Sidang Ferdy Sambo
Keringanan Tuntutan Hukuman Untuk Bharada Eliezer Masih Dikaji JPU: Banyak Faktor Pertimbangan
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kaji Keringan hukuman untuk Bharada Richard Eliezer atau Bharada E
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Keringan hukuman untuk Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang diajukan LPSK dikaji tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan jaksa nantinya dalam memberikan tuntutan kepada para terdakwa, khusunya dalam hal ini Richard Eliezer.
Diantara faktor yang mempengaruhi isi tuntutan JPU itu dengan melihat falta yang terungkap dalam persidangan.
Sebagaimana diketahui bahwa sidang perkara pembunuhan berencaana Brighadir Yosua Hutabarat dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada saat ini JPU Kejari Jakarta Selatan belum memberikan keputusan atas pengajuan pada surat tersebut.
Meskipun demikian, surat pengajuan dari lembaga perlindungan untuk pria yang berstatus justice collaborator itu tidak dipermasalahkan oleh jaksa.
"Itu merupakan rekomendasi," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Nahdi, Senin (5/12/2022) malam.
Syarief menyebutkan untuk meringankan penuntutan tersebut harus dilakukan kajian terlebih dahulu oleh tim JPU.
"Kalau masalah surat LPSK akan kita kaji terlebih dahulu," kata dilihat dari Tribunnews.com.
Dia juga menyebutkan ada beberapa pertimbangan dalam meringankan tuntutan tersebut.
Diantara pertimbangan itu melihat fakta-fakta dalam persidangan.
"Untuk tuntutan akan dibuat dengan memperhatikan banyak faktor seperti fakta yang terungkap di sidang," ujar Syarief.
3 Poin Pengajuan LPSK
Sebelumnya, Bharada E mengajukan keringanan tuntutan kepada JPU terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nodriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua Hutabarat.
Pengajuan itu disampaikan melalui pengacaranya, Ronny Talapesy pada Senin (5/12/2022).
Ronny pun menyampaikan bahwa pihaknya juga memiliki rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ini disampaikan kepada jaksa penuntut umum," ujarnya saat ditemui awak media di luar ruang sidang pada Senin (5/12/2022).
Rekomendasi tersebut disampaikan Ronny sebab LPSK telah setuju untuk memberikan perlindungan kepada kliennya sebagai justice collabolator.
"Kenapa kita perlu sampaikan ini? Karana kita perlu mengingat bahwa klien kami adalah JC yang terlindung oleh LPSK," ujarnya.
Terdapat tiga poin utama yang dianggap penting bagi pihaknya.
Pertama, posisi Bharada E yang bukan sebagai pelaku utama.
Kedua, adanya keterangan penting yang dimiliki Bharada E terkait perkara ini.
"RE punya keterangan penting terkait dengan skenario perbuatan mengahalang-halangi penegakan hukum pidana atas peristiwa tindak pidana terhadap Brigadir Yosua," kata Ronny.
Ketiga, pengungkapan kasus oleh Bharada E dianggap berpotensi mengancam dirinya.
"RE bersedia mengungkap tindak pidana pembunuhan yang melibatkan terdakwa Ferdy Sambo yabg saat masih menjabat sebagai Kadiv Propam dan yang merupakan atasan yang sehingga berpotensi mengancam kejiwaannya,"
Berdasarkan dokumen rekomendasi LPSK yang ditunjukkan Ronny, surat tersebut ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan u.p. Jaksa Penuntut Umum.
Di dalam surat rekomendasi itu terdapat permohonan agar rekomendasi LPSK kepada saudara Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai justice collaborator dapat dimuat ke dalam Surat Tuntutan.
Kemudian LPSK juga menyampaikan agar Bharada E mendapatkan keringanan penjatuhan pidana.
"Sesuai dengan pasal 10A ayat (3) huruf A UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," sebagaimana tertulis di dalam dokumen tersebut.
Isi Permohonan LPSK untuk Bharada ke JPU
Bharada Richard Eliezer membongkar kebohongan Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam terkait tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat.
Keberanian Richard tersebut yang sekaligus berstatus sebagai justice collaborator mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Perlindungan yang diberikan LPSK tersebut dengan melakukan pendampingan selama persidangan berlangsung.
Lembaga tersebut mengajukan permohonan ke Kejagung RI untuk meringankan hukuman terhadap Bharada Eliezer.
Pengajuan tersebut berdasarkan Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Saat ini Eliezer dalam kasus pembunuhan berencana tersebut berstatus sebagai justice collaborator.
Pasalnya, Bharada Eliezer bersedia menjadi Justice Collaborator (JC) dalam membuka kasus ini.
Apalagi kasus ini menyangkut kebohongan seorang perwira polri yang seharusnya menjadi penegak hukum.
Surat rekomendasi keringanan hukuman itu kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas dikutip dari Kompas TV, telah diajukan ke Jaksa Penuntut Umum pada Kamis (1/12/2022) lalu.
"Pada 1 Desember 2022, LPSK mengirimkan surat secara tertulis rekomendasinya berkaitan dengan status Bharada Eliezer sebagai Justice Collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan dengan terdakwa Bharada Eliezer," kata Susilaningtyas.
Pengajuan permohonan keringanan hukuman itu berdasarkan Pasal 10 A Ayat 3 Undang-undang 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Isi ayat ini adalah menerangkan bahwa pemberian penghargaan bagi seorang Justice Collaborator (JC).
"Kami menyampaikan juga di dalam surat tersebut agar dimuat di dalam surat tuntutannya, sehingga Bharada Eliezer mendapatkan keringanan penjatuhan hukuman sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 A Ayat 3 Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata dia.
Sebagaimana diketahui, kesediaan Bharada Eliezer untuk menjadi Justice Collaborator (JC) membuat kasus pembunuhan Brigadir J makin terang.
Sebelumnya, Bharada Eliezer mengikuti skenario yang diabuat atasannya, eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Namun pada akhirnya dia mau membuka semua kebohongan ini.
Upaya ini tidak serta merta dan tidak mudah dilakukan Bharada Eliezer.
Apalagi, dari semua terdakwa, hanya Bharada Eliezer yang mau menjadi Justice Collaborator (JC).
Sementara lainnya, terdakwa Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo, masih berkelit.
Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua dimakamkan di kampng halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.
Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta.
Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawathi.
Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Artikel ini diolah dari TRIBUNNEWS.COM
Baca juga: Sidang Obstruction of Justice, Kejujuran Saksi Menentukan Nasib Ferdy Sambo dan Putri Candrawati
Baca juga: Nasib Ricky Rizal, Polisi Pangkat Bripka Tapi Tugas Jaga Anak Ferdy Sambo
Baca juga: Usai Tembak Yosua, Ferdy Sambo Beri Uang Tutup Mulut, Putri Candrawati Beri Iphone
