna kendaraan, Badan Pajak dan Retribusi Daerah ( BPRD) DKI Jakarta memberikan keringan berupa pemotongan hingga 50 persen, bagi penunggak yang berdomisili di Ibu Kota.
Diskon potongan pajak ini diberikan khusus untuk penunggak pajak bea balik nama kendaraan bermotor ( BBN-KB) dan pajak kendaran bermotor ( PKB) kedua.
Menurut Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Syafruddin, selain memberikan potongan hingga 50 persen, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga menghapus sanksi administrasi bagi pemilik kendaraan yang menunggak pajak.
"Wajib pajak yang menunggak PKB dan BBN-KB sejak 2013 sampai 2016 akan diberikan diskon pokok 25 persen. Untuk piutang pajak sampai dengan 2012 keringanannya 50 persen, juga penghapusan sanksi piutang," ucap Faisal beberapa waktu lalu.
Baca: Irish Bella Alami Kejang-kejang usai Kondisi Janinnya Tak Bernyawa Lagi, Ini Pengakuan Ammar Zoni
Baca: Hanum Rais Habis-habisan Dicaci Maki Netizen di Twitter, Sebut Kejadian Wiranto Ditusuk Settingan
Baca: Reaksi Gisel Saat Dipanggil Wijin Uncle J Bukannya Sayang, Mau Panggil Sayang Malu Janda Ya
Faisal berharap, adanya kebijakan berupa keringanan bagi wajib pajak kendaraan bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat khususnya pemilik sepeda motor dan mobil.
Program ini pun berlangsung hingga jangka waktu yang cukup panjang, yakni dimulai sejak 16 September hingga 30 Desember 2019.
Adapaun ketentuan soal keringanan pajak tersebut sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 89 Tahun 2019 tentang Pemberian Keringanan Pokok Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atau BBNKB atas Penyerahan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Kedua Dan Seterusnya Tahun 2019.
Sementara untuk penghapusan sanksi tertuang di Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 90 Tahun 2019 tentang Pemberian Keringanan Pokok dan Penghapusan Sanksi Administrasi Piutang Pajak Daerah.
Punya Kendaraan Lebih Dari satu? Ini Cara Menghitung Pajak Progresif Kendaraan
Bagi orang yang memiliki lebih dari satu mobil atau satu motor, akan dikenakan pajak progresif kendaraan.
Tarifnya berbeda-beda di setiap wilayah dan setiap bertambahnya kendaraan, akan bertambah juga tarifnya.
Pajak progresif sudah diterapkan di Indonesia sejak beberapa tahun lalu.
Acuannya sendiri dilihat dari Kartu Keluarga (KK).
Jadi, meskipun beda nama pemilik, tapi jika masih dalam satu KK, maka akan dikenakan pajak progresif.
Di Jakarta, aturan tentang pajak progresif tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Sementara untuk Jawa Barat, aturan pajak progresif tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Untuk Jakarta, tarif kendaraan dikenakan kepemilikan pertama sebesar 2 persen.
Sedangkan di Jawa Barat, mulai dari 1,75 persen.
Lalu, untuk kepemilikan kedua dan seterusnya naik 0,5 persen.
Pajak progresif maksimal yang dikenakan adalah 10 persen, terhitung dari kepemilikan ke-17 dan seterusnya.
Besaran pajak progresif sangat mempengaruhi total pajak kendaraan yang harus dibayar.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) didapat dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) x koefisien x tarif pajak.
Mengutip dari situs Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat (Jabar), untuk kendaraan roda dan dan roda dua, koefisien dihitung 1 (satu).
Koefisien yang tinggi biasanya diberikan pada kendaraan yang bisa mengakibatkan kerusakan jalan atau pencemaran lingkungan yang lebih tinggi.
Jika, NJKB suatu kendaraan nilainya Rp 10 juta.
Maka, Rp 10 juta x 1 x 2 persen = Rp 200.000.
Jadi, total PKB yang harus dibayarkan untuk kendaraan pertama adalah Rp 200.000.
Untuk kendaraan kedua dan seterusnya tinggal mengubah tarif pajak progresifnya saja.
Jumlah yang didapat di atas belum termasuk Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dan biaya yang termasuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tertulis pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016. (Kompas.com/Donny Dwisatryo Priyantoro)