Sidang Agus Buntung, Psikolog Forensik Sebut Kecacatan Bisa jadi Faktor yang Beratkan Hukuman

Terdakwa perkara dugaan pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung berpotensi mendapatkan hukuman lebih berat.

Editor: Mareza Sutan AJ
TribunLombok/Robby Firmansyah
JALANI SIDANG - Agus Buntung saat menghadiri sidang pembuktian pada Kamis (23/1/2025) di Pengadilan Negeri Mataram. Dalam sidang pemaparan ahli, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menyebut, kondisi kecacatan bisa menjadi pemberat hukuman bagi seorang difabel yang melakukan kejahatan. 

Minta Revisi Istilah "Kekerasan Seksual"

Reza Indragiri juga menyoroti penggunaan istilah "tindak pidana kekerasan seksual" dalam regulasi yang ada saat ini.

Ia menilai bahwa istilah tersebut sebaiknya diubah menjadi "tindak pidana kejahatan seksual".

"Karena kejahatan seksual tidak melulu dilakukan dengan cara kekerasan. Ada kejahatan seksual yang dilakukan tanpa kekerasan," tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa tindakan kejahatan seksual bisa dilakukan melalui metode manipulatif, seperti grooming behaviour, bujukan yang meninabobokan korban, maupun cara-cara lain yang membuat target justru mendekati pelaku alih-alih menjauhinya.

"Sekali lagi saya bicara kejahatan seksual secara umum, tidak spesifik kasus ini," kata Reza.

Kecacatan Bisa Beratkan Hukuman

Kepada Kompas.com, Reza juga membahas bagaimana kondisi kecacatan bisa menjadi faktor yang meringankan vonis bagi pelaku kejahatan.

Namun, jika kecacatan itu digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, maka seharusnya hal tersebut menjadi faktor yang memperberat hukuman.

"Kalau seseorang kondisinya cacat, tapi justru dia menjadikan kecacatannya itu sebagai instrumen kejahatan (kejahatan apa pun itu), maka sepatutnya penggunaan bagian tubuh yang katakanlah tidak sempurna itu, untuk tujuan kejahatan itu, menjadi hal yang memberatkan," jelasnya.

Agus Buntung Tak Beri Tanggapan

Di sisi lain, tim penasihat hukum terdakwa, Donny A Sheyoputra, menyatakan bahwa keterangan ahli memberikan perspektif seimbang dari segi etika dan keilmuan.

Menurut Donny, selama persidangan, Reza tidak berbicara mengenai kasus secara spesifik, melainkan memberikan keterangan berdasarkan perspektif psikologi forensik.

Penasihat hukum juga menanyakan berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan proses grooming terhadap korban. 

Ketika diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi pernyataan ahli, terdakwa IWAS memilih tidak memberikan tanggapan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved