TRIBUNJAMBI.COM- Sebuah laporan baru mengatakan militan Somalia, al-Shabab memaksa masyarakat pedesaan untuk menyerahkan anak-anak berusia 8 tahun untuk diindoktrinasi dan mengikuti pelatihan militer.
Dilansir dari VOA pada Selasa (16/1/2018), Human Right Watch mengatakan al-Shabab membawa anak-anak untuk mengikuti wajib militer setelah menundukkan orangtua dan guru di sekolah.
Kampanye kelompok tersebut berfokus pada kawasan Teluk di Somalia barat daya.
Di sana masyarakat telah dilanda kekeringan dan konflik bertahun-tahun, menurut laporan dari kelompok hak asasi internasional.
Baca: 14 Orang Ditemukan Tewas di Hutan, 22 Orang Ditahan Polisi Akibat Kasus Tersebut
Baca: Geger! 13 Bersaudara Dirantai dan Dikunci Orangtuanya Dalam Kamar Kotor, Saat Ditemukan Kondisinya
Baca: Miris, Gara-gara Hal Ini Warga Serang Satwa Liar, Tujuh Gajah Ditemukan Mati!
Kampanye yang dilakukan al-Shabab ini pertama kali dilaporkan oleh dinas Somalia pada September 2017.
"Desa yang diserang adalah daerah yang telah terkena kekeringan, sangat miskin, berjuang untuk bertahan hidup," kata Laetitia Bader.
Hal ini mungkin yang menjadi alasan al-Shabab memilih penduduk di wilayah ini untuk di rekrut.
Seorang peneliti Afrika senior di Human Rights Watch (HRW) berhasil mewawancarai keluarga yang terkena dampak kampanye yang dimulai pada akhir September 2017 itu.
Bader mengatakan dalam beberapa insiden, militan al-Shabab telah membawa paksa anak-anak langsung dari sekolah.
Di tempat lain, kelompok tersebut mengambil ketua adat setempat untuk disandera dan menolak untuk melepaskan mereka sampai desa setuju untuk menyerahkan sejumlah anak.
Dalam satu insiden, pejuang al-Shabab memukul seorang guru setelah dia menolak menyerahkan murid-muridnya.
Seorang guru mengatakan bahwa ketika para militan datang, siswa mulai menangis dan mencoba melarikan diri dari kelas.
Namun para militan berhasil menghalangi dan menghukum mereka.
"Mereka mencambuk anak laki-laki berusia 7 tahun yang mencoba melarikan diri," gurunya memberi tahu HRW.
HRW mengatakan ratusan anak telah terpengaruh.
Di satu desa saja, al-Shabab menculik setidaknya 50 anak laki-laki dan perempuan dari dua sekolah di dekat kota Burhakaba dan membawa mereka ke Bulo Fulay dimana kelompok militan tersebut menjalankan sekolah dan fasilitas pelatihan utama.
Kampanye tersebut telah mendorong ratusan anak untuk melarikan diri dari wilayah yang dikuasai Al-Shabab.
"Satu-satunya pilihan satu komunitas untuk melindungi anak-anak mereka dari perekrutan adalah mengirim mereka ke kota-kota yang dikuasai pemerintah," kata Bader.
Ini bukan kali pertama al-Shabab dituduh merekrut anak-anak.
"Kami telah melihat di masa lalu anak-anak yang sangat muda dikirim ke garis depan, beberapa anak berumur 9 tahun, sangat banyak digunakan sebagai makanan meriam, tepat di garis depan selama pertempuran di Mogadishu 2010 dan 2011 dan lebih baru ini serangan besar-besaran di Puntland pada 2016, "kata Bader.
Rencana jangka panjang Al-Shabab, kata Bader, adalah untuk melatih setidaknya beberapa dari mereka sebagai pejuang.
"Apa yang tampaknya menjadi bagian dari kampanye ini adalah membuat anak-anak ini pergi ke madrasah yang dikelola al-Shabab, mengendalikan madrasah mereka, untuk memasukkan mereka melalui sistem pendidikan mereka," katanya.
"Dalam beberapa kasus, ada hubungan anak-anak yang tumbuh di sekolah-sekolah ini dan kemudian dikirim ke pelatihan militer.Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak mendapat campuran indoktrinasi dan pelatihan militer dasar," tambahnya.
(Tribunnews/ Rika Apriyanti)