11 Tahun Meninggalnya Soeharto, Kisahnya Usai Lengser, Dijauhi hingga Menteri Membangkang
TRIBUNJAMBI.COM - Tepat 11 tahun meninggalnya Presiden ke-2 RI, Soeharto, peziarah di Astana Giribangun yang berada di Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar tak seramai biasanya.
Kini 11 tahun sudah menandai kepergian Bapak Pembangunan, Soeharto yang tepat Pada Minggu (27/1/2019).
Datangnya musim penghujan di beberapa wilayah Jawa Tengah terutama wilayah Karanganyar, disinyalir menjadi faktor berkurangnya jumlah peziarah.
Baca: Kami Telah Berjuang, Kami Kesulitan Tinggal di Hutan, Mantan Kombatan OPM Berbalik ke Indonesia
Baca: Selalu Dikelilingi Wanita Cantik Namun Agustianne Marbun yang Bisa Bikin Hotman Paris Bertekuk Lutut
"Mungkin karena kendala cuaca, otomatis yang takziah berkurang. Selain itu, juga tidak bertepatan dengan musim takziah dan libur nasional," terang Security Astana Giribangun, Tarno kepada Tribunjateng.com, Minggu (27/1/2019) pukul 16.45.
Hingga menjelang petang jumlah pengunjung (peziarah) tercatat sejumlah 729 orang.
Tarno mengungkapkan, jumlah tersebut merupakan jumlah paling sedikit yang berziarah pada hari libur. Apabila cuaca terang dan bertepatan dengan musim takziah atau hari libur nasional, biasanya yang datang berziarah itu sekitar 2500 hingga 3000 orang.
Para peziarah berasal dari beberapa wilayah di Pulau Jawa seperti Jombang, Temanggung, Semarang, Jepara, Gunung Kidul dan lain-lain.
Namun ada juga yang berasal dari luar Pulau Jawa, seperti Bengkulu dan Bangkalan Madura.
Bagi para pengunjung yang ingin berziarah, biasanya mereka mengurus Surat Izin Ziarah terlebih dahulu di tempat penerimaan tamu.
Selain itu, para pengunjung cukup memasukan infaq seikhlasnya atau sukarela.
Adapun aturan pakaian yang harus diperhatikan tatkala ingin berziarah. Para pengunjung diharuskan berpakaian rapi dan mengenakan celana panjang.
Akan tetapi apabila para pengunjung ada yang mengenakan celana pendek, di pintu masuk utama juga sudah disediakan sarung atau celana panjang.
Seusai berziarah, para pengunjung juga dapat membeli oleh-oleh berupa kaos bergambar Presiden ke-2 RI, Soeharto di sekitaran Astana Giribangun. (Tribunjateng.com)
Baca: Kami Telah Berjuang, Kami Kesulitan Tinggal di Hutan, Mantan Kombatan OPM Berbalik ke Indonesia
Bagaimana Kisah Presiden Soeharto Usai Lengser?
Kesedihan Soeharto usai lengser, dijauhi, menteri membangkang, uang gambar mertua Prabowo Subianto tersebut pun tak laku.
Lengser dari kursi Presiden Indonesia pada 21 Mei 1998 tak banyak orang yang tahu apa yang dilakukan Soeharto setelah tak lagi jadi presiden.
Soeharto menjabat Presiden RI selama 32 tahun.
Masa yang lama bagi seorang Presiden untuk berkuasa.
Saat tengah memimpin tak ada yang berani menentang Soeharto.
Sosoknya yang bertangan dingin membuat dirinya sangat ditakuti.
Namun, krisis moneter pada tahun 1998 dan demonstrasi mahasiswa serta rakyat di berbagai wilayah Indonesia menuntut Soeharto mundur, membuat "The Smilling General" memilih mengundurkan diri.
Saat dirinya harus menanggalkan kekuasaan, tak ada yang mau mendekat kepadanya.
Bahkan orang-orang yang dulu selalu berada di sampingnya semua menjauh.
Para menterinya membangkang.
Soeharto ditinggal oleh orang-orang yang dulu dekat dengannya.
Orang-orang yang dulu datang kepadanya, satu persatu mulai meninggalkannya.
Bahkan orang-orang kepercayaannya juga tak lagi mendatanginya.
Kesepian dirasakan oleh Soeharto yang dulu digelari Bapak Pembangunan ini jelang pengumuman pengunduran dirinya.
Soeharto mesti menghadapi saat-saat berat dalam hidupnya sendirian.
Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak terhadap internal kabinet.
Rakyat menginginkan reformasi dan mendesak Soeharto untuk mundur.
Soeharto pun membentuk Kabinet Reformasi, namun ternyata 14 menteri menyatakan untuk tidak bersedia.
Soeharto yang menerima kabar itu pada 20 Mei pun terpukul.
Uang Gambar Soeharto Tak Laku
Sejak Presiden Soeharto lengser segala hal yang berhubungan dengan Bapak Pembangunan itu memang tak laku.
Bukan hanya para pejabat negara yang berusaha menjauhkan hubungannya dengan orang yang berkuasa di Indonesia selama 32 tahun.
Namun, uang pecahan Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto pun tak laku, bahkan dijauhi masyarakat.
Hal ini dituliskan secara menarik oleh Kompas yang terbit pada 31 Agustus 2000, dua tahun setelah Soeharto jatuh.
Dalam artikel itu digambarkan pedagang hingga pegawai kafe ogah dibayar atau menerima tips uang bergambar Soeharto.
Di wilayah Palmerah Barat, misalnya, seorang pedagang nasi tak mau dibayar pelanggannya dengan uang emisi tahun 1993 atau 1995 itu.
Pedagang nasi itu minta pelanggannya membayar memakai uang lain atau pecahan lain.
"Kalau gambar Soeharto beginian udah kagaklaku lagi. Di mane-mane juga ditolak," kata pemilik warung nasi.
Ogah sial
Saat artikel itu ditulis, uang itu memang sudah ditarik Bank Indonesia sejak 21 Agustus 2000.
Namun, masa penarikan berlaku 10 tahun. Artinya, uang itu baru benar-benar tak dapat digunakan sebagai alat transaksi pada 20 Agustus 2010.
Namun, tetap saja warga menolak menerima uang itu.
Hal yang sama juga terlihat di kawasan hiburan di Jalan Manggabesar.
Di sebuah coffee shop yang digabung dengan usaha pijat, kasir menolak pembayaran dengan menggunakan uang Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto.
Tidak hanya itu, bahkan terdapat pengumuman di loket, "Tidak menerima pembayaran pakai uang bergambar Soeharto".
Para pramuria juga enggan menerima tips dari pengunjung dengan uang yang juga memiliki gambar pembangunan Indonesia itu.
Tak jarang hal ini menyebabkan pertengkaran mulut kasir atau pramuria dengan pengunjung.
"Alah, kalian, kan, bisa nukerin uang ini di bank. Jangan mempersulit pengunjung dong," ujar seorang pengunjung.
Namun, tetap saja tidak ada yang bersedia menerima uang pecahan Rp 50.000 itu.
"Saya kalau memegang uang Soeharto jadi sial," ujar seorang pramuria.
Tak Mau Repot
Penolakan yang sama juga dilakukan pedagang televisi yang berjualan di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Mereka bahkan rela membatalkan transaksi jika pembeli hanya memiliki uang bergambar Soeharto.
Meski begitu, alasan pedagang di Glodok ini lebih masuk akal. Mereka tidak mau repot untuk menukarkannya ke Bank Indonesia.
Selain itu, para pembeli juga banyak yang tidak mau menerima kembalian uang bergambar "The Smiling General" itu.
Hal ini tentu saja merepotkan calon pembeli. Apalagi, banyak dari mereka yang tidak tahu kalau uang itu akan ditolak.
Peringatan 25 Tahun Pembangunan
Bank Indonesia sendiri memiliki alasan saat kali pertama mengeluarkan uang itu pada 22 Februari 1993. Dilansir dari Kompas terbitan 23 Februari 1993, uang itu dirilis untuk memperingati 25 tahun Indonesia membangun.
Gambar Soeharto tersenyum berada di satu sisi.
Gambar pesawat Garuda lepas landas dengan latar belakang Bandara Soekarno Hatta berada di sisi lainnya. Terdapat juga watermark bergambar Jenderal Sudirman agar uang tidak mudah dipalsukan.
Bahan yang digunakan dalam uang itu adalah plastik atau polymer substrate. Ini merupakan uang plastik pertama yang dikeluarkan di Indonesia, dengan teknologi pencetakan dari Australia.
Dengan menggunakan bahan plastik, masa edar akan lebih lama ketimbang uang kertas. Uang tidak akan mudah lusuh, dan gambar yang tercetak lebih bagus serta lebih tajam.(Tribunjambi.com)