Kesehatan

Warga Disarankan Hindari Konsumsi Parasetamol Sirup, Kasus Ginjal Akut Misterius Terus Bertambah

Meski belum menemukan penyebab tunggal terjadinya gangguan ginjal akut misterius yang terjadi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia

Editor: Fifi Suryani

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA – Meski belum menemukan penyebab tunggal terjadinya gangguan ginjal akut misterius yang terjadi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau warga menghindari dulu penggunaan obat sirup parasetamol. "IDAI merekomendasikan untuk sementara ini kita belum jelas buktinya, untuk menghindarkan konsumsi obat-obat seperti ini," ujar Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso saat konferensi pers virtual, Selasa (18/10).

Piprim menjelaskan imbauan untuk menghindari terlebih dahulu obat parasetamol sirup khususnya untuk diberikan ke anak. Hal itu dilakukan sampai berhasil mengidentifikasi penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Diketahui sebelumnya, sebelum muncul ratusan kasus gangguan ginjal akut misterius di Indonesia, Gambia mencatat puluhan kasus kematian anak dengan kondisi cedera ginjal diduga akibat konsumsi sirup obat batuk.

Mereka diduga meninggal usai mengkonsumsi parasetamol sirup yang terkontaminasi dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). "Ada kecurigaan tentang obat-obatan mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). Tapi sampai sekarang belum konklusif atau (diketahui) sebab tunggal," kata Piprim.

IDAI pun menegaskan rekomendasi ini bukan berarti parasetamol sudah dipastikan sebagai penyebab tunggal. Namun sebagai bentuk kewaspadaan dini.

Lalu sebagai pengganti parasetamol sirup lanjut Piprim pihaknya menyarankan untuk meredakan panas atau demam pada anak menggunakan kompres air hangat. Jika diperlukan kata dia gunakan paracetamol yang dimasukkan ke anus.

"Bisa kompres hangat. Kalau perlu (penggunaan parasetamol) dari anus. Kompres hangat dululah lebih (aman)," ujar Dr Piprim.

Sementara itu Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Eka Laksmi Hidayati SpA(K) menganjurkan bisa melakukan pemeriksaan pada pasien gangguan ginjal akut sedini mungkin di rumah sakit. Terutama jika terjadi penurunan produksi atau tidak ada urine selama 6 jam.

Kalau ditemukan indikasi ini, segera bawa ke rumah sakit. Setelahnya akan dilakukan pemeriksaan ginjal.

Selain sebagai penyaring sampah metabolisme tubuh, ginjal memiliki fungsi lain. Seperti menjaga keseimbangan kadar air dan elektrolit, mengatur produksi sel darah merah, menjaga tekanan darah. Serta mengatur keseimbangan asam basa atau pH dalam tubuh. Kalau ginjal mengalami gangguan, akan terjadi penumpukan cairan, limbah, dan racun di dalam tubuh yang bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada ginjal.

"Kalau ginjal memang terganggu hingga stadium 3, artinya sampah tidak bisa dibuang karena ginjal berhenti berfungsi. Salah satu cara penanganan adalah melakukan cuci darah," ujarnya. Ada kesulitan tersendiri jika melakukan cuci darah pada pasien yang masih anak-anak. Meski mesin banyak tersedia di Indonesia, namun umumnya gangguan ginjal biasanya terjadi pada orang tua.

Karena terjadi penurunan fungsi ginjal seiring bertambahnya usia. Selain itu juga disebabkan oleh penyakit lain seperti hipertensi dan diabetes. Sedangkan untuk anak-anak, secara epidemiologi, kondisi anak memerlukan cuci darah jauh sedikit.

"Sehingga memang tidak praktis, efesien menyediakan di banyak tempat. Ketika terjadi lonjakan, kami menentukan center yang bisa mengerjakan pada anak. Di Jakarta ada RSCM dan RS Harapan Kita," ujar Dr Eka.

Dr Eka pun menganjurkan untuk datang langsung kalau jika ditemukan ada gangguan yang mengarah pada gangguan ginjal akut. Diharapkan dapat segera mendapatkan respon pengobatan lebih baik.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved