Kebakaran Masih Menjadi Momok Bagi Warga Pemukiman Padat Penduduk di Jambi
Kebakaran masih menjadi momok mengerikan bagi warga perkotaan padat penduduk, perkembangan penduduk hingga minimnya akses menjadi pemicu
Penulis: Abdullah Usman | Editor: Herupitra
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kebakaran masih menjadi momok mengerikan bagi warga perkotaan padat penduduk, perkembangan penduduk hingga minimnya akses menjadi pemicu.
Di Kota Jambi sendiri dari 11 kecamatan hampir sebagian besar memiliki kawasan padat penduduk, yang berpotensi besar memiliki pemicu terjadinya kebakaran.
Tercatat di Dinas Damkar Kota Jambi, kebakaran di kawasan pemukiman sejak Januari - Oktober berada di angka 40 kasus, dimana pada bulan April dan Juni cukup mendominasi terjadinya angka kebakaran dengan satu korban meninggal.
Dimana berdasarkan data tersebut, faktor yang paling mendominasi terjadinya kebakaran yakni persoalan listrik sebanyak 59 kasus disusul tabung gas dan kompor.
Kabid pemadaman dan penyelamatan Damkar Kota Jambi, Budy Siswanto, menuturkan berdasarkan peraturan walikota Nomor 8 tahun 2019 terkait penanggulangan kebakaran dan bencananya.
Dimana berdasarkan perwal tersebut, terdapat delapan kecamatan dari 11 kecamatan di Kota Jambi yang masuk kawasan rawan terjadinya bencana kebakaran pemukiman.
Baca juga: Pabrik Benang di Bandung Kebakaran, Asap Membubung Tinggi
Baca juga: 2 Orang di Tanjab Barat Meninggal Akibat Kebakaran
Diantaranya, Kecamatan Danau Teluk, kemudian Kecamatan Pelayangan, Danau Sipin, Pasar Jambi, Jambi Timur, Jelutung dan Kecamatan Jambi Selatan yang melingkupi dari beberapa Kelurahan.
"Beberapa faktor memang menjadi sebab dilokasi tersebut masuk kategori rawan kebakaran, diantaranya pertama karena akses yang sulit (jalan sempit berupa gang) dan juga dominan bangunan yang mudah terbakar (semi permanen)," jelasnya.
Selain itu juga faktor pendukung lain bisa juga menjadi penyebab, diantaranya kebanyakan masyarakat seberang itu untuk memasak ada yang masih menggunakan kayu bakar, secara tidak langsung beberapa kasus juga disebabkan oleh kayu bakar tadi.
Berbeda dengan kawasan pemukiman padat penduduk di perkotaan, meskipun mereka juga kebanyakan menghuni rumah rumah semi permanen ataupun rumah tua peninggalan. Namun mereka sudah jarang menggunakan kayu bakar untuk sumber memasak.
Namun masyarakat perkotaan yang padat penduduk tadi, mereka kerap lalai dengan instalasi terutama kabel induk yang ada di dalam rumah mereka.
Terkadang mereka tidak meng upgrade kabel instalasi sesuai dengan kebutuhan sekarang.
"Kalo dulu kan kabel yang digunakan itu hanya untuk kapasitas kecil, paling tidak lampu dan tv. Nah seiring berkembangnya ekonomi mereka dan meningkatnya kebutuhan energi listrik di rumah tersebut tentu dengan kebutuhan yang banyak instalasi yang awal tadi tidak memadai lagi dan itu dapat memicu konsleting terjadinya kebakaran jika tidak diganti," bebernya.
Guna mengantisipasi hal tersebut, pihaknya melakukan beberapa langkah pencegahan diantaranya dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat saat terjadi kebakaran atau munculnya api.
"Lebih ke mengedukasi masyarakat untuk jangan panik saat situasi seperti itu, itu langkah awal yang harus dipahami masyarakat," jelasnya.
Sementara itu Asnawi warga Sipin menuturkan, hidup di kawasan padat penduduk seperti ini sudah ditinggalkan sejak puluhan tahun lalu dan merupakan tanah warisan keluarga.
"Sayo disini sudah dari tahun 2001, dan memang sekitaran sini masih keluarga. Dulu tidak sepadat ini, namun karena banyak saudara yang berkeluarga dan membangun rumah disini jadi semakin padat. Karena disini memang warga asli atau pertama jadi mereka tinggal di sini semua," jelasnya.
Terkait resiko kebakaran sendiri, hal tersebut sejatinya acap kali terbesit dan menjadi kekhawatiran tersendiri. Terutama disaat musim kemarau yang rawan terjadi kebakaran.
"Paling tidak kita saling mengingatkan dan mawas diri saja, intinya waspada saja," tuturnya.
Berbeda dengan Asnawi, Dadang warga lainya yang tidak jauh berbeda tinggal di kawasan padat penduduk yang hanya dapat dilewati akses kendaraan motor saja secara bergantian.
Menurut dadang, hidup dengan kondisi seperti ini tentu memang penuh resiko. Namun pertimbangannya di tengah biaya kehidupan Kota yang tinggi, tinggal ngontrak di bedeng dalam gang sempit seperti ini masih terbilang mencukupi dari segi ekonomi.
"Karena kami ngontrak di bedeng, tentu resiko kebakaran bisa saja terjadi. Paling kita berupaya selamatkan mana yang paling berharga saja dulu sebisanya untuk mengurangi kerugian," tuturnya.
Lanjutnya, hidup di kawasan padat seperti ini tentu banyak resikonya karena banyak orang yang memiliki kebiasaan dan pola yang berbeda beda.
"Kita sudah waspada dan antisipasi, tetangga belum tentu seperti itu. Jadi kita waspada dan siap siap saja," ujar Pria yang kesehariannya sebagai tukang ojek ini. (usn)
Simak berita terbaru Tribunajmbi.com di Google News
Baca juga: Inara Rusli Terharu Dapat Royalti dari Lagu Virgoun: Akhirnya Anak-anak Mendapatkan Jaminan
Baca juga: Lokasi Jatuhnya 2 Pesawat TNI Terjal dan Susah Sinyal, Tim Instigasi Kesulitan Temukan Black Box
Baca juga: Pria di Gorontalo Nikahi 2 Wanita Sekaligus, Namun Berujung Sang Kekasih Jadi Janda
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.