Guru Besar Undip Benarkan Ada Iuran Rp30 Juta untuk Mahasiswi PPDS Diduga Penyebab Kematian dr Aulia

Kasus kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30)

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Ilustrasi jenazah 

Kematian dokter spesialis

TRIBUNJAMBI.COM - Kasus kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30), berbuntut investigasi oleh Kementerian kesehatan (Kemenkes).

Diketahui sebelumnya, Aulia Risma Lestari (30) ditemukan meninggal di kamar kosnya yang berlokasi di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024) sekitar pukul 22.00 WIB.

Penyebab meninggalnya diduga karena bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya sendiri.

Temuan Kemenkes

Hasil investigasi Kemenkes bersama Itjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), diduga almarhum dokter Aulia dipaksa sejumlah oknum senior untuk mengeluarkan duit di luar kewajaran.

Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengungkapkan, total permintaan uang tersebut berkisar antara Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan.

Syahril berujar, berdasarkan kesaksian, hal itu terjadi ketika almarhumah masih di semester 1 pendidikan sekitar bulan Juli hingga November 2022. 

Baca juga: Demi Vespa, Ibu Kandung di Sumenep Jual Anak Kandung ke Kepsek yang Juga Selingkuhannya

Baca juga: Direktur Bayern Munchen Konfirmasi Keputusan Penjualan Kingsley Coman

Kala itu, Aulia Risma ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas mengumpulkan pungutan dari teman-teman seangkatan dan menyalurkannya untuk kebutuhan non-akademik. 

Kebutuhan yang dimaksud adalah membiayai penulis lepas untuk membuat nasakah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya. 

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhum mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga adanya pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," ujar Syahril, dikutip dari Kompas.com, Minggu (1/9/2024).

Atas temuan Kemenkes ini, Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Prof Zainal Muttaqin membenarkan adanya iuran bulanan dengan total Rp 30 juta bagi mahasiswa PPDS Anestesi.

Hal itu berlaku bagi mahasiswa semester 1. 

Menurut Zaenal, yang dialami korban bunuh diri, dokter ARL bukan termasuk pemalakan. 

Namun, memang uang iuran dari teman-temang seangkatannya. Dia mengatakan, kebetulan almarhum ARL merupakan penanggungjawab iuran angkatan. 

Setelah terkumpul, uang itu digunakan untuk uang makan mahasiswa PPDS Anastesi.

“Si R kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp 30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal, usai aksi solidaritas FK Undip, Senin, (2/9/2024).

Dia mengatakan, iuran uang puluhan juta itu menjadi kewajiban mahasiswa semester awal. 

Mereka wajib membayar iuran Rp 3 juta rupiah per bulan selama 1 semester. 

Baca juga: Berkinerja, Pemkot Jambi Raih Insentif Fiskal 11,7 Miliar

Baca juga: Mulai Investasi Sekarang Juga! Buka RDN di BRImo, Mudah dan Menguntungkan

Hasil uang yang terkumpul digunakan untuk uang makan bersama para tenaga kerja yang bertugas di bidang anestesi.

Kemudian, di semester berikutnya, mereka tidak diwajibkan membayar iuran lagi karena ada mahasiswa baru. 

Sebab, penerimaan PPDS dibuka setiap semester, bukan setahun. 

"Penerimaan PPDS itu setiap semester bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," ungkap dia. 

Uang itu digunakan untuk membeli makanan karena dokter residen memiliki jadwal yang padat. 

Dia mengatakan tidak semuanya nakes anestesi dapat beristirahat di waktu yang sama.

"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," lanjut dia. 

Zaenal menyayangkan pernyataan Kemenkes yang tiba-tiba menyebut iauran itu sebagai pemalakan.

 Dia tidak menyangkal adanya perundungan di sana, tapi menurutnya itu merupakan prilaku individu bukan institusi.

"Jadi Menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan enggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi. Kalau individu ya yang dihukum individu bukan intitusi. Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan. Ada akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," tegas Zainal. 

Di samping itu, dia berharap Kemenkes mencabut penghentian sementara PPDS Anestesi Undip

Dia menilai, ada banyak kebutuhan dokter spesialis di Indonesia. 

"Penutupan PPDS ini tidak menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Pendidikan terhambat, padahal kita butuh banyak dokter spesialis," ujar dia.

 


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Iuran Bulanan Rp 30 Juta Mahasiswi PPDS Anestesi, Guru Besar Undip: Hanya 1 Semester", 

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Demi Vespa, Ibu Kandung di Sumenep Jual Anak Kandung ke Kepsek yang Juga Selingkuhannya

Baca juga: Resep Mie Chili Oil yang Gurih dan Pedas, Mudah Dibuat di Rumah

Baca juga: 5 Link Streaming Misa Suci Paus di Komsos KWI dan Televisi Nasional yang Menyiarkan

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved