LIPUTAN KHUSUS
Warga Ngaku Per KTP Dihargai Ratusan Ribu, Penelusuran Fenomena Politik Uang di Jambi
"Misalnya begini, KTP saya sepaket DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, dikasih Rp 350, anak saya, istri saya beda lagi," sambungnya.
Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Beberapa orang warga di Kota Jambi mengaku mendapat uang dari tim sukses (timses) oknum calon legislatif (caleg) dan eksekutif yang mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Uang itu sebagai imbalan untuk memilih calon tertentu saat pencoblosan.
Seorang warga Kota Jambi yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku mendapatkan uang dari seorang timses oknum caleg DPRD tingkat Provinsi Jambi.
Uang diberikan dengan tujuan timbal balik untuk memilih caleg tersebut.
Kata dia, caleg itu memberikan Rp50 ribu dan mug (gelas) yang dibayar secara langsung melalui tim sukses.
"Timses caleg saja masih, gelas sama uang Rp50 ribu," ucapnya.
Dia mengaku mendapatkan uang setelah tim sukses caleg itu datang ke rumah secara langsung, lalu meminta tolong untuk memilih caleg tertentu.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan politik uang tidak hanya larangan membagikan duit (uang ke masyarakat. Memberikan barang dengan maksud tertentu juga tidak boleh.
Per Kelompok
Sementara itu, seorang warga Kota Jambi yang meminta namanya dirahasiakan, mengatakan dirinya membantu caleg untuk politik uang.
Metode yang dilakukannya berbeda dengan yang lain. Jika biasanya yang lain hitung per kepala atau per suara dihargai sejumlah uang, tapi yang ini dikoordinasi melalui kelompok masyarakat atau lingkungan.
"Pola di tempat kami tidak pernah mengambil kepala per kepala, karena terlalu murah. Jadi dikooridinir. Saya kembalikan ke warga maunya apa," tuturnya.
Pada Pemilu 2024, dia membantu tiga caleg di tiga tingkat berbeda, yaitu DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kota dari tiga partai yang berbeda.
Untuk DPR RI, dia menyebut bahwa ada kelompok warga menginginkan sembako.
Permintaan itu disanggupi dan caleg akan memberikan 100 paket sembako.
"Untuk DPR RI, yang akan didistribusikan 1 liter minyak produksi lokal sama 1 Kg gula kemasan, kalau diakumulasikam duit hampir Rp40 ribu, rencananya H-3 diantar (ke masyarakat)," jelasnya.
Menurutnya, paket sembako itu tidak boleh ada ditempeli stiker apa pun terkait caleg. Karena jika ada tempel stiker caleg, sangat berisiko untuk menjadi barang bukti.
"Jadi cukup mengajarkan mereka untuk mencoblos, karena kalau ada stiker atau barang bukti itu berisiko, stiker sudah didistribusikan, misalnya 1 rumah 5 orang maka 5 stiker nanti dapat 5 paket sembako," jelasnya.
Dia mengatakan untuk caleg DPR RI itu polanya lebih konkret.
Tidak perlu ada interaksi antara caleg dengan masyarakat, tapi masyarakat tetap komitmen dan permintaannya dipenuhi.
"Jadi aku membantu mengarahkan, memfasilitasi kepentingan masyarakat dengan kemauan caleg," tuturnya.
"Jadi diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat, mereka terima dalam bentuk jadi, bukan dalam bentuk duit," lanjutnya.
Isi Paketan
Beda lagi untuk para janda, dan masyarakat kategori ekonomi ke bawah.
Dia mengatakan yang diberikan bukan hanya sembako atau barang, namun juga uang.
"Kalau janda itu agak beda. Ada duit cash yang dikasih selain sembako. Kalau yang kategori tidak mampu, tapi tetap persetujuan dari RT," ungkapnya.
Dia mengaku sudah kerap memfasilitasi para caleg untuk ke masyarakat.
Selain sembako, biasanya masyarakat juga meminta barang jadi, seperti lampu jalan, pembersihan jembatan dan lain-lain dengan tujuan untuk meraup suara di wilayah tersebut.
Sementara untuk calon anggota DPRD Kota Jambi, yang diberikan tidak berupa sembako atau barang lain, ada uang.
Namun itu tetap tidak diberikan per kepala, melainkan untuk kepentingan kelompok lingkungan.
"Dalam bentuk duit cash ada, Rp5 juta dititipin, berkumpul H-2 atau H-3 tokoh masyarakat, berkumpul siapa yang mau dibagi, jadi tidak dibulatkan untuk satu caleg, jadi itu kami rundingan semua," ucapnya.
Berbeda lagi untuk distribusi dari calon anggota DPRD provinsi. Dia harus door to door memberikan "siraman uang".
"Door to door, langsung ngasih siraman, tidak didistribusikan untuk kepentingan warga, biasanya aku via wa, telepon, minta ke rumah atau saya ke rumah dia, di rumah itu didistribusikan meminta tolong pilih caleg ini, itu Rp100 ribu per orang," ungkapnya.
Selama membantu itu, dia mengatakan para caleg tidak pernah meminta bukti coblos dan uang langsung diberikan seluruhnya
"Kalau bukti, tidak pernah. Yang penting suara timbul, tidak pernah kirim bukti coblos, karena kalau suara timbul kan komit (komitmen)," ucapnya.
Dia bahwa politik uang itu tidak semuanya diterima warga. Karena sempat ada caleg lain yang mau masuk dan menawarkan uang Rp 100 ribu, namun ditolak.
"Tetap selektif, karena lingkungan mayoritas orang dengan intelektual tinggi," tuturnya.
Berdasarkan pengalamannya membantu para caleg, jumlah yang yang didistribusikan berbeda-beda. Untuk DPRD Provinsi Jambi kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu, DPRD kota kisaran Rp 100 ribu.
Untuk Beli Kopi
Sementara itu, oknum caleg DPRD kota yang namanya tak ingin disebutkan, tidak menyebut pemberian itu sebagai siraman politik uang.
"Siraman itu tidak ada dalam bahasa saya, yang ada itu operasional, untuk saksi, untuk menjaga memastikan TPS itu kondusif dan memastikan suara kita di TPS, jangan sampai ada kecurangan," jelasnya.
"Kalau kita kasih untuk beli rokok, beli kopi, wajar lah kan," tambahnya.
Dia menganggap pemberian untuk saksi luar, untuk mendapatkan suara minimal 10 suara atau 20 suara di TPS tersebut.
Tujuannya tindakan itu untuk pengamanan suara. Dia juga menegaskan tidak ada siraman, yang diberi adalah mereka yang antusias merelakan dan mengiklaskan namanya dicantumkan sebagai pendukung caleg.
"Nah, itu melalui jalur kita punya rantai komando tim sukses, tim sukses kita bekerja keras mendekati rakyat, kita tawari nama saya kemudian mereka respons, kita bagi kalender, kartu nama dan mereka kenal," jelasnya.
"Ya, dikitlah sekitar Rp50 ribu lah dikasih, ya beli rokok, beli kopi, cukuplah," tambahnya.
Saat disinggung soal jumlah uang yang sudah dikeluarkan untuk distribusi uang tersebut, dia ia tak mau membeberkannya.
Belum Ada Laporan
Bawaslu Kota Jambi belum mendapatkan laporan atau temuan soal politik uang jelang Pemilu 2024.
"Per hari ini belum ada laporan maupun temuan," kata Ketua Bawaslu Kota Jambi, Johan Wahyudi, Rabu (7/2).
Sesuai undang-undang, Bawaslu bertugas melakukan pencegahan dengan melakukan sosialisasi pendidikan politik kader pengawasan dan lain lain. Namun jika masih ditemukan, maka Bawaslu mempunyai kewenangan untuk menindak.
Dalam proses penindakan ini, ada sejumlah kendala yang ditemui oleh Bawaslu, terutama dalam pembuktian.
"Sulit membuktikan praktik politik uang, karena syaratnya harus terpenuhi, yakni Harus rigit dan sempurna kalau pidana, terpenuhi syarat formil dan materil, alat bukti dan saksi, biasanya terkendala saksi," jelasnya.
Kata Johan, pelaku maupun penerima politik uang bisa dijerat Undang-Undang Pemilu Nomor 7/2017, dengan sanksi pidana berupa kurungan penjara selama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Janjikan Uang
Sementara itu di Kabupaten Tanjab Barat, narasumber Tribun Jambi menyampaikan adanya dugaan politik uang. Warga diminta mengumpulkan KTP oleh timses salah satu calon.
Ketika ditanya, timses yang meminta KTP dirinya enggan menyebutkan, menurutnya sudah ada kesepakatan dengan timses bahwa tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun.
"Kami diminta kumpulkan KTP sekeluarga. Mereka minta sepaket DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, dalam satu keluarga itu, per KTP dijanjikan Rp350 ribu," katanya.
"Misalnya begini, KTP saya sepaket DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, dikasih Rp 350, anak saya, istri saya beda lagi," sambungnya.
Kata dia, ada juga yang yang menjanjikan hanya untuk DPRD Kabupaten saja, tidak per paket.
"Ada juga timses yang datang, untuk DPRD Kabupaten di janjian Rp200 ribu," imbuhnya.
Bawaslu Kabupaten Tanjung Jabung Barat belum menerima laporan atau temuan soal money politics atau politik uang jelang pemilu 2024.
"Sampai hari ini belum ada laporan ke Bawaslu adanya politik uang," ujar Masudin, Komisioner Bawaslu Tanjab Barat, Kamis (8/2).
Dia menyebut, caleg atau timses tidak boleh memberi uang untuk dipilih sebagai anggota DPRD.
"Kalau dijanjikan untuk memilih salah satu calon, jelas sudah melanggar perundang-undangan," kata Masudin.
Diakuinya, keterbatasan SDM di Bawaslu di Bawaslu menjadi kendala, untuk itu Bawaslu tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat, mengajak masyarakat untuk melakukan pengawasan partisipatif.
"Karena SDM kami kurang, maka dari itu kami butuh kerjasama nya dari masyarakat jika ada pelanggaran segera lapor ke Bawaslu dan akan ditindak sesuai aturan," ujarnya.
Dengan adalah laporan itu, diharapkan Pemilu ini bisa berjalan adil dan jujur seperti yang di harapkan.
Bahkan nanti, kata Masudin, Bawaslu akan melakukan patroli malam pemilu semua jajaran, Panwascam, PKD,dan PTSP untuk melakukan pengawasan.
Deras di Daerah
Seorang caleg di Kabupaten Tebo menuturkan warga di sana tengah hangat memperbincangkan "serangan fajar".
Caleg yang tak mau disebutkan namanya itu mengatakan itu merupakan realita politik merupakan hal tidak terhindarkan di lapangan.
"Tim saya yang turun ke lapangan, menemukan bermacam-macam cara untuk memainkan politik uang. Ada caleg yang memang bertalian darah menawarkan harga paketan," katanya, Kamis (8/2).
Dia juga mengakui telah mempersiapkan anggaran untuk meraup suara masyarakat dengan menawarkan uang.
Nilai yang disiapkan pun menyesuaikan kondisi harga di lapangan.
"Berdasarkan kondisi di lapangan ditambah informasi dari tim saya itu, harga suara caleg DPRD kabupaten itu di angka Rp200 ribu, DPRD provinsi Rp100 ribu kalau pusat Rp50 ribu. Kira-kira di kisaran itulah," katanya.
Selain itu, ditemukan pula "serangan fajar" yang dipaketkan.
Dia menjelaskan ada beberapa caleg yang bertalian darah, melakukan tandem dan uang untuk beli suara masyarakat pun disiapkan satu paket.
Dia juga memberikan kesaksiannya selama berkiprah selama caleg bahwa di lapangan menemukan sebagian kelompok warga yang berupaya mencari dan mendapatkan serangan fajar.
"Memang realita di lapangan begitu. Ada juga yang mengaku punya massa dan siap memberi suara asalkan diberikan uang yang pantas," ungkapnya.
Dia sendiri telah mempersiapkan modal kurang lebih Rp1 miliar untuk bertarung dalam perebutan kursi anggota dewan.
Biaya tersebut digunakan sebagai biaya operasional sekaligus dipersiapkan untuk uang membeli suara.
"Biaya operasional kan cukup besar juga untuk kesana kemari, terus uang saksi, baliho dan lain-lain.
Sesungguhnya saya tidak ingin ikut-ikutan untuk membeli suara itu, tetapi realita di lapangan memaksa seperti itu agar kita dapat suara," ujarnya.
Di sisi lain, sebagian masyarakat mengakui bahwa isu peredaran uang dari caleg akan bergulir sebelum pencoblosan.
Seperti Sugit, warga di Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, mengaku telah mendapatkan iming-iming dari tim caleg tertentu akan ada uang untuk hari pencoblosan.
"Tapi sampai sekarang belum disalurkan. Tapi diinfokan akan ada," ujarnya.
Kemudian, Leo warga Sungai Bengkal, Kecamatan Tebo Ilir, mengaku belum mendapati adanya caleg yang akan berikan uang kepadanya.
"Sampai sekarang belum ada tawaran uang, yang pastinya akan tetap memilih," ujarnya.
Selain itu, Romi warga Kecamatan Tebo Tengah menyebutkan bahwa perbincangan terkait politik uang kian marak.
Dia mengatakan para tim dari caleg sudah melakukan komunikasi-komunikasi terkait suksesi calegnya di pemilu nanti.
"Bahkan di warung-warung juga ada menawarkan begitu, kita diminta untuk mencari masyarakat yang siap mencoblos calonnya lalu akan diberi uang," ujarnya.
Ya Salah
Dosen ilmu politik Universitas Jambi, Dori Effendi, PhD, mengatakan money politics atau politik uang tidak dapat dipisahkan dari negara dunia ketiga.
Jika berdasarkan teori dari Amartya Sen, demokrasi itu perlu value (nilai) dan nilai berkaitan dengan moralitas.
Dan moralitas bisa lahir ketika tingkat pendidikan masyarakatnya tinggi.
Tingkat pendapatan masyarakat tinggi itu adalah dasarnya.
Lalu, kenapa di dalam demokrasi, dalam election of demokrasi itu selalu terjadi money politics khususnya di negara dunia ketiga?
Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya.
Pertama, memang alasan yang sangat kuat adalah masyarakat menilai politik uang itu bukan lagi menjadi sesuatu tindakan yang dianggap amoral, yang melanggar etik masyarakat.
Ini karena masyarakat pada hari pencoblosan tidak bekerja, sehingga mereka harus mendapatkan konpensasi pendapatan mereka.
Artinya politik uang itu dianggap sebagai kompensasi.
Sebenarnya ini melanggar etika.
Tetapi kata Amartya Sen, value demokrasi itu bisa lahir ketika pendapatannya baik dan pendidikan yang baik.
Kedua, politik uang tidak dapat dihindarkan karena ini menyangkut tentang pendidikan masyarakat.
Masyarakat di Indonesia yang kategorinya awam tidak pada level yang tinggi, itu menganggap politik uang itu bukan sesuatu yang aneh dan demokrasi itu bagi mereka bukan suatu tanggung jawab yang ada moralitas.
Jadi karena tingkat pemahaman masyarakat terhadap demokrasi itu.
Ketiga, politikus itu sendiri tidak yakin jika mereka tidak melakukan politik uang kepada masyarakat. Karena sudah ada kebiasaan yang sangat menahun, setiap periode ke periode politik uang selalu terjadi.
Lalu benar atau salah politik uang itu?
Ya, salah.
Demokrasi tidak mengajarkan jual beli suara, demokrasi mengajarkan masyarakat memilih pemimpinnya sesuai dengan kriteria rekam jejak dan kredibilitas seorang pemimpin semestinya, tetapi kan ini tidak terjadi. (dna/ian/nik)
Baca juga: Kepala Seperti Ular Kobra, Harga Ikan Chana Puluhan Ribu hingga Jutaan Rupiah
Baca juga: Migrant Care Ungkap Dugaan Jual Beli Surat Suara Pemilu 2024 di Malaysia Rp163.800
Warga 4 Daerah Tolak Pembangunan Stockpile Batu Bara PT SAS di Aur Duri Kota Jambi, Hanya Sejengkal |
![]() |
---|
Raffi Tak Jadi Operasi Plastik, Anak di Jambi Kena Stevens-Johnson Syndrome, Virus Tak Masuk Daging |
![]() |
---|
Ketua DPRD Kota Jambi Minta Wako Panggil Dokter Puskesmas dan Kadis, Anak Kena Sindrom Langka |
![]() |
---|
Ustaz Agus Nyaris Menangis Lihat Kondisi Anak di Jambi Kena Sindrom Langka Kulit Mengelupas |
![]() |
---|
Anak di Jambi Kena Sindrom Langka, Kulit Raffi Lepas Jika Tidur di Kasur, Terpaksa Alas Daun Pisang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.