Human Interest Story

Lika-liku Hidup Rasmi, Membangun Harapan untuk Putra Semata Wayang di Rumah Kayu yang Nyaris Roboh

Rumah ukuran 4 x 4 meter dengan dinding kayu yang sudah lapuk, serta atap seng yang terlihat berkarat. Di sanalah Rasmi, perantau asal

Penulis: anas al hakim | Editor: Fifi Suryani
Tribunjambi.com/Anas Alhakim
Rasmi di depan tempat tinggalnya yang nyaris roboh dan selalu bocor saat hari hujan. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Rumah ukuran 4 x 4 meter dengan dinding kayu yang sudah lapuk, serta atap seng yang terlihat berkarat. Di sanalah Rasmi, perantau asal Palembang menetap bersama putra semata wayangnya.

Bangunan rumah yang ditinggalinya itu hampir roboh, dan kalau terjadi hujan maka sebagian ruangan rumahpun ikut basah karena atap seng yang bocor dimakan usia.

Meski dengan kondisi rumah yang sangat memprihatinkan, namun Rasmi tetap semangat menjalani hidup walau tanpa suami. Rasmi seorang janda yang kini usianya masuk 48 setelah suaminya meninggal.

Lika-liku perjalanan hidup Rasmi nan pahit, terkadang ia menangis seorang diri tanpa harus diketahui putranya, masalah apapun yang ia rasakan selalu dipendam dalam hati.

Rasmi pun menceritakan awal mula ia ke Jambi, yakni pada 2009 silam, ia ke Jambi karena dijemput sama suami yang pada saat itu kerja sebagai pemulung barang bekas, dan usia anaknya masih 7 bulan.

Sebelumnya, ia tinggal di Jambi daerah Perumnas. Namun setelah suaminya meninggal disarankan oleh keluarga untuk pindah ke daerah Handil.

Demi bertahan hidup, Rasmi harus rela setiap hari mengumpulkan barang-barang bekas yang ada di setiap TPS.

Kemudian setelah beberapa tahun berkerja sebagai pemulung, ia pun ditawarkan oleh seseorang untuk menjadi tukang sapu di Perumahan Arsenal dan Rasmi-pun menerima tawaran tersebut.

Setelah berjalan tiga tahun, Rasmi mengalami sakit demam selama tiga hari dan tidak masuk kerja. Lalu mendengar kabar kalau ia akan dipecat, karena tidak masuk kerja selama tiga hari, ia pun pasrah.

Hari terus berganti, Rasmi berusaha untuk mencari pekerjaan yang lain, demi memenuhi kebutuhan hidup serta membesarkan anaknya yang masih kecil. Akhirnya ia pun mendapatkan pekerjaan sebagai tukang gosok dan cuci piring dengan upah Rp250 ribu per bulan.

“Untuk membayar listrik serta membeli susu anak dan beli makan, mana cukup gaji segitu, tapi dari pada saya tidak kerja, mau tidak mau harus tetap dijalani,” ujar Rasmi sambil menangis saat diwawancara Tribun, Sabtu (26/11).

Di saat itu lah ia merasakan kesedihan yang mendalam dan ingat kepada almarhum suaminya pada saat ia masih hidup, mungkin kalau suaminya masih ada, ia tidak mungkin mengalami hidup seperti ini harus menjadi kepala keluarga.

Tidak lama kemudian, ia berhenti dari pekerjaan sebagai IRT tersebut, dan barulah ia menjadi agen koran yang ia lakoni dari 2014 silam sampai sekarang. Di saat itulah kehidupan Rasmi mulai membaik, bisa membiayai anaknya sekolah sampai anaknya tamat SMK yang ada di Kota Jambi.

Dan anaknya pun sekarang sudah bekerja dibengkel motor yang tidak jauh dari rumahnya, penghasilannya saat ini Rp150 ribu per minggu.

Meski begitu Rasmi tetap bangga pada anak satu-satunya itu. Karena anak yang dulu ia gendong sambil bekerja tidak terasa sudah besar dan bisa membantu orang tua.

“Pesan untuk anak saya, hati-hati dalam bekerja dan jangan bikin orang tua kecewa, harus menjadi anak yang sukses serta membuat orang tua bangga,” ungkap Rasmi.

 

  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved