BIN Perkuat Sistem Enkripsi Cegah Kebocoran Data Rahasia
Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan sistem enkripsi semakin diperkuat untuk mencegah terjadinya kebocoran data.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan sistem enkripsi semakin diperkuat untuk mencegah terjadinya kebocoran data.
Hal itu menyusul isu peretasan data rahasia milik Presiden Jokowi oleh Hacker User Breach Forums Bjorka.
“Sampai saat ini masih aman, tentu saja segala dokumen atau surat-surat penting lainnya tentu harus betul-betul terlindungi secara maksimal," kata Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto dalam talkshow, Sabtu (10/9/2022).
Menurutnya, BIN selalu berkomitmen memperkuat sistem keamanan digital tanah air.
BIN tidak tinggal diam menyikapi klaim peretasan situs Kepresidenan Republik Indonesia.
Wawan mengatakan BIN tengah memasang sikap waspada terhadap para pembobol data.
“Sebetulnya dari dulu kita waspada karena memang ancaman itu setiap saat bisa terjadi, kita perbaharui sistem yang ada dan menggunakan kripto persandian," terang Wawan.
Wawan menegaskan keamanan data kepresidenan merupakan kedaulatan bangsa Indonesia yang harus dijaga.
Pada Jumat (9/9/2022), Hacker Brjorka mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari Badan Intelijen Negara.
Bjorka mengatakan data berukuran 40 MB itu berisi 679.180 dokumen yang kemudian dirampas per September 2022.
Di situsbreached.to, Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019- 2021.
"Berisi transaksi surat tahun 2019 - 2021 serta dokumen yang dikirimkan kepada Presiden termasuk kumpulan surat yang dikirim oleh Badan Intelijen Negara yang diberi label rahasia," tulisnya di situs tersebut.
Dalam sampel tersebut tampak beberapa judul surat seperti "Surat rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup," "Permohonan Dukungan Sarana dan Prasana," dan "Gladi Bersih dan Pelaksanaan Upacara Bendera pada Peringatan HUT Ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2019.
Sahkan UU PDP
Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat menilai isu kebocoran data semakin mengkhawatirkan.
Menurutnya, perlu ada percepatan pengesahan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) beserta peraturan turunannya.
Jemsly mencontohkan kebocoran data yang juga terjadi pada layanan Indihome.
"Jadi yang relatif berhubungan dengan ini adalah masalah ketidakkompetenan dari SDM, yang kedua ada penyalahgunaan wewenang 10 persen dan tidak patut 1 persen," katanya.
Ombudsman juga meminta PT Telkom Indonesia sebagai induk perusahaan agar meningkatkan kualitas layanan karena tuntutan pelanggan akan kebutuhan teknologi informasi yang terus berkembang.
"Sebenarnya sudah ada Permen Nomor 20 Tahun 2016, tapi habis itu ada lagi Undang-Undang telekomunikasi keterbukaan publik dan di sana disebutkan memang kita harus menyimpan dalam bentuk enkripsi,” urai Jemsly.