Harga BBM Naik

Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional Jika Harga BBM Tidak Diturunkan

Serikat buruh menyatakan bakal melakukan aksi mogok kerja nasional jika pemerintah tidak mendengar permintaan atau tuntutannya

Editor: Fifi Suryani
ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras
Ilustasi: demo ancam mogok kerja nasional 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Serikat buruh menyatakan bakal melakukan aksi mogok kerja nasional jika pemerintah tidak mendengar permintaan atau tuntutannya untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal itu ditegaskan oleh serikat buruh kala menjawab pertanyaan Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat menggelar aksi di depan gedung DPR RI.

"Siap mogok nasional? Siap! November akhir atau Desember awal, bila BBM tidak diturunkan," kata Iqbal yang seraya dijawab langsung oleh massa aksi buruh, Selasa (6/9).

Tak hanya soal tuntutannya terhadap kenaikan harga BBM, buruh juga mendesak pemerintah untuk membatalkan disahkannya UU Omnibus-Law Cipta Kerja. Buruh juga menuntut agar upah minimun dinaikkan sebesar 10-13 persen pada 2023 mendatang, jika tidak maka ancaman mogok nasional akan dilakukan.

"Omnibus Law tetap dipaksa disahkan, upah tidak dinaikkan, wahai kaum buruh, petani, nelayan, kelas pekerja, persiapkan dirimu, mogok nasional," tutur dia.

Dalam kesempatan ini, Iqbal meminta kepada para kaum buruh untuk tidak perlu khawatir melakukan aksi mogok nasional ini. Sebab dirinya menyatakan akan bertanggung jawab jika memang ada hal yang tak diinginkan.

"Nggak usah takut, saya yang pimpin langsung. Kalau ada apa-apa, saya yang tanggung jawab. Saya akan serukan secara terbuka, mogok nasional. Tapi konstitusional mengikuti aturan UU, menjaga ketertiban," ucap dia.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal juga mengatakan pihaknya mendesak kepada DPR RI untuk membentuk panitia kerja (Panja) dan panitia khusus (pansus) untuk membahas penolakan kenaikan harga BBM. "Memang kita menginginkan aksi di DPR ini, DPR membentuk panja dan pansus BBM," kata Iqbal.

Desakan untuk membentuk panja dan pansus itu sebagai upaya agar DPR bekerja mewujudkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat atau buruh.Sebab kata dia, sudah ada beberapa anggota legislatif yang menyuarakan penolakan kenaikan BBM namun belum ada inisiatif yang dilakukan.

"Jangan hanya menyuarakan penolakan (kenaikan BBM, red), kami meminta bentuk dong panja nya, pansusnya," tutur Iqbal.

Dirinya lantas membeberkan kekhawatiran kaum buruh dan masyarakat jika harga BBM tetap naik. Kenaikan harga BBM itu kata dia, akan berdampak pada keberlangsungan hidup kelas pekerja seperti petani, nelayan, pekerja pabrik hingga pengemudi ojek.

"Petani, nelayan, buruh ini yang gak dipikirkan oleh pemerintah. Bantuan 600 ribu itu hanya gula-gula atau dengan kata lain hanya diperikan 4 kali, dalam sebulan itu berarti 150 ribu rupiah per bulan itu pun untuk yang berupah 3.500.000 per bulan ke bawah, itu gula-gula," ucap dia.

Dalam aksi di depan Gedung DPR RI kata Iqbal diikuti oleh sekitar 2.000 buruh. Setidaknya ada tiga tuntutan yang dilayangkan dalam aksi ini, termasuk meminta kenaikan upah pekerja tahun 2023. "Ada tiga isu yang diangkat yang pertama Tolak kenaikan harga BBM yang kedua Tolak pembahasan Omnibus law undang undang cipta kerja dan yang ketiga naiknya upah minimum tahun 2023 sebesar 10 persen hingga 13 persen, itu lah tiga tuntutan," kata dia.

Said Iqbal juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyuarakan penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Bahkan Iqbal menyebutkan, perlu adanya gerakan yang terus menerus dilakukan termasuk melalui media sosial agar tuntutan dapat didengar oleh Pemerintah.

Atas hal itu, Iqbal meminta kepada netizen untuk dapat memanfaatkan media sosialnya untuk menyuarakan tuntutan itu. "Menyerukan netizen melakukan perlawanan melalui sosmed. Ketik, gunakan jari-jarimu. Kalau kita diam, netizen pada diam, maka ketidakadilan akan terus berlangsung," kata Iqbal.

Dirinya lantas membahas soal desakan yang pernah dilakukan oleh partai buruh yang juga dibantu oleh masyarakat. Desakan itu terkait dengan massa usia pencairan BPJS Ketenagakerjaan atau Jaminan Hari Tua (JHT).

Kata dia, saat itu masyarakat berhasil menggagalkan rencana pemerintah untuk mencanangkan batas pencairan JHT 56 tahun. "Kita pernah menang di JHT. Kita pernah menang di BPJS. karena presiden ingin mendengar suara rakyat," ucap dia.

"Kalau kita diam, netizen pada diam, maka ketidakadilan akan terus berlangsung," ujar Iqbal.

Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved