Fenomena Langka! Matahari Tepat di Atas Kabah Senin Sore 12 Ramadhan, Umat Islam Lakukanlah Hal Ini

Editor: bandot
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNJAMBI.COM - Fenomena alam langka bakal terjadi sore ini, Senin (28/5/2018).

Matahari akan tepat berada di atas Kabah, kiblat seluruh umat muslim di dunia.

Fenomena ini disebut juga Rashdul kiblat.

Matahari akan melintas tepat di atas Ka'bah pada 11 dan 12 Ramadan atau Minggu (27/5/2018) dan Senin (28/5/2018).

Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah maka umat Islam yang berada jauh dan berbeda waktu tidak lebih dari 5 atau 6 jam dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari.

Berdasarkan data astronomi bahwa pada hari Senin tanggal 28 Mei 2018 pukul 16:18 WIB I 17:18 WITA pada saat itu posisi matahari tepat berada di titik zenit kota Mekah, matahari melintas tepat di atas Ka’bah, sehingga bayang-bayang suatu benda yang berdiri tegak lurus dimana saja akan mengarah lurus ke Ka’bah.

Baca: 8 Peristiwa Bersejarah di Bulan Ramadan, Penaklukan Makkah Hingga Mujizat Perang Badar

Umat Islam dapat menjadikan kesempatan ini untuk kembali mengecek arah kiblat.

Peristiwa alam ini terjadi pada pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA.

"Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana saja, akan mengarah lurus ke Ka'bah," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Juraidi.

Dia mengatakan peristiwa ini dikenal dengan nama Istiwa A'dham atau Rashdul Qiblah, yaitu waktu matahari di atas Ka'bah di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk arah kiblat.

"Momentum ini dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arab kiblatnya," kata Juraidi dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Jumat (25/5/2018).

Baca: Maghfiroh! Keutamaan 10 Hari Kedua Ramadhan, Perbanyaklah 4 Ibadah Ini Untuk Ampunan Allah SWT

Ujar dia, caranya dengan menyesuaikan arah kiblat dengan arah bayang-bayang benda pada Rashdul Qiblah.

Rashdul kiblat adalah ketentuan waktu di mana benda yang terkena sinar matahari mengarah ke arah kiblat.

Teknik penentuan arah kiblat menggunakan Rashdul Kiblat sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah.

Alasannya karena teknik ini cukup sedehana.

Untuk melakukannyapun hanya memerlukan sebilah tongkat dengan panjang lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar matahari atau bisa juga menggunakan sebuah bandul yang digantungkan.

Pada tanggal dan jam saat terjadinya Rashdul Kiblat tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat.

Karena di negara kita perrashdul kiblatnya terjadi pada sore hari maka arah bayangan tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke arah Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar.

Cukup sederhana dan tidak memerlukan keterampilan khusus.

Jika gagal melakukan pengamatan karena matahari terhalang oleh mendung maka masih diberi toleransi penentuan dilakukan pada H+1 atau H+2.

Penentuan arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk daerah-daerah yang pada saat peristiwa Rashdul Kiblat dapat melihat secara langsung matahari dan untuk penentuan waktunya menggunakan konversi waktu terhadap Waktu Mekah.

Sementara untuk daerah lain di mana saat itu matahari sudah terbenam misalnya wilayah Indonesia bagian Timur praktis tidak dapat menggunakan teknik ini.

Baca: Peristiwa Rashdul Qiblah, Ini Langkah-langkah Untuk Menentukan Kiblat

Sedangkan untuk sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah barangkali masih dapat menggunakan teknik ini karena posisi matahari masih mungkin dapat terlihat.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses verifikasi arah kiblat, yaitu :

1. Pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau pergunakan Lot atau Bandul.

2. Permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata.

3. Jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom.

Peristiwa Setahun Dua Kali

Dikutip dari Nu Online Rashdul qiblat hanya terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 28 Mei (atau 27 Mei di tahun kabisat) sekitar pukul 16.18 WIB dan 16 Juli (atau 15 Juli di tahun kabisat) sekitar pukul 16.27 WIB.

Jam-jam tersebut merupakan waktu dzuhur untuk kota Makkah.

Setidaknya ada dua cara mudah untuk menentukan arah kiblat ketika matahari melintas persis di atas Ka’bah.

Pertama, dilakukan di dalam masjid/mushala yang terdapat jendela di bagian mihrabnya.

Di Indonesia, karena terjadi pada sore hari maka arah sinar menuju ke timur.

Bila cahaya matahari yang masuk lewat jendela mihrab segaris dengan kiblat masjid/mushalla, maka artinya kiblat rumah ibadah itu sudah tepat.

Cek Arah Kiblat ()

Namun, bila melenceng, serong ke kanan atau ke kiri, artinya patut diluruskan dengan garis semburat cayaha tersebut.

Kedua, dilakukan di luar ruangan yang memungkinkan kontak langsung cahaya matahari.

Yang dibutuhkan adalah bayangan dari benda tegak lurus saat rashdul qiblat berlangsung.

Benda tersebut bisa terdiri dari tongkat lurus yang ditegakkan severtikal mungkin, atau benang tebal yang dibebani bandul dan menggantung di atas kayu penyangga.

Garis yang ditarik dari ujung bayangan ke pangkal benda (ke arah barat sedikit serong ke utara) adalah arah kiblat yang akurat.

Lembaga Falakiyah PBNU mengingatkan, secara geografis/astronomis, kota Mekkah terletak di 39o49’34” LU dan 21o25’21” BT. Dari Indonesia, koordinat ini berada pada arah barat laut dengan derajat bervariasi antara 21o-27o menurut koordinat (garis lintang dan garis bujur) masing-masing daerah.

Syarat Sahnya Salat

Jumhur atau mayoritas ulama bersepakat bahwa menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya umat Islam dalam menunaikan sembahyang.

Artinya, mengabaikan urusan ini berpotensi merusak keabsahan shalat secara keseluruhan.

Menghadap persis ke bangunan fisik Ka’bah tentu mudah bagi orang-orang yang berada di Masjidil Haram dan sekitarnya.

Tapi tidak demikian bagi orang-orang yang berada di luar Arab Saudi. Butuh pengetahuan khusus atau peralatan tertentu untuk bisa pada kesimpulan telah benar-benar persis menghadap bangunan Ka’bah.

Kecuali Imam Sayfi’i, mayoritas madzhab fiqih berpandangan bahwa umat Islam cukup menghadap arah kiblat (jihah)—tidak harus persis ke bangunan Ka’bah.
Namun, ulama dari kalangan madzhab Syafi’i, Abdurrahman Ba’alawi, dalam Bughyah al-Mustarsyidin berpendapat boleh sekadar menghadap arah Ka’bah (jihatul ka’bah) bila seseorang tidak mengetahui tanda-tanda letak geografis persis Ka’bah.

مَحَلُّ اْلإِكْتِفَاءِ بِالْجِهَّةِ عَلَى الْقَوْلِ بِهِ عِنْدَ عَدَمِ الْعِلْمِ بِأَدِلَّةِ الْعَيْنِ إِذِ الْقَادِرُ عَلَى الْعَيْنِ إِنْ فُرِضَ حُصُوْلُهُ بِاْلإِجْتِهَادِ لاَ يُجْزِيْهِ اسْتِقْبَالُ الْجِهَّةِ قَطْعًا وَمَا حَمَلَ الْقَائِلِيْنَ بِالْجِهَّةِ ذَلِكَ إِلاَّ كَوْنُهُمْ رَأَوْا أَنَّ اسْتِقْبَالَ الْعَيْنِ بِاْلإِجْتِهَادِ مُتَعَذِّرٌ.

“Cukup menghadap arah (Ka’bah ke barat saja, misalnya) adalah saat tidak mengetahui tanda-tanda keberadaan bentuk fisik Ka’bah (a’inul Ka’bah). Orang yang mampu mengetahui Ka’bah bila diandaikan bisa dihasilkan dengan berijtihad, maka ia tidak cukup menghadap arah saja secara pasti (tanpa khilafiyah). Tidak ada yang mendorong ulama yang membolehkan menghadap ke arah Ka’bah melainkan mereka memandang bahwa menghadap Ka’bah dengan berijtihad itu sulit dilakukan. (Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M)], h. 39-40)

Dalam konteks zaman sekarang, perkembangan teknologi sangat membantu untuk menentukan arah kiblat, bahkan pada titik koordinat keberadaan Ka’bah yang akurat.

Berbagai fasilitas seperti GPS, kompas, theodolit, dan sejumlah aplikasi di android seyogianya dimanfaatkan untuk usaha pencarian posisi kiblat yang tepat.

Dengan berbagai kemudahan ini, keterbatasan pengetahuan untuk mengetahui posisi Ka’bah bisa diminimalisasi. Wallahu a’lam.

Berita Terkini