Penggunaan Artificial Intelegence di Era Digital, Sebuah Peluang dan Tantangan

Belakangan ini sedang viral  penggunaan Chat GPT di sejumlah negara, termasuk Indonesia di dunia akademis

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Ist/Kolase Tribun Jambi
Belakangan ini sedang viral  penggunaan Chat GPT di sejumlah negara, termasuk Indonesia di dunia akademis 

TRIBUNJAMBI.COM - Belakangan ini sedang viral  penggunaan Chat GPT di sejumlah negara, termasuk Indonesia di dunia akademis. Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Riset (Dikti Saintek) Stella Christie menilai ketergantungan pada kecerdasan buatan (AI) dapat menimbulkan dampak negatif. 

"Jika kita terus mengandalkan alat seperti ChatGPT, kita kehilangan kemampuan untuk menilai dan berpikir kritis. Memori jangka pendek hanya bertahan beberapa detik, dan tanpa proses yang benar, memori itu akan hilang. Kuncinya adalah mengubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang, dan ini hanya bisa dicapai dengan metode pembelajaran yang tepat," ujar Stella, dalam sebuah forum pendidikan Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024.

Fenomena penggunaan AI ini menjadi perbincangan di dunia akademis, yakni bagaimana dampak AI dalam pembelajaran. Hal ini disampaikan Prof. Dr. Prima Gusti Yanti, M.Hum Dalam seminar DIKBASTRA yang diselenggarakan oleh Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Jambi (Unja), Selasa (29/10).

Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) tersebut menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam pembelajaran abad ke-21 adalah kesenjangan dalam kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memahami teknologi. 

 

 Menurut beliau, mahasiswa sering kali sudah mahir dalam menggunakan teknologi, tetapi mereka belum sepenuhnya memahami bagaimana teknologi tersebut dapat membantu mereka belajar secara lebih mendalam.

Tantangan berikutnya adalah ketergantungan yang berlebihan pada informasi yang tersedia secara daring. Era digital membuat informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja, tetapi Prof. Prima menyoroti bahwa banjir informasi ini justru bisa menghambat proses belajar jika tidak dikelola dengan benar. Mahasiswa dihadapkan pada tantangan memilah informasi yang valid dan kritis dari berbagai sumber, sementara mereka sering kali lebih terfokus pada mencari jawaban cepat daripada memahami konsep secara mendalam.

Dalam konteks ini, inovasi teknologi seperti AI menawarkan solusi, namun menghadirkan tantangan tersendiri dalam implementasinya. Prof. Prima menjelaskan bahwa AI, meskipun bermanfaat, juga memiliki keterbatasan yang memerlukan penyesuaian dalam kurikulum dan metode pengajaran.

Salah satu tantangan signifikan lainnya yang disampaikan Prof. Prima adalah bagaimana para pendidik dan institusi harus beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi yang terjadi. Pengembangan infrastruktur dan perangkat lunak yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran inovatif ini membutuhkan waktu dan investasi besar, yang tidak selalu mudah dipenuhi oleh institusi pendidikan, terutama di daerah yang masih memiliki keterbatasan sumber daya.

Prof. Prima juga menguraikan bahwa tantangan pembelajaran abad ke-21 berkaitan dengan personalisasi belajar. Dengan AI, pembelajaran dapat disesuaikan dengan kecepatan dan gaya belajar mahasiswa. Namun, tantangan muncul ketika mahasiswa terbiasa dengan metode belajar yang terlalu individual dan cenderung menurunkan interaksi sosial mereka dalam belajar.

 “Keterampilan kolaborasi tetap penting. Kita tidak bisa mengandalkan AI untuk semua hal, karena kemampuan bekerja sama adalah keterampilan utama yang dibutuhkan di dunia kerja,” tambah Prof. Prima.

Selain itu, beliau menyebutkan bahwa etika dan literasi digital menjadi tantangan penting di era digital. Banyak mahasiswa kurang memahami risiko yang timbul dari data pribadi yang dikumpulkan teknologi pembelajaran berbasis AI. Prof. Prima mengingatkan bahwa literasi digital mencakup aspek privasi dan keamanan, dan mahasiswa perlu memahami etika serta tanggung jawab mereka dalam menggunakan teknologi.

Bahkan dengan tantangan-tantangan tersebut, Prof. Prima tetap optimis. Menurutnya, inovasi dalam pendidikan dapat tetap berjalan dengan catatan bahwa semua pihak, baik pendidik, institusi, maupun mahasiswa, berperan aktif dalam memanfaatkan teknologi sebagai pelengkap proses belajar, bukan sebagai pengganti sepenuhnya. Pendekatan holistik yang menggabungkan metode tradisional dan teknologi akan lebih optimal dalam mengatasi tantangan di era ini.

Di akhir seminar, beliau menggarisbawahi pentingnya kesadaran semua pihak akan tanggung jawab bersama dalam menghadapi tantangan ini. Teknologi dapat menjadi alat bantu yang kuat, namun proses belajar tetap harus dikendalikan oleh manusia.

Inovasi yang benar adalah yang tidak hanya memanfaatkan teknologi, tetapi juga menjadikan mahasiswa manusia yang lebih kritis, kreatif, dan mampu beradaptasi dengan segala tantangan. Prof. Prima memberikan dorongan kepada mahasiswa dan dosen untuk menjadi bagian dari solusi dalam transformasi pendidikan di era digital.

Baca juga: PMKRI Jambi Adakan Seminar Nasional Angkat Tema Anak Muda Wujudkan Pemilu Damai dan Berkualitas

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved