Cerita Komunitas Punk
Cerita Komunitas Punk Jelang Pemilu, Berharap Setara Melalui Hak Suara
Komunitas punk minta untuk disetarakan pada pemilu 2024 ini, tak terima dipandang sebelah mata hanya karena gaya hidup yang berbeda.
Penulis: Rohmayana | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI - Enam pria berpakaian dominan hitam, aksesoris nyentrik dan lengan berajah berkeliling di kawasan Tugu Keris Kota Jambi.
Sesekali mereka menghampiri pengunjung yang sedang bersantai. Satu orang bermain gitar, selebihnya bertepuk tangan bernyanyi bersama. Mereka berenam tetap mengumbar senyum ramah ke setiap orang yang ditemui.
Along bersama teman-temannya bagian dari kelompok punk yang ada di Kota Jambi. Mengamen bukan menjadi pekerjaan utama mereka.
Pria yang berasal dari Indramayu ini mengaku kehidupan komunitas yang dipilihnya tidak seburuk yang masyarakat kira.
"Saya sudah empat tahun bekerja di Jambi sebagai office Boy di tempat SPA," kata Along saat ditemui Tribunjambi.com, baru-baru ini.
Sebagai punk, dirinya juga mengikuti perkembangan pemilihan umum 2024 yang tinggal menunggu hari.
Along mengaku sudah didata RT di Persjiam Kota Jambi untuk ikut meramaikan pesta demokrasi pada 14 Februari.
“Rencana mau ikut nyoblos,” katanya.
Terkait banyaknya komunitas punk yang anti dengan politik, Along mengaku bahwa itu bukan atas nama komunitasnya.
“Kalau itu kan urusan pribadi,” lanjutnya.
Meski demikian, Along mengaku bersama teman-temannya belum mendapat keadilan atas komunitas yang dipilihnya.
“Kami ini komunitas yang tidak pernah menindas dan tidak pernah mengganggu, walaupun kami sering dianggap mengganggu,” katanya.
Berbeda dengan Along, temannya yang enggan disebutkan nama mengaku tak mau menggunakan hak suaranya, meski sudah didata di RT tempat tinggalnya. Ia bahkan sudah ditawari salah satu caleg untuk memilih.
“Kita kan kerja di pabrik kulit lumpia, mereka sampai datang ke pabrik, kami mau diberi uang Rp30 ribu, disuruh milih, saya jawab nggak usah,” katanya.
Ia mengaku tak mau ikut memilih lantaran tak mengenal siapa yang akan ia pilih. Lagi pula belum ada satupun caleg yang mendatanginya secara langsung.
“Dari pada nanti milih, terus nggak tahunya yang dipilih korupsi, aku takut dosa,” katanya.
Baca juga: Siapa Sebenarnya Bad Religion, Band Punk Legendaris Amerika Vokalisnya Doktor Teori Darwin
Terpisah, Indra, salah satu punk Kota Jambi tidak membantah kelompok yang diikutinya ini sering ditentang banyak orang. Bahkan selama ini ia selalu dinilai buruk oleh masyarakat. Padahal menurut Indra dirinya tidak pernah merugikan dan mengganggu masyarakat.
“Kami bikin kegiatan positif tetap salah di mata masyarakat,” kata Indra yang saat ini tinggal di Bagan Pete.
Diusianya yang masih 23 tahun ini, Indra mengaku banyak kecewa dengan pemerintahan. Kekecewaan itu membuat dirinya tak akan menggunakan hak suaranya nanti.
“Aku belum pernah nyoblos kak, menurut aku percuma juga kita nyoblos, kita masih kayak-kayak gini aja, kita juga yang masih harus berusaha untuk diri kita sendiri,” kata Indra. “Kalau urusan politik terserah orang-orang itulah,” lanjutnya.
Di tahun politik ini Indra juga mengaku belum pernah ada caleg yang mendatanginya.
“Mungkin karena kami dianggap tidak menguntungkan, tapi kami juga nggak berharap, karena kami bisa cari uang sendiri,” kata Indra.
Komunitas Punk Kebanyakan dari Luar Jambi
Sementara itu, Joe salah satu pentolan komunitas Punk pertama di Kota Jambi mengaku keberadaan punk selama ini tidak pernah merugikan orang lain dengan gaya dan cara mencari uang.
“Kalau mereka ngamen, mereka kan mencari uang sendiri, tidak menganggu orang lain. Yang masalah adalah anak liar yang mengaku punk yang suka membuat rusuh, dan meminta uang secara paksa,” sebut Joe.
Joe sendiri memaknai Punk sebagai ‘Do It Yourself’ atau melakukan semuanya sendiri dengan kebebasan namun tetap dengan batasan.
Baginya dengan gaya komunitas Punk yang nyeleneh bukan berarti mereka merugikan orang lain.
“Gaya kami kan tidak mengganggu, korupsi yang mengganggu orang lain. Anda bebas bertindak selagi tidak mengganggu orang lain” katanya.
Dilihat dari jumlahnya, Joe tak menapik bahwa jumlah komunitas punk di Kota Jambi sudah banyak berkurang.
“Kalau tahun 2000-an mungkin sampai ratusan, tapi kalau sekarang paling ya puluhan, tapi jumlah pastinya kurang tahu berapa,” kata Joe.
Jumlah ini dibenarkan Fikri Alhabsyi, Kabid Rehab Sosial Dinas Sosial Kota Jambi. Berdasarkan datanya, sepanjang tahun 2023 hingga Januari 2024 ini komunitas punk yang terjaring sebanyak 46 orang di Kota Jambi.
Jumlah tersebut semuanya berasal dari luar kota Jambi. Menurut Fikri, selama setahun terakhir ini pihaknya hanya bisa menjangkau 46 komunitas punk di beberapa titik Kota Jambi.
Biasanya pihaknya mengamankan komunitas punk di kawasan Simpang Rimbo, Pal X, Tugu Keris, dan Pasar Kota Jambi.
“Kami mengaku memang tidak banyak yang terdata di Kota Jambi, karena kebanyakan mereka nomaden,” kata Fikri.
Sementara itu, Ketua KPU Kota Jambi, Deni Rahmat mengaku tak ada data khusus terkait jumlah pemilu dengan kategori komunitas punk. Apalagi kebanyakan komunitas punk di Kota Jambi biasanya berasal dari luar kota Jambi.
Tak hanya itu, puluhan punk yang ada di Jambi juga terancam tak biasa menyuarakan hak pilihnya pada Februari 2024 mendatang. Hal ini terjadi jika komunitas punk tersebut berasal dari luar kota Jambi dan tidak memiliki kartu identitas.
“Kalau mereka (punk) itu tinggal di Jambi, mereka pasti bisa ikut memilih,” kata Deni Rahmat.
Namun jika tidak tinggal di Jambi dan tidak memiliki pekerjaan serta identitas maka dipastikan kelompok minoritas itu tidak bisa menyuarakan hak pilihnya pada pemilu serentak 2024.
Dijelaskan Deni Rahmat bahwa ada sembilan kategori yang bisa pindah memilih. Beberapa diantaranya yakni bertugas di tempat lain, Menjalani rawat inap, menjaga orang yang sakit, tertimpa bencana, tepidana, disabilitas, rehabilitasi narkoba, bekerja diluar negeri, dan lainnya.
Deni Rahmat sendiri merasa bingung dengan punk yang tidak memiliki kartu identitas termasuk dalam kategori mana.
“Kalau memang mereka disini kerja, bisa tunjukkan surat keterangan kerjanya, dengan mengurus pindah memilih di Jambi pasti mereka bisa ikut pesta demokrasi,” jelas Deni Rahmat.
Hingga saat ini pihaknya belum melakukan sosialisasi kepada kelompok minoritas terkait pemilu tahun 2024. Hal ini lantaran pihaknya tak memiliki anggaran khusus untuk sosialiasi kepada kamu marginal.
Pemilu lima tahun lalu pihaknya pernah melakukan sosialisasi terkait pemilu ke masyarakat berbasis netizen, kaum marginal, dan tokoh agama, khususnya komunitas punk.
“2019 dulu pernah sosaialsasi, tapi tahun ini nggak ada sosialisasi karena kita nggaka ada anggaran,” katanya.
Caleg Belum Jadikan Anak Punk Pemilih Potensial
Sementara itu, Junedi Singarimbun Caleg Provinsi dari Dapil Kota Jambi Partai PDI Perjuangan menilai bahwa punk juga memiliki hak yang sama untuk ikut dalam pesta demokrasi Februari 2024. Baginya sejak awal KPU memiliki data khusus terkait kelompok minoritas di Kota Jambi.
“Dari awal KPU sebenarnya harus tahu data dan seperti apa sosialisasi terhadap kelompok minoritas selama ini,” katanya.
Terkhusus kelompok punk, ia memaklumi bahwa pemerintah akan sulit dalam mendata. Namun menurutnya harus ada regulasi khusus agar kelompok seperti anak punk ini bisa menyampaikan kedaulatan politik.
Ia menilai bahwa mereka seperti tidak diikutsertakan dalam pesta demokrasi hingga mereka masa bodoh.
“Seharusnya sebagai pemerintah yang harus membuka kesadaran mereka, agar mereka mau untuk ikut dalam pemilu,” katanya.
Selama ini ia menilai bahwa kelompok punk memang tidak peduli dengan pemerintah dan pesta demokrasi.
Apalagi hingga saat ini di Kota Jambi tidak ada satupun kontestan caleg yang mau masuk ke kalangan punk seperti misalnya masuk ke kelompok disabilitas.
“Tapi itu jadi masukan buat saya, bahwa dari mereka memang harus didekati karena mereka sama dan punya hak yang sama,” katanya.
Sementara Umar Paruk caleg dari partai Gerindra mengatakan bahwa jika dilihat dari hak anak bangsa seharusnya kelompok punk juga memiliki hak untuk memilih. Namun baginya hal ini juga harus didasari keberadaan kelompok punk saat ini.
“Kalau mereka punya identitas pasti harus ikut menyuarakan hak suaranya. Tapi kalau mereka sudah berkeliaran dan tidak punya identitas lagi pasti akan kehilangan hak suaranya,” jelasnya.
Sedangkan Caleg PKS, Hizbullah mengaku bahwa pihaknya belum ada melakukan sosialisasi kepada anak punk secara khusus.
Baginya terlalu berat dan rumit jika pemerintah khususnya harus mengurus masalah kaum minoritas ini. Sehingga ia memilih untuk melakukan sosialisasi kepada warga yang memang mudah untuk dibina.
“Menurut saya ini pekerjaan yang paling rumit ya, anggarannya juga pasti besar,” katanya.
Partainya sendiri tidak ada mandat untuk terjun sosialisasi kepada anak punk secara langsung.
Namun secara personal, caleg ini mengaku siap menerima anak punk jika mereka ingin terlibat dalam kegiatan PKS. (*)
JAWABAN KPK Usai Disindir Ketum PDIP Megawati Soal Amnesti Hasto |
![]() |
---|
Kematian Pemuda di Polsek Kumpeh Ilir Jambi: Brigadir Faskal Banding, Bripka Yuyun tidak |
![]() |
---|
109 Rumah Terdampak Puting Beliung di Kerinci, Lima Orang Luka-Luka |
![]() |
---|
Pasien Kritis Meninggal Diduga karena tak Ditangani, Kepala Puskesmas Dicopot |
![]() |
---|
Viral TKW Asal Kerinci Jambi Diduga Kerja Tanpa Istirahat di Malaysia, Terekam Tidur Sambil Bekerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.