Dari Pengabdian Masyarakat Prodi AP FKIP Unja, Pentingnya Penanganan Siswa Rentan Putus Sekolah

Dampak dari krisis pandemi Covid-19 sangat besar dan dalam jangka panjang salah satunya adalah meningkatnya jumlah siswa rentan putus sekolah

Editor: Rahimin
istimewa
Tim Pengabdian Masyarakat Prodi AP FKIP Unja Dr Sofyan M.Pd, Prof Amirul Mukminin Ph.D, Eddy Haryanto, Akhmad Habibi dan Agus Lestari berfoto bersama siswa. 

TRIBUNJAMBI.COM - Memasuki era pandemi Covid-19 dan masa transisi ke new normal seperti saat ini, pendidikan di Indonesia merupakan satu yang terdampak paling besar.

Sejak pertengahan Maret 2020, Indonesia meningkatkan status bahaya pandemi, sehingga semua harus melakukan pembatasan yang disebut dengan lockdown selama kurang lebih dua minggu lamanya.

Pembatasan yang dilakukan selama dua minggu diharapkan bisa mengurangi resiko tingkat persebaran virus Covid-19, ternyata tidak berjalan seperti yang direncanakan.

Persebaran Covid-19 semakin besar sehingga sekolah yang awalnya diliburkan selama dua minggu, mengalami perubahan strategi pembelajaran dengan menerapkan Work from Home (WFH) selama waktu yang belum bisa ditentukan.

Strategi ini mengakibatkan seluruh sekolah di Indonesia, mulai dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai Universitas meliburkan peserta didiknya, karena dikhawatirkan tingkat kerumunan yang tinggi, bisa menjadi cluster baru persebaran Covid-19.  

Dampak dari krisis pandemi Covid-19 sangat besar dan dalam jangka panjang salah satunya adalah meningkatnya jumlah siswa rentan putus sekolah (SRPS), bahkan sampai putus sekolah atau drop out (DO).

Sejumlah anak yang masih sekolah pun berisiko putus sekolah sehingga diperlukan sinergi antarpemangku kepentingan termasuk keluarga untuk mengatasi masalah ini karena pendidikan merupakan salah satu di antara sekian banyak pilar kesuksesan sebuah negara dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyatnya.

Hal ini dikatakan Dr Sofyan mewakili Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Prodi Administrasi, FKIP Universitas Jambi di SMKN 1 tanjung Jambu Timur.

Dr Sofyan
Tim Pengabdian Masyarakat Prodi AP FKIP Universitas Jambi Dr Sofyan, M.Pd.

Pengabdian Masyarakat yang dilakukan para dosen Universitas Jambi 2023 mengambil tema Fasilitasi Siswa Rentan Putus Sekolah Agar Tidak Putus Sekolah.

Tim Pengabdian Masyarakat Prodi AP FKIP Universitas Jambi yakni Dr Sofyan M.Pd, Prof Amirul Mukminin Ph.D, Eddy Haryanto M.Sc.Ed., MPP, Ph.D, Akhmad Habibi S.Pd.I, M.Pd., Ph.D dan Agus Lestari, M.Pd.

Kepala SMKN 1 Tanjung Jabung Timur Indra Fabriyono, S.Pi., M.Pd. menyambut baik dan penuh antusias kegiatan PPM yang dilakukan para akademisi.

“Bahwa kegiatan PPM dengan tema pendampingan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah merupakan hal yang urgen dilakukan. Hal ini untuk memberikan pemahaman bagi para guru, siswa, orang tua, dan komite sekolah dalam penanganan siswa rentan putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai factor. Dengan adanya kegiatan PPM ini memberikan pemahaman yang utuh bagi Masyarakat sekolah untuk merencanakan dan melakukan aksi dalam memberikan perluasan akses pendidikan,” katanya.

Pendidikan yang berkualitas merupakan harapan dan tuntutan seluruh stakeholder pendidikan, agar pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang dicapai setiap penduduk usia sekolah.

Tolok ukur atau parameter untuk mengukur kemajuan pembangunan di bidang pendidikan dengan cara melihat keterjangkauan pendidikan maupun pemerataan pendidikan pada masing-masing kelompok umur.

Proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang pernah/sedang bersekolah pada kelompok usia sekolah disebut putus sekolah/drop out (DO).

Semakin tinggi angka drop out (DO) menggambarkan kondisi pendidikan yang tidak baik dan tidak merata atau adanya indikasi rendahnya produktivitas pendidikan. Drop out (DO) adalah keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau sebelum lulus.

Anak tidak sekolah merupakan anak usia 7-18 tahun yang:

1) Tidak pernah bersekolah;

2) Putus sekolah tanpa menyelesaikan jenjang pendidikannya (putus sekolah di tengah-tengah jenjang SD, SMP, atau SMA/SMK); dan

3) Telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya (SD/sederajat ke SMP/sederajat atau SMP ke SMA/SMK sederajat).

Peningkatan kualitas pendidikan memiliki urgensi tersendiri untuk mendukung pembangunan nasional. Pembangunan nasional ini dapat membentuk SDM yang semakin berkualitas.

Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, pemerintah melakukan upaya-upaya pencegahan agar siswa tetap mendapatkan pendidikan yang layak.

Namun, tidak bisa dipungkiri masih banyak siswa yang belum beruntung untuk bersekolah atau bahkan mengalami drop out (DO). Angka anak putus sekolah khususnya untuk kelompok umur 16-18 tahun (jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK) masih relatif tinggi sehingga permasalahan tersebut perlu menjadi perhatian bersama.

Oleh karena itu, perguruan tinggi dalam hal ini Prodi Administrasi Pendidikan FKIP Universitas Jambi memandang penting dan mendesak untuk melakukan pendampingan kepada sekolah-sekolah yang terdampak dan terindikasi memiliki SRPS.

Kepedulian ini dikemas dalam program wajib yang harus dilakukan para dosen dalam bentuk Pengabdian Kepada Masyarakat. Program pengabdian merupakan salah satu pilar utama yang wajib dilakukan para dosen.

Dari data asesmen awal di SMKN 1 Tanjung Jabung Timur masih terdapat siswa yang berada dalam kategori SRPS.

Fakta tersebut misalnya ada siswa yang tingkat kehadirannya rendah, berasal dari keluarga ekonomi rendah, sering terlambat dating ke sekolah, melakukan bullying, prestasi rendah, tidak berpartisipasi aktif dalam belajar, dan hal-hal lainnya.

Kendala dan permasalahan yang dihadapi sekolah adalah:

1) Komunikasi dengan orangtua untuk melakukan home visit sulit karena jarak rumah jauh yang dikunjungi jauh dengan sekolah;

2) Lambatnya respon orang tua terhadap panggilan sekolah;

3) Orangtua kurang kooperatif dalam permasalahan anaknya;

4) Anggaran dana yang kurang mencukupi dalam mengakomodir gerakan pencegahan siswa rentan putus sekolah, dan

5) Sulit mendeteksi siswa RPS karena kurang pengawasan guru dan orang tua.

Atas permasalahan dan kendala yang ditemukan, Tim PPM Universitas Jambi melakukan advokasi kepada masyarakat sekolah untuk mengambil langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut:

1) Sosialisasi Gerakan SRPS bagi masyarakat sekolah termasuk komite;

2) Meningkatkan kompetensi guru dalam penanganan SRPS;

3) Pendampingan dan pendekatan secara personal dengan orangtua dan siswa;  

4) Memberikan poin reward untuk siswa berprestasi;

5) Membuat bank data siswa untuk memudahkan mengidentifikasi dan tindak lanjut dalam penanganan siswa;

6) Infaq untuk membantu permasalahan ekonomi pada siswa rentan putus sekolah;

7) Beasiswa dari komite dan bekerjasama dengan baznas, alumni, maupun lembaga lainnya;  

8) Kunjungan rumah (home visit);

9) Guru menjadi orangtua angkat siswa rentan dan ekonomi rendah;  

10) melakukan parenting bersama wali murid tentang pentingnya pendidikan, dampak pernikahan dini dan pergaulan bebas; dan

11) Mencarikan wali murid/orang tua asuh untuk siswa broken home.

Kegiatan pendampingan SRPS di SMKN 1 Tanjung Jabung Timur ini dimaksudkan untuk mengampanyekan perluasan akses layanan pendidikan pada anak di usia sekolah.

"Dengan demikian, pada akhirnya kualitas pendidikan akan terwujud dengan kesempatan belajar yang lebih baik dan berkualitas," kata Tim Pengabdian Masyarakat Prodi AP FKIP Universitas Jambi Dr Sofyan.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved