3 Aktivis Sumut Jalan Kaki Cari Keadilan

Breaking News - Jalan Panjang 3 Aktivis Sumut Menuju Jakarta Cari Keadilan

Kacak Alonso bersama dua rekannya, Rudi Bakti dan Rian tiba di Jambi. Mereka jalan kaki menuju Jakarta untuk bertemu Presiden Pravowo

|
Penulis: Rifani Halim | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Rifani Halim
AKSI JALAN KAKI - Tiga aktivis Sumatera Utara jalan kaki ke Jakarta untuk bertemu presiden. Kini tiba di Kota Jambi, Jumat (22/8/2025). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Siang terik di Jalan Mayor Marzuki, Kelurahan Kenali Asam Bawah, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi, Jumat (22/8/2025), langkah tiga pejalan kaki berhenti sejenak.

Mereka adalah Kacak Alonso bersama dua rekannya, Rudi Bakti dan Rian. Dengan membawa tas, angkong, dan tenda sederhana, ketiganya melanjutkan perjalanan panjang dari Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, menuju Jakarta.

“Nama saya Kaca Alonso. Kami berangkat dari Kota Tanjung Balai Asahan. Sudah lebih kurang 20 hari perjalanan, dan hari ini baru sampai di Jambi,” kata Alonso dengan wajah letih.

Menurutnya, perjalanan jauh itu bukan sekadar aksi berjalan kaki. Di setiap kabupaten dan kota yang mereka lalui, selalu mereka pasang bendera merah putih.

“Kami ingin memberitahu seluruh masyarakat bahwa ada hukum di negeri ini yang tidak baik-baik saja. Kami juga berharap bisa bertemu langsung dengan Bapak Presiden Prabowo, Bapak Kapolri, dan anggota DPR RI. Karena bagi kami, merekalah ayah kandung bangsa ini,” ujarnya.

Alonso mengaku perjalanan tersebut dipicu oleh pengalaman pribadinya. Ia merasa diintimidasi oleh seorang perwira polisi berpangkat Kompol berinisial DK yang bertugas di Polda Sumatera Utara.

Semua bermula dari video penangkapan terduga pelaku narkoba yang beredar, yang memperlihatkan dugaan kekerasan oleh oknum polisi.

“Ketika saya share di grup WhatsApp, dia tidak terima. Saya langsung diintimidasi, disuruh pilih mau jadi saksi atau tersangka. Padahal saya sudah minta maaf, sudah datang ke Polda, sudah buat klarifikasi, bahkan video permintaan maaf. Tapi tetap saya dilaporkan. Saya merasa psikis saya terganggu, aktivitas sehari-hari ikut hancur gara-gara kasus ini,” jelasnya.

Laporan terhadap dirinya kini masih di tingkat SPKT. Namun, Alonso menilai tindakan tersebut adalah bentuk pembungkaman aktivis yang menyuarakan ketidakadilan.

“Apakah dengan melaporkan rakyat kecil bisa bikin naik pangkat? Kami tidak terima. Ini jelas membungkam kebebasan berpendapat. Padahal di undang-undang sudah dijamin rakyat bebas menyampaikan pendapat di muka umum,” tegasnya.

Dalam perjalanannya, Alonso tidak sendiri. Ia ditemani Rudi Bakti, seorang aktivis sosial, dan Rian, kader HMI. Meski membawa nama organisasi kepemudaan, Alonso menegaskan langkah kaki mereka adalah perjuangan atas nama rakyat.

“Kami jalan membawa tas, pakaian, angkong, dan tenda. Kadang istirahat di masjid, kadang di sekretariat organisasi, atau di tempat kawan-kawan aktivis. Kalau tidak ada, ya kami tidur di penginapan murah. Di Jambi ini kami menginap di wisma sekadar untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan,” ucapnya.

Satu pesan penting yang ingin disampaikan Alonso adalah kritik terhadap Polri. Ia menyinggung pernyataan Kapolri yang menyebut kritik keras terhadap Polri justru datang dari sahabat Polri.

“Tapi kenyataannya di lapangan sebaliknya. Anak buahnya malah melaporkan rakyat kecil hanya karena kritik. Jadi terkesan Polri hari ini anti kritik,” pungkasnya.

Baca juga: Tingkatkan Kompetensi, Universitas Jambi dan KESDM Gelar Sertifikasi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan

Baca juga: Dongkrak Ekonomi Petani, PTPN IV Regional 4 Jambi dan SPKS Replanting Sawit Tua

Baca juga: Reaksi Jokowi Usai Loyalisnya, Immanuel Ebenezer Kena OTT KPK, Rupanya Sudah Diperingatkan Serius

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved