Dokumen BBC London Ungkap Bukan Soeharto Penggagas Serangan Umum 1 Maret, Tapi Sultan Hamengku Buwono IX
TRIBUNJAMBI.COM - Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta merupakan satu episode penting dalam sejarah revolusi Indonesia.
Serangan yang disebut digagas oleh
Berawal dari Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta, yang saat itu merupakan Ibukota Republik Indonesia.
Setelah kota Yogyakarta diduduki, Belanda berturut-turut berusaha menduduki kabupaten-kabupaten sekitar Kota Yogyakarta yaitu Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan akhirnya Gunung Kidul.
Serangan ini menjadi eksistensi Indonesia di tingkat internasional.
Serangan Umum 1 Maret 1949 membawa dampak yang sangat besar bagi pihak Indonesia yang sedang bersidang di Dewan Keamanan PBB.
Baca: Nasib Tak Terduga Cucu Soeharto, Ditipu Sampai Triliunan dan Rumah Tangganya Berantakan, Siapa Dia?
Baca: Begini Nasib Anak-anak Soeharto setelah Jokowi Menang Pilpres 2019, Rekam Jejak 2004 s/d Kini
Serangan ini menjadi bukti keberadaan dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB serta membuka mata dunia Internasional bahwa TNI tidak hancur seperti yang digembar-gemborkan Belanda.
Keadaan tersebut diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.
Siapa penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949 beberapa waktu sempat menjadi polemik.
Banyak diantara catatan sejarah menyebutkan Soeharto merupakan penggagas serangan spektakuler tersebut merupakan gagasan Soeharto.
Namun ada juga yang menyebutkan penggagas serangan tersebut adalah Sultan Hamengku Buwono IX.
Tribunjambi.com melansir tulisan Hariadi Saptono dari buku "Sepanjang Hayat Bersama Rakyat, 100 Tahun Sultan Hamengku Buwono IX terbitan Kompas, berdasarkan dokumen-dokumen asli yang dimiliki Arsip Nasional RI, semakin jelas penggagas Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX (almarhum).
Sebuah dokumen hasil wawancara mendiang Raja Yogyakarta dengan radio BBC London tahun 1980-an secara jelas mengatakan hal itu.
Dari wawancara itu juga terungkap peran mantan Presiden Soeharto, yang kompilasi itu masih berpanqkat Letnan Kolonel hanya sebatas sebagai pelaksana.
Yang pasti, penggagas Serangan Umum itu mendiang Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan bukan Pak Harto seperti yang diyakini pemerintah Orde Baru, "kata Kepala Arsip Nasional RI Dr. Muhklis Paeni dalam siaran pers di Gedung Arsip Nasional RI Jakarta, Jumat (10 Maret) 2000) petang.
Menurut Muhklis, gagasan mendiang Sri Sultan hendak mengadakan SU 1 Maret 1949 itu dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional, yakni menunjukkan kepada dunia internasional "denyut nadi" Republik Indonesia masih hidup.
Ide itu, jelas Muhklis, lalu didiskusikan dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan akhirnya dibahas.
Atas saran Jenderal Soedirman, Sri Sultan lalu menghubungi Letkol Soeharto soal ide itu dan membahas pengoperasiannya.
Meluruskan Sejarah
Sekretaris Pengendalian Pemerintahan / Pjs. Menteri Sekretaris Negara Bondan Gunawan ketika berada di Yogyakarta mengungkapkan hal serupa.
Dalam kaitan ini Ia menegaskan, karena dokumen otentik tentang peristiwa sejarah SU 1 Maret 1949 telah dimiliki, pemerintah melalui kepala Arsip Nasional RI akan "meluruskan" masalah ini.
Wawancara itu sendiri dilakukan BBC London ketika Sri Sultan selaku wakil presiden sedang berkunjung ke Inggris.
Adapaun menyangkut dokumen Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pihaknya belum bisa memberikan penjelasan, karena hingga kini dokumen itu belum jelas keberadaannya.
"Arsip Nasional sedang setengah mati mencarinya. Itu dalam proses," kata Bondan Gunawan.
Namun, di sisi lain Ia mengingatkan, catatan sejarah yang menyangkut Supersemar maupun SU 1 Maret harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, baru kemudian benar atau salah.
Baca: Viral, Usai Lepas Jilbab, Beredar Foto Salmafina Dikabarkan Pindah Agama, Ini Kata Sunan Kalijaga
Baca: PROBOSUTEJO Pegang 2 Senjata Kawal Ibu Tien Pulang, Pak Harto Rahasiakan Kejadian Sebenarnya
Adapun sikap pemerintah sikap pemerintah terhadap SU 1 Maret dan dan Supersemar tergantung rakyat.
"Setneg itu, kan, aparat pemerintah, dan pemerintah merupakan alat rakyat. Kalau rakyatnya mau begitu, ya jangan Anda menjauhkan Setneg dari rakyat, kata Bondan Gunawan.
Sultan HB IX Minta Laskar Rutin Latihan Perang
Melansir dari National Geographic, ketika pada bulan Januari 1946 Ibukota RI berpindah ke Yogyakarta, maka sebagai Raja Yogyakarta, Sultan HB IX harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan Presiden Soekarno dan semua stafnya.
Tidak hanya menjamin keamanan semua “rombongan Soekarno” Sultan HB IX bahkan mengeluarkan dana Keraton yang cukup besar untuk menjamin roda pemerintahan RI selama sekitar 4 bulan.
Sebagai penguasa Yogyakarta yang sedang dijadikan Ibukota Negara, Sultan HB IX juga merupakan panglima perang laskar-laskar perjuangan rakyat yang kemudian dibentuk.
Sebagai panglima perang, Sultan HB IX memiliki kepala staf yang sekaligus berperan sebagai orang intelijen, yakni Selo Soemardjan (kelak guru besar Sosiologi Fisip UI).
Untuk menggembleng laskar-laskar rakyat itu Sultan HB IX bersama pasukan RI (Tentara Keamanan Rakyat/TKR) di bawah pimpinan Panglima Besar Soedirman secara rutin menggelar latihan perang.
Suatu kali laskar-laskar pejuang rakyat bersama pasukan TKR berencana menggelar latihan umum yang rencananya akan berlangsung pada 19 Desember 1948.
Tapi pada hari itu pasukan Belanda ternyata melancarkan Agresi Militer II dan berakibat pada jatuhnya kota Yogyakarta (kecuali keraton) dan ditawannya Presiden Soekarno serta Wapres Moh Hatta.
Baca: Sosok Jenderal TNI Legenda Kopassus yang Sangat Dihormati Hendropriyono Awalnya Benci Berubah Hormat
Baca: Sembilan Perwira Muda Kopassus Dikirim Pertempuran, Pengalaman Tak Terduga Dapat Bintang Merah
Panglima Besar Soedirman dan pasukannya memilih berjuang di luar kota untuk melancarkan peperangan secara gerilya.
Tapi bagi Sultan HB IX peperangan secara gerilya meskipun membuat pasukan Belanda tidak berani keluar markas setiap malam tiba dan terpaksa memberlakukan jam malam belum bisa menarik perhatian internasional (PBB).
Oleh karena itu Sultan HB IX kemudian mencetuskan ide untuk menggelar serangan militer secara terkoordinasi dan melibatkan semua unsur kekuatan terhadap pasukan Belanda yang ada di kota Yogyakarta.
Sebagai panglima perang sekaligus raja, Sultan HB IX jelas memiliki pengalaman perang yang memadai.
Apalagi dia juga terlibat aktif dalam perjuangan revolusi 1945 dan pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Keamanan.
Maka ide Sultan HB IX untuk melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 pun langsung ditanggapi positif oleh Panglima Besar Soedirman dan kemudian dilaksanakan.
Serangan Umum 1 Maret akhirnya sukses dilaksanakan dan membuat militer Belanda makin kelabakan.
Pasalnya serangan spektakuler itu berhasil menarik perhatian internasional.
Atas campur tangan PBB, yang akhirnya memutuskan bahwa Agresi Militer II Belanda merupakan tindakan keliru karena dilakukan di negara yang sudah berdaulat.
Belanda kemudian disuruh PBB menarik mundur pasukannya dari Indonesia.
Langkah Sultan HB IX melalui ide Serangan Umum 1 Maret menunjukkan bahwa selain langkah diplomatik, tindakan berupa peperangan ternyata masih diperlukan untuk mempertahankan kemerdekaan RI.