Harga Barang dan Jasa akan Naik, PPN 12 Persen Berlaku di 2025

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan PPN akan tetap naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 meski presiden

Editor: Duanto AS
ISTIMEWA
Ilustrasi uang 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Harga barang-barang dan jasa dipastikan akan ikut naik seiring naiknya pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun depan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan PPN akan tetap naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 meski presiden berganti.

"Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tetap kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tetap akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN," ujar Airlangga di kantornya di Jakarta, Jumat (8/3) pekan lalu.

Kenaikan PPN itu sejalan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen mulai 1 April 2022.

Lalu, akan kembali dinaikkan menjadi sebesar 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

Meski pemerintah juga masih bisa menunda kenaikan tarif PPN 12 persen itu dengan pertimbangan tertentu.

Merujuk Pasal 7 ayat (3), tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi sebesar 15 persen.

Airlangga mengungkapkan pembahasan lebih detail APBN 2025 akan dilakukan setelah keluar hasil resmi Pilpres 2024 dari KPU.

Dalam pembahasan APBN 2025 itu akan mencakup hal-hal detail program pemerintah selanjutnya.

"Jadi pemerintah yang akan datang akan mendapatkan kepastian sesudah pengumuman KPU. Tentu program yang perlu masuk dalam APBN adalah program yang dijalankan pemerintah mendatang," tutur Airlangga.

Rencana kenaikan PPN 12 persen pada tahun depan itu sempat ditanggapi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Lewat unggahan di akun instagramnya, Hotman yang juga merupakan pengusaha itu mengatakan kenaikan PPN akan mengerek harga barang dan jasa, yang pada akhirnya membebani masyarakat.

"Pajak naik lagi! Hai kau kau: jangan bilang rasain Hotman! Sebab pajak naik maka harga produk dan jasa naik dan akhirnya rakyat yang bayar! Pelajaran bagi yang tidak sadar," ujarnya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025 akan membebani konsumen yang bergelut dengan mahalnya kebutuhan pokok.

Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, menuturkan masalah dari rencana ini yaitu akan berdampak pada kenaikan produk dan jasa di hilir dan dibebankan pada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.

"Ini tentu akan mempengaruhi daya beli konsumen, jika diterapkan pada seluruh komoditas. Konsumen dipaksa menelan pil pahit dengan kondisi ini," tegasnya.

Meskipun kenaikan PPN baru akan dilakukan awal 2025, menurut Agus informasi yang telah beredar akan mempengaruhi psikologis konsumen yang tengah menghadapi kenaikan harga bahan pokok, termasuk beras.

"Tentu berpotensi membuat psikologis pasar terguncang. Penyampaian informasi membutuhkan komunikasi publik yang baik dengan melihat timing yang tepat," katanya.

Dalam UU Nomor 7/2021, ada sejumlah barang dan jasa dikecualikan dari pengenaan PPN.

Untuk daftar barang yang tidak dikenakan PPN di antaranya makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, dan warung.

Hal ini karena barang tersebut merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).

"Meliputi makanan dan minuman baik yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah," tulis Pasal 4A ayat 2 butir c.

Selanjutnya, barang yang dikecualikan dari PPN yakni uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, serta surat berharga.

Selain itu, sejumlah jasa juga tetap dikecualikan dari PPN, seperti jasa keagamaan.

Jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa katering, hingga jasa penyediaan tempat parkir juga masih tetap bebas PPN, karena merupakan objek PDRD yang ketentuannya diatur pemerintah daerah.

"Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah," tulis Pasal 4A ayat (3) butir q. 

Tak Berdampak Positif

Pakar ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 tidak akan berdampak positif.

Menurutnya kenaikan pajak tidak akan pernah menyenangkan dan secara teori memang kenaikan pajak tidak akan berdampak positif. Namun demikian kata Piter, hal itu menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan tax ratio.

"Boleh dibilang berdampak negatif terhadap ekonomi. Tetapi pertimbangannya adalah pemerintah membutuhkan untuk meningkatkan pajak, meningkatkan tax ratio, sehingga dikhususkanlah untuk meningkatkan PPn secara bertahap," ujarnya, Selasa (12/3).

"Dalam Undang Undang HPP menyampaikan masih ada peluang mengoreksi terkait dengan kenaikan perpajakan ini. Jika memang kondisinya memang memberikan ruang pemerintah untuk mengoreksi," tutur Piter.

Soal kenaikan pajak, ia menyebut hal itu bergantung pada pemerintah periode mendatang. Meski, Piter menyadari terlalu pendek melakukan kajian baru jika menilik presiden yang baru akan dilantik pada 20 Oktober 2024.

"1 Januari terlalu pendek untuk pemerintah yang akan datang melakukan kajian untuk mengoreksi. Saya kira 1 Januari 2025 pasti akan terjadi (kenaikan pajak)," tambahnya.

Piter berharap pemerintah yang akan datang bisa melakukan intensifikasi dari kenaikan pajak. Karena itu tidak semata-mata menaikan tarif. Permasalahan pajak, bagi Piter bukan permasalahan tarif semata. "Permasalahan pajak itu, basis pajak, penerimaan pajak," tambahnya.

Piter menjelaskan, dalam UU HPP, bahan pokok, pendidikan, hingga kesehatan, tidak dikenakan kenaikan PPn 12 persen. "Jika ada kenaikan 12 persen itu dampak kepada masyarakat sudah diminimalkan walau tidak sepenuhnya bisa dihilangkan. Kenaikan itu pasti dirasakan masyarakat pada ujungnya menurunkan daya beli masyarakat," imbuhnya. (tribun network/dns/ism/dod)

Baca juga: Terungkap Penyebab Marcus Fernaldi Gideon Gantung Raket, Bincang Bareng Sang Ayah Kurniahu

Baca juga: Kepala Seperti Ular Kobra, Harga Ikan Chana Puluhan Ribu hingga Jutaan Rupiah

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved