LIPUTAN KHUSUS

Kisah Caleg Jambi Siap Rp2 Miliar, Ongkos Politik di Kab/Kota/Provinsi Belum Tentu Balik Modal

Caleg yang memiliki dana lebih besar, belum tentu jadi jaminan terpilih. Amunisi dana lebih besar tidak jaminan terpilih, ada beberapa kasus terjadi.

Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
KPU
Ilustrasi pemungutan suara 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Jumlah uang yang musti disiapkan calon legislatif ( caleg ) di Jambi untuk maju pemilihan legislatif ( Pileg Jambi 2024 ), di kisaran Rp300 juta-Rp2 miliar.

Besaran ongkos politik itu diungkapkan sejumlah orang yang pernah menjadi caleg di DPRD kabupaten, kota dan Provinsi Jambi.

Penelusuran Tribun Jambi, untuk menjadi caleg tingkat kabupaten/kota di Provinsi Jambi kisaran ongkos politik yang dikeluarkan berbeda-beda.

Di tingkat Kota Jambi, untuk menjadi caleg dan bisa terpilih menjadi anggota dewan harus menyiapkan dana Rp300 juta-Rp500 juta.

Seorang caleg yang pada Pileg 2019 berhasil menjadi anggota DPRD Kota Jambi, mengaku menghabiskan dana Rp350 juta untuk bisa duduk di kursi tersebut.

"Rp350 jutaan lah habis. Tapi, ada yang malah lebih dari itu. Kisarannya sekitar Rp300 juta-Rp500 juta, itu masa sosialisasi sampai pemilihan delapan bulan kerja," ucap anggota dewan yang tak ingin namanya disebutkan.

Sementara di Kabupaten Tanjabbar, besarannya berbeda lagi. Itu lantaran kondisi geografis wilayah yang lebih luas.

Seorang anggota DPRD yang terpilih di sana, mengungkapkan harus merogoh kocek Rp700 juta hingga Rp1 miliar.

"Di sini, Rp700 juta lebih. Saya pun lebih juga, rata-rata kisaran Rp700 juta-Rp 1 miliar, bahkan ada yang lebih. Tapi rata-rata segitulah," ungkapnya.

Provinsi 2-3 kali lipat

Kondisi berbeda lagi untuk maju sebagai caleg DPRD Provinsi Jambi.

Seorang caleg yang pernah maju pileg tingkat provinsi, menuturkan uang yang dikeluarkan 2-3 kali lipat lebih besar dibanding untuk maju tingkat kabupaten/kota.

"Dua bahkan tiga kali lipat dari kabupaten-kota," ucapnya.

Itu dalam arti, biaya yang dibutuhkan untuk maju DPRD Provinsi Jambi di kisaran Rp500 juta-Rp1 miliar.

Beberapa waktu lalu, KPU Provinsi Jambi telah menyatakan dari 814 bacaleg yang mendaftar, hanya 103 orang yang dinyatakan memenuhi syarat.

Penelusuran Tribun Jambi, untuk merebut kursi legislatif provinsi, ada bacaleg yang menyiapkan modal sekira Rp2 miliar.

Seorang Anggota DPRD Provinsi Jambi petahana yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan menargetkan mendapatkan minimal 10.000 suara dengan siraman serangan fajar Rp100 ribu per kepala.

"Siraman terakhir Rp100 ribu per kepala, target suara minimal 10 ribu dan bisa lebih," ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, dia akan menyiapkan dana Rp2 miliar.

"Dari dua miliar itu belum termasuk biaya sosialisasi. Dengan dana segitu, belum tentu balik modal ketika sudah menjadi anggota di DPRD Provinsi Jambi," tuturnya.

Maju DPR RI

Sementara itu, untuk DPR RI dapil Jambi, Direktur Eksekutif Public Trust Institute (Putin), Pahrudin HM, mengungkapkan dana yang dibutuhkan untuk maju pemilihan legislatif pusat butuh dana kisaran Rp10 miliar.

Seorang caleg yang tak ingin disebutkan namanya, mengungkapkan secara jelas dana tersebut dialokasikan secara umum, keperluannya ada lima pengeluaran.

Pertama, akomodasi ke daerah pemilihan.

Kedua, biaya kampanye, meliputi alat peraga untuk melakukan sosialisasi.

Ketiga, bantuan sosial untuk mendapatkan perhatian masyarakat.

Keempat, pengumpulan massa atau konsolidasi.

Kelima, saksi untuk mengawal perolehan suara.

Alokasi terbesar

Seorang caleg yang mengeluarkan dana sekira Rp700 juta, mengatakan secara jelas peruntukan dana tersebut, terutama untuk bantuan sosial kepada masyarakat.

"Peruntukannya banyak. Ada uang operasional, ada bantuan permintaan masyarakat, bantuan kegiatan pemuda-pemuda, contoh alat-alat yang dibutuhkan kelompok yasinan, kayak amplifier, sound system," sebutnya.

Dia menyebutkan ada juga uang yang dialokasikan untuk rapat konsolidasi, pembiayaan pengambilanan data, sosialisasi dan kampanye, baik itu pencitraan dan juga logistik lain-lain.

Secara jelas, dia mengatakan bahwa menyiapkan dana untuk pengkondisian masyarakat, atau dalam bahasa lain memberikan serangan fajar kepada masyarakat.

"Tentu nanti uang perkondisian masyarakat," ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, dia menyebut biaya pengkondisian masyarakat ini persentasenya lebih besar dibanding dengan biaya kampanye dan lainnya.

"Pengkondisian banyak kalau 2019 kemarin 60 persen, kalau sosialiasi kemarin 40 persen (dari total Rp 700 juta lebih)," ucapnya.

Menurutnya, dalam dunia politik, terutama saat maju sebagai anggota dewan, uang itu sangat diperlukan untuk memperbesar peluang keberhasilan.

"Dalam politik uang diperluakan untuk eksistensi politik," singkatnya.

Sementara itu, caleg yang berhasil duduk di DPRD Kota dengan mengeluarkan dana Rp350 juta, mengatakan setiap caleg tentu sudah merencanakan dari awal kebutuhan-kebutuhan mendasar untuk sosialisasi dengan membeli bahan-bahan kontak atau alat peraga.

Kemudian juga mengadakan kegiatan dengan masyarakat, melakukan konsolidasi tim, turun ke lapangan, juga untuk saksi yang tentu semua itu butuh biaya.

"Semua caleg itu, ya, pasti mempersiapkan itu. Apalagi memang caleg itu sungguh-sungguh ingin meraih simpati masyarakat," ucapnya.

Namun, menurutnya, yang terpenting sebagai caleg turun mendatangi masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat, melakukan komunikasi aktif, melalui tim atau menggunakan jalur-jalur publisitas di media elektronik maupun sosial, ataupun membentuk struktur jaringan yang bisa mengampanyekan sampai tingkat akar rumput.

"Dananya tergantung kita. Kalau mau besar, bisa kita besarkan. Kalau mau sedang, bisa kita sedangkan. Kalau mau biaya rendah, kita bisa me-manage-nya dengan biaya rendah. Yang penting, bagaimana sosok caleg itu bisa diterima," jelasnya.

Dia mengungkapkan dengan mengandalkan hal tersebut, pada 2019 lalu, dirinya tidak sampai harus mengondisikan masyarakat atau melakukan serangan fajar.

"Saya tidak ada (serangan fajar), kuncinya harus banyak tatap muka dengan konstituen," ucapnya. (cda/cbi)

Populasi dan Geografis

Sejumlah bakal calon legislatif (bacaleg) telah mendaftarakan diri untuk Pileg 2024.

Selama ini, stigmanya di masyarakat, untuk menjadi seorang caleg dan terpilih jadi anggota dewan harus memilki modal besar.

Pengamat poliktik dari iUniversitas Jambi, Hatta Abdi Muhammad, mengatakan pertarungan elektoral di Indonesia itu mensyaratkan banyak uang untuk berkompetisi.

Caleg di setiap daerah memiliki ongkos politik yang berbeda-beda, di berbagai tingkatan dari kota hingga pusat.

Hatta Abdi mengatakan itu dipengaruhi letak geografis dan populasi atau jumlah pemilih.

Semakin luas wilayah dan semakin banyak jumlah pemilih, maka semakin besar biaya politik yang dibutuhkan. 

Modal Rp5 Juta dan Kejutan

Wasril Tanjung, mantan Presiden Mahasiswa Universitas Jambi, yang terjun ke dunia politik dengan menjadi caleg DPRD Kota Jambi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tak berhali lolos pada Pileg 2019.

Kini dia maju lagi pada Pileg 2024 di DPRD Kota Jambi.

Dia memaparkan pada Pileg 2019 lalu hanya mengeluarkan uang Rp5 juta. Kala itu dia meraup lebih dari 1.000 suara.

"Sekitar Rp5 jutaan. Mngkin tidak percaya kan? Tapi memang gitu kenyataannya," ucapnya.

Menurutnya, partai pun bingung dengan perolehan suara yang diraih Wasril. Padalah pada 2019 lalu hanya bermodal coba-coba saja. "Perkiraan saya cuma dapat 300-500 suara untuk awalan," ujarnya.

Wasril menegaskan pada 2019, sama sekali tidak melakukan politik uang ataupun bagi-bagi uang kepada masyarakat.

Menurutnya, dalam dunia politik, apalagi menjadi caleg, memang membutuhkan dana.

Namun, dana bukan segalanya yang bisa menentukan kemenangan.

"Ya memang kalau gratis betul, tidak mungkin, ya, pastilah ada dananya. Tapi, dana itu sebenarnya bukan menjadi faktor utama penentu kemenangan," ungkapnya.

Kata dia, untuk bisa terpilih menjadi anggota dewan harus memiliki tiga modal, yakni modal sosial, politik dan ekonomi (uang).

"Dan modal sosial itulah yang paling berpengaruh. Kalau kita sudah punya modal sosial, itu menjadi modal yang sangat berharga," tuturnya.

Sementara modal politik merupakan perahu dan kemampuan untuk melakukan komunikasi politik dengan partai.

Sementara untuk modal ekonomi, kata dia, penting hanya digunakan untuk melakukan sosialisasi untuk meningkatkan modal sosialnya.

"Orang-orang yang tidak punya modal sosial, tapi dia punya modal politik sama model ekonomi maka dia akan menghabiskan banyak dana untuk meningkatkan modal sosialnya," ucapnya.

Sementara jika caleg telah memiliki modal sosial bagus, maka tidak perlu banyak mengeluarkan modal ekonomi.

Sehingga pada 2019 lalu, ia memilih untuk meningkatkan modal sosial, dan meminimalkan modal ekonomi.

"Saya memang membangun basis sosial di berbagai titik, tidak hanya datang pas kampanye, tidak hanya datang pas pada saat pemilu," ujarnya.

Sehingga, ia hanya menggunakan dana minim dan digunakan untuk membuat alat peraga kampanye seperti spanduk dan baliho, dan juga dana operasional untuk melakukan konsolidasi.

"Kalau kita mengeluarkan dana itu pasti, tapi kalau kita punya modal sosial dan modal politik, maka itu akan lebih memudahkan tercapai tujuan kita," pungkasnya.

Pada Pemilu 2024 mendatang, dia akan memperkuat modal sosialnya di masyarakat, dan berusaha mendapatkan hasil lebih baik dibanding 2019 lalu. 

Bukan Jaminan

Dr Pahrudin HM, Pengamat Politik Universitas Nurdin Hamzah Jambi, mengatakan setiap caleg memiliki peluang untuk bisa terpilih sebagai anggota dewan.

Caleg yang memiliki dana lebih besar, belum tentu jadi jaminan terpilih.

Amunisi dana lebih besar tidak jaminan terpilih, ada beberapa kasus terjadi.

Meski begitu, dana merupakan hal cukup penting, terutama untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Bersosialisasi butuh dana, apalagi menggunakan serangan darat, laut dan udara tentu membutuhkan dana.

Dana itu nantinya dialokasikan untuk melakukan sosialisasi, memasang alat peraga kampanye, seperti baliho di tempat strategis yang efektif dan menarik perhatian masyarakat. Kemudian memberikan bantuan sosial kepada masyarakat dan lain sebagainya.

Selain itu, cleg lebih banyak ke partai. Msalnya agar memperoleh posisi strategis di nomor urut. Itu dari sisi psikologi politik dan marketing politik.

Caleg juga harus tetap mengelola finansial baik, kemudian harus meningkatkan modal sosial di masyarakat.
Jadi, uang bukan satu-satunya sarana.

Tetapi, itu juga penting di dalam melakukan sosialisasi dan komunikasi politik dengan dengan pemilih dan partai. (cda/cbi)

Baca juga: Kisah Sudaryanto Yanto Priyono Tinggal di Uni Soviet, Tak Mau Kutuk Bung Karno, Lawan Rezim Orba

Baca juga: Kisah Seorang Pengacara yang Kini Menjadi Pj Bupati Muaro Jambi

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved