TRIBUNJAMBI.COM - Buku 'Pak Harto, The Untold Stories'mengungkap perjalanan hidup mantan presiden RI Soeharto hingga akhir hayatnya.
Banyak hal yang selama ini misteri, terkuak di buku tersebut.
Meninggalnya Presiden RI Kedua Soeharto, bagi sebagian orang tentu meninggalkan duka yang mendalam.
Tidak terkecuali Sukirno yang merupakan juru kunci makam keluarga Soeharto di Astana Giribangun.
Sukirno sendiri memiliki pengalaman yang tak bisa dilupakannya saat menjadi saksi penggalian makam Soeharto tahun 2008 silam.
Itu seperti yang diceritakannya pada buku tersebut.
Dalam buku itu, sebelum menggali makam Soeharto, sejumlah persiapan pun telah dilakukannya.
Di antaranya mengadakan rapat yang dihadiri oleh Rina yang saat itu menjadi Bupati Karanganyar, Muspida, serta mantan Bupati Wonogiri, Begug Purnomosidi.
Menurut Sukirno, penggalian itu dilakukan pada hari Minggu Wage.
Cuaca di sekitar istana dirasanya sangat redup.
Padahal, saat itu hari masih siang. Soeharto dan keluarga
"Matahari entah bersembunyi di mana tetapi udara tidak terasa panas seperti kalau cuaca sedang mendung. Juga tidak ada awan. Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan hujan atau gerimis," kata Sukirno dalam buku itu.
Pukul 15.30 WIB, mereka pun duduk mengelilingi tanah makam yang akan digali.
Tidak hanya itu, upacara Bedah Bumi juga mereka laksanakan.
Mereka juga berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Upacara kecil itu merupakan permohonan izin kepada Tuhan yang Maha Kuasa, agar arwah Bapak HM Soeharto yang sangat kami cintai dikaruniai tempat yang terbaik. Kami juga meminta kepada Tuhan agar pekerjaan kami lancar dan selamat," ujar Sukirno.
Usai berdoa, penggalian pun dilakukan. Awalnya, tak ada yang aneh pada penggalian makam tersebut.
Hujaman linggis yang pertama, dan kedua masih berjalan normal.
Namun, pada hujaman yang ketiga, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras.
"Tepat pada hantaman linggis yang ketiga kali, tiba-tiba duaarrr!! Terdengarnya suara ledakan itu, membuat mereka saling berpandangan.
Mereka juga berusaha menerka dari mana asal suara keras tersebut.
"Bukan seperti bunyi petir, lebih mirip dengan kalau sebuah bom besar meledak di atas cungkup Astana Giribagun. Dan kami semua terdiam karena kenyataannya tidak ada yang porak-poranda," sambung Sukirno.
Selain itu, seusai peristiwa ledakan itu, sama sekali tidak ada benda yang bergeser dari tempatnya sebagai akibat bunyi ledakan keras tersebut.
Terkait ledakan tersebut, Begug Purnomosidi yang saat itu menjadi Bupati Wonogiri mengatakan, ledakan itu merupakan isyarat.
"Alhamdulillah, ini mengisyaratkan bahwa Pak Harto benar-benar orang besar. Bumi mengisyaratkan penerimaannya terhadap jenazah beliau," ucap Begug menengahi keheningan.
Selanjutnya, penggalian itu dilakukan Sukirno dengan hati sedih.
"Saya melanjutkan penggalian makam dengan hati yang sedih. Tidak mungkin lagi berebut cerutu bekas isapan Pak Harto, yang kemudian saya nikmati di depan teman-teman yang memandang dengan iri," ujar Sukirno.
Soeharto kumpulkan seluruh anaknya
Dalam sejarah Indonesia, Soeharto bisa dicatat sebagai seseorang yang menjadi presiden terlama.
Sebab, Soeharto berkuasa di Indonesia selama 32 tahun.
Namun, kekuasaan Soeharto jatuh pada tahun 1998. Itu setelah munculnya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Bulan Mei 1998 pun akhirnya memiliki catatan penting bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Sebab, saat itu Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.
Belakangan, alasan sebenarnya pengunduran diri Soeharto sebagai seorang presiden pun diungkap sang anak, Siti Hediati Hariyadi Soeharto, atau yang biasa disapa Titiek Soeharto.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Sukarno, diikuti Mayjen Soeharto mengumumkan Surat Perintah Sebelas Maret di Istana Bogor.
Titiek mengungkapkannya dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories" tahun 2012.
Dalam buku itu, Titiek mengungkapkan, sebelum mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden, Soeharto memanggil seluruh anaknya.
Saat itu, dia mengatakan memutuskan akan mengundurkan diri dan berhenti dari jabatannya sebagai seorang presiden.
Keputusan itu akan diumumkannya pada keesokan harinya.
Satu di antara alasan yang disampaikan Soeharto karena kondisi Indonesia saat itu sudah semakin kacau.
"Karena keadaan sudah semakin kacau dan saya tidak mau terjadi pertumpahan darah di antara sesama rakyat Indonesia, saya sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dan berhenti dari jabatan saya sebagai presiden. Dan besok akan saya umumkan,"kata Titiek menirukan ucapan Soeharto.
Mendengar jawaban itu, seketika seluruh anaknya terdiam.
Termasuk Titiek juga ikut terdiam.
Sesaat kemudian, Titiek bertanya kepada Soeharto.
"Apakah Bapak sudah yakin pada keputusan yang akan bapak ambil itu?" tanya Titiek.
Mendapat pertanyaan itu, Soeharto hanya menjawab pendek.
"Biarlah nanti sejarah yang akan membuktikan apa yang sudah Bapak dan Ibumu lakukan untuk negara dan bangsa ini," jawab Soeharto saat itu.
Pembangunan nisan Mantan Presiden Soeharto di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar. (*)