Guru Besar Undip Benarkan Ada Iuran Rp30 Juta untuk Mahasiswi PPDS Diduga Penyebab Kematian dr Aulia

Kasus kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30)

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Ilustrasi jenazah 

“Si R kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp 30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal, usai aksi solidaritas FK Undip, Senin, (2/9/2024).

Dia mengatakan, iuran uang puluhan juta itu menjadi kewajiban mahasiswa semester awal. 

Mereka wajib membayar iuran Rp 3 juta rupiah per bulan selama 1 semester. 

Baca juga: Berkinerja, Pemkot Jambi Raih Insentif Fiskal 11,7 Miliar

Baca juga: Mulai Investasi Sekarang Juga! Buka RDN di BRImo, Mudah dan Menguntungkan

Hasil uang yang terkumpul digunakan untuk uang makan bersama para tenaga kerja yang bertugas di bidang anestesi.

Kemudian, di semester berikutnya, mereka tidak diwajibkan membayar iuran lagi karena ada mahasiswa baru. 

Sebab, penerimaan PPDS dibuka setiap semester, bukan setahun. 

"Penerimaan PPDS itu setiap semester bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," ungkap dia. 

Uang itu digunakan untuk membeli makanan karena dokter residen memiliki jadwal yang padat. 

Dia mengatakan tidak semuanya nakes anestesi dapat beristirahat di waktu yang sama.

"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," lanjut dia. 

Zaenal menyayangkan pernyataan Kemenkes yang tiba-tiba menyebut iauran itu sebagai pemalakan.

 Dia tidak menyangkal adanya perundungan di sana, tapi menurutnya itu merupakan prilaku individu bukan institusi.

"Jadi Menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan enggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi. Kalau individu ya yang dihukum individu bukan intitusi. Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan. Ada akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," tegas Zainal. 

Di samping itu, dia berharap Kemenkes mencabut penghentian sementara PPDS Anestesi Undip

Dia menilai, ada banyak kebutuhan dokter spesialis di Indonesia. 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved