Tanya: maaf ustadz, saya di Kuala Tungkal sangat sering jika berwudhu sangat tercium aroma air yang bercampur tanah atau lumpur, bahkan maaf-maaf menurut saya seperti bau comberan. Apakah air tersebut bercampur najis dan apakah saya sah menggunakan air tersebut? (Heri 081367782xxx)
Jawab:
Indikator najis sudah ditetapkan oleh para ulama, yakni ada tiga, yaitu warna, bau dan rasa. Untuk menguji air yang berubah warna karena najis bisa dilihat kalau air itu nampak perubahan yang berwarna khas najis, maka air itu memang najis.
Indikator yang kedua adalah bau atau aroma. Selama ada bau najis pada suatu benda, maka benda itu boleh dibilang terkena najis. Tapi kalau bau itu tidak tercium, maka benda itu tidak bisa dibilang terkena najis.
Indikator ketiga adalah rasa atau taste, tempatnya di lidah, bukan di hati. Itulah makna yang sesungguhnya tentang rasa najis. Silahkan dijilat dan dicicipi, apakah terasa sebagai rasa najis atau bukan. Kalau rasanya tidak menunjukkan indikasi benda najis, mengapa harus dibilang najis? Jadi selama suatu benda tidak memiliki rasa, warna dan aroma najis, kita tidak bisa menghukuminya sebagai benda yang terkena najis.
Hal yang dibedakan antara najis dan kotor. Sebuah benda yang kena najis pasti kotor sedangkan sesuatu yang kotor belum tentu najis. Sebagai contoh ketika anda kencing dan ternyata di bagian celana anda terkena sedikit percikan air seni maka celana anda menjadi najis dan kotor meskipun kelihatannya tidak begitu kotor tapi ia tidak boleh lagi digunakan untuk shalat.
Nah di sisi lain celana anda terkena tanah yang menempel saat anda mengendarai motor atau anda duduk di aspal atau pasir, secara lahiriah anda mengatakan itu kotor tapi ‘kotor’ yang dimaksud di sini tidak menghalangi untuk shalat. Jadi kembali kepada pertanyaan anda, air yang beraroma tanah tidaklah najis atau kotor karena tanah bukanlah sesuatu yang najis, maka bisa digunakan untuk bersuci.
Ustaz Zakaria Ansori