Sekda Berikan Kesaksian Atas Kasus Perumahan PNS Sarolangun, Ini Katanya

Penulis: Mareza Sutan AJ
Editor: Nani Rachmaini
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekda Sarolangun berikan kesaksian atas Kasus Perumahan PNS Sarolangun. (22/10/2018).

Laporan Wartawan Tribunjambi.com, Mareza Sutan A J

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi perumahan PNS di Kabupaten Sarolangun kembali digelar, Senin (22/10/18). Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Edi Pramono itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima orang saksi.

Di antaranya, Thabroni Rozali selaku Sekda Kabupaten Sarolangun, Irmayanti selaku ketua KPN Pemkasa, Ahmad Effendi selaku Sekretaris KPN Pemkasa, Teti Kartika Sunansih selaku Bendahara KPN Pemkasa, dan Syahrit Tanzil selaku notaris.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi itu, Thabroni Rozali diperiksa lebih dulu.

Dalam keterangannya, dia menyampaikan, harga jual tanah Rp 5 ribu per meter yang dibebaskan merupakan nilai yang wajar.

"Karena memang segitu harga di sekitar sana," katanya.

Sepengetahuannya, pembangunan kompleks perumahan PNS tersebut mulai dibangun pada 2002. Dia bilang, proyek tersebut pernah diagunkan di Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), sebelum diagunkan di Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Muamalat.

Saat dilakukan perjanjian kredit, kata dia, M Madel menjabat sebagai bupati, sementara Hasan Basri Harun (HBH) sebagai Sekda. Namun dia tidak tahu pasti siapa yang menandatangani kerja sama dan pemecahan sertifikat.

"Waktu itu saya Camat di Pauh. Bupatinya Pak Madel, sekdanya Pak HBH. Tapi saya tidak tahu, siapa yang menandatangani perjanjian kredit dan pemecahan sertifikat itu," katanya.
Pada 2012, menurut Thabroni, Koperasi Pegawai Negeri (KPN) tidak berjalan, sehingga dibentuklah pengurus baru.

"Cara pemilihan ketua, kita undang semua pegawai, tapi tidak semua yang datang. Tujuannya, tanda tangan kerja sama dalam melanjutkan pembangunan perumahan dengan PT NUA," terangnya.

Selanjutnya, dia hanya mengetahui adanya temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2014 atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2013. Karena temuan tersebut, pembangunan tidak dapat dilanjutkan.

"Rekomendasi dari BPK, (kerugian negara) dikembalikan," katanya.

Atas dasar itu, sebutnya, dia sempat mengajak Ade Lesmana Syuhada selaku Direktur Utama PT NUA untuk mengembalikan kerugian tersebut.

"Sempat saya pancing Pak Ade untuk membayar, tapi ya, begitulah," dia bilang.

Dia menyampaikan, pembangunan kompleks perumahan itu sempat mau dilanjutkan ketika kredit dari Bank BTN lunas dan beralih ke Bank Muamalat. Namun, dia belum melihat kelanjutan pembangunan tersebut. Bahkan, dikatakannya, hingga saat ini sertifikat tanah yang diagunkan tersebut masih ada di Bank Muamalat.

"Sertifikat tanah masih di bank Muamalat," sebutnya.

Yang dia tahu, pembangunan kompleks perumahan itu saat ini masih mangkrak.
Sidang tersebut akan kembali digelar pada Kamis (25/10/18) masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Kasus ini menjerat tiga terdakwa, di antaranya M Madel selaku mantan Bupati Sarolangun, Joko Susilo selaku mantan Ketua Koperasi Pemkasa dan Ferry Nursanti selaku rekanan.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan hasil penghitungan kerugian daerah nomor 2/LHP-PKM/XVIII.JMB/8/20!6 tanggal 3 Agustus 2016 dari BPK RI perwakilan provinsi Jambi tentang Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Daerah atas pengalihan hak atas tanah Pemerintah Kabupaten Sarolangun kepada Koperasi Pegawai Negeri Pemkasa pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun, tahun anggaran 2005 yang menyatakan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 12.956.240.172.

Perbuatan ketiga terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Secara subsidair, perbuatan ketiga terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini turut menyeret sejumlah nama, di antaranya Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Sarolangun, Hasan Basri Harun (HBH), dan Ade Lesmana Syuhada.

Diberitakan sebelumnya, kasus perumahan PNS Sarolangun merupakan pembangunan rumah 600 unit sesuai perencanaan. Namun, yang terealisasi hanya 60 rumah. Temuan BPK (Badan Pemetiksa Keuangan) menemukan adanya dugaan korupsi pada pelepasan hak atas aset berupa tanah milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun yang luasnya 241.870 meter persegi dengan nilai Rp12,09 miliar.
(cre)

Berita Terkini