Berita Jambi
Cerita Suku Talang Mamak Tebo Jambi Hadapi Perubahan Iklim
Dampak krisis iklim kini melanda kehidupan komunitas adat di Talang Mamak yang bermukim di ekosistem Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Penulis: Nurlailis | Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJAMBI.COM, TEBO – Dampak krisis iklim kini melanda kehidupan komunitas adat di Talang Mamak yang bermukim di ekosistem Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Cuaca yang tidak menentu menjadi ancaman bagi produktivitas dan kesejahteraan masyarakat yang masih bergantung pada hasil hutan dan ladang.
"Iklim di wilayah adat Talang Mamak sudah mulai berubah tapi tidak seperti di kota," kata Kindo, toko adat dari Komunitas Talang Mamak, dalam talkshow yang diselenggarakan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi, Minggu (27/8/2023).
Kindo menyampaikan hutan bagi Talang Mamak merupakan sumber kehidupan mereka. Dari nenek moyang sampai sekarang, sumber pencarian utama berasal dari hasil hutan. Mereka masih menanam padi ladang secara tradisional.
Selain itu, mereka menanam sayuran untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, seperti pisang, terong, cabai, sayur-sayuran. Ada pula jernang yang ditanam sendiri atau dipanen langsung di hutan.
Baca juga: Ibu Aldila Jelita Murka Tak Rela Anaknya Rujuk dengan Indra Bekti: Taubat!
Baca juga: Komplotan Praka RM Tak Hanya Imam, ZF Ternyata Juga Pernah Disiksa dan Dimintai Uang, 12 Jam Disekap
Helen dari KKI WARSI mengatakan dampak perubahan iklim sangat berpengaruh pada kehidupan komunitas adat Talang Mamak.
Sebab, hutan adalah sumber penghidupan bagi mereka yang memiliki tradisi besiap (berpindah) untuk mencari tanaman-tanaman hutan untuk sumber penghidupan. Mereka punya kearifan lokal tersendiri bagaimana menjaga hutan dan mengmbalikan hutan yang telah dibuka untuk berladang kembali seperti semula.
“Talang Mamak menyekat atau membagi hutan sesuai dengan kearifan lokal Talang Mamak,” katanya.
Ada Rimba Pusaka. Dalam tradisi mereka, wilayah hutan ini tidak bisa dibuka karena dipercaya sebagai ruang bagi nenek moyang. Ada Rimba Jehat yang dipercaya menjadi tempat roh jahat. Ada Huma Besambung yang biasa digunakan untuk berladang dan lainnya.
"Ketika mereka siap menanam padi mereka akan menanam jengkol, durian dan tanaman-tanaman agroforest lainnya yang sangat ramah lingkungan dan kegiatan itu mereka sebut belukar atau kebun," terangnya.
Talang Mamak juga sangat bergantung pada hasil hutan seperti aren, buah kepayang, karet, madu hutan dan jernang.
Namun, perubahan iklim berdampak pada mata pencaharian Talang Mamak dan juga berdampak pada pendidikan, kesehatan, memingkatnya konflik internal dan eksternal, terjadinya mobilisasi penduduk.
Jika iklim berubah pasti produktivitas sialang menurun karena madu berasal dari sari bunga di hutan. Panen buah tahunan seperti durian, jernang, tidak bisa lagi memastikan kapan berbuah karena waktu panen yang bergeser.
Baca juga: BPN Kota Jambi Targetkan Pendataan 6.000 Bidang Tanah di Kecamatan Pasar
Berbeda dulu mereka dapat memprediksi kapan panen buah tahunan. Lalu hilangnya panen raya yang biasa dirasakan Talang Mamak karena produktivitas buah berkurang. Hasil getah karet dan padi yang menurun karena cuaca dan penyakit padi.
"Jika hasil panen menurun berdampak juga pada perekonomian dan pendidikan mereka, kalau uang tidak ada, sumberdaya dan apa yang mau dimakan juga berkurang hingga berdampak pada kesehatan mereka juga," tegas Helen.
Ibu Aldila Jelita Murka Tak Rela Anaknya Rujuk dengan Indra Bekti: Taubat! |
![]() |
---|
Dua Anak Dibawah Umur Bunuh Ibu Tiri di Dumai |
![]() |
---|
Mitra Bapeltan Jambi Pamerkan Berbagai Produk Pertanian di Training of Trainer |
![]() |
---|
Komplotan Praka RM Tak Hanya Imam, ZF Ternyata Juga Pernah Disiksa dan Dimintai Uang, 12 Jam Disekap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.