Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Waka LPSK Edwin P Pasaribu; Pelecehan Seksual Putri Candrawathi di Luar Nalar(1)

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengaku menerima banyak laporan pelecehan seksual.

Editor: Fifi Suryani
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, saat wawancara eklusif di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengaku menerima banyak laporan pelecehan seksual.

Perihal laporan pelecehan seksual istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di luar nalarnya.

"Pada umumnya laporan kekerasan seksual ada relasi kuasa artinya posisi pelaku lebih dominan ketimbang korban. Sini brigadir, sono istri jenderal, ini saja sudah gugur," ucap Edwin di kantor Tribun Network, Jakarta, Rabu (24/8/2022).

Menurutnya, pada umumnya pelaku kekerasan seksual juga memastikan tidak ada saksi, walaupun bisa saja ada anomali.

Namun, pada kasus pelecehan Putri Candrawathi terdapat sejumlah saksi antara lain Bharada E, Brigadir RR, dan ART Kuwat Maruf.

"Ini membuat kami bertanya-tanya benarkah peristiwa pelecehan seksual ini ada," ungkap Edwin.

Berikut petikan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi:

LPSK bisa berkaitan dengan kasus pembunuhan Brigadir Josua ini awalnya bagaimana?

Diawali adanya permohonan perlindungan yang diajukan oleh Bharada E dan Ibu Putri Candrawathi. Kita kan sama-sama mendengar peristiwa diumumkan oleh Polri pada 11 Juli 2022.

Kemudian kami sudah menangkap pasti ini sebuah peristiwa besar karena ada orang mati dibunuh di rumah jenderal. Jadi kami hari Selasa 12 Juli 2022 sudah berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan untuk mengetahui peristiwanya seperti apa termasuk apakah ada pihak saksi atau korban yang membutuhkan perlindungan.

Jadi LPSK yang proaktif begitu ada rilis dari Kepolisian RI tanggal 11 Juli, lalu apa hasil koordinasinya dengan penyidik?

Ya, dijelaskan konstruksi awal kematian Brigadir J. Pada hari Rabu 13 Juli 2022 kami menemui Pak Irjen Sambo bahwa beliau juga menyampaikan dari peristiwa ini istrinya ibu PC membutuhkan perlindungan.

Pak Sambo mengatakan pada saat itu istrinya adalah korban pencabulan dan dia terganggu secara psikis dengan pemberitaan media massa. Dia berharap bisa melindungi istrinya dari pemberitaan itu.

Lalu apakah dijelaskan media massa dalam bentuk bagaimana sehingga dikatakan menyerang psikis Ibu PC?

Memang tidak ada penjelasan mengenai itu dan itu padahal baru hari ketiga (setelah polisi rilis). Tapi bahwa menurutnya ibu PC terguncang secara psikis karena pemberitaan. 

Di hari yang sama kami bertemu dengan Bharada E. Dia juga mengajukan permohonan secara langsung dan juga menceritakan apa yang terjadi versi pertama.

Permohonan ibu PC secara resmi baru kami terima tanggal 14 Juli 2022 yang diajukan lewat kuasa hukumnya. Tanggal 16 Juli 2022 kami diagendakan bertemu dengan ibu PC di rumah pribadi saguling.

Di pertemuan itu ibu PC bersama Komnas Perempuan, seperti yang kami sampaikan bahwa kami tidak mendapat informasi apapun dari ibu PC saat itu.

Maksudnya tidak mendapat informasi, Ibu PC diam saja?

Iya dia di dalam kamar, staf kami bersama Komnas Perempuan menemui Ibu PC di rumah pribadi saguling. Ibu PC hanya berbaring di tempat tidur. 

Informasi yang saya dapatkan tidak pakai make-up, tidak pakai masker, tapi tidak ada yang bisa digali. Saat itu ibu PC hanya menangis saja. 

Pada umumnya laporan kekerasan seksual ada relasi kuasa artinya posisi pelaku lebih dominan ketimbang korban. Sini brigadir, sono istri jenderal, ini saja sudah gugur. Umumnya pelaku memastikan tidak ada saksi, walaupun bisa saja ada anomali.

Sementara peristiwa Duren TIga ada saksi lainnya selain saksi dan korban. Ada Ricky, Richard, dan Kuwat. Ini membuat kami bertanya-tanya benarkah peristiwa pelecehan seksual ini ada karena diluar nalar. 

Metode apa sebetulnya yang digunakan LPSK untuk menguji kebenaran laporan pelecehan seksual?

Kalau undang-undang memberikan empat syarat. Satu apakah pemohon memiliki sifat keterangan untuk mengungkap suatu perkara. Yang kami uji juga apa permohonan ini berdasarkan sesuatu kebenaran.

Kedua, kita mendalami tingkat ancaman, ada tingkat ancaman yang dihadapi pasca peristiwa tindak pidana. 

Yang ketika kita mendalami situasi medis dan psikologisnya. Ada tidak yang mengakibatkan dia terganggu misalnya sakit dan traumatik.

Keempat adalah apakah pemohon pernah melakukan kejahatan. Dan yang paling penting adalah kita melakukan sinkronisasi laporan pemohon karena kami mendapatkan laporan yang tidak sinkron.

Yang paling tidak sinkron dan krusial apa contohnya?

Kami mendapat informasi bahwa almarhum Brigadir Josua dapat luka tembak di belakang kepala tembus ke hidung. Luka tembak itu tidak mungkin terjadi kalau versi ceritanya tembak menembak. Itu tidak mungkin terjadi.

Yang lain kami melihat ada yang ganjil dari proses hukum terhadap peristiwa yang terjadi. Sebenarnya mudah saja pada saya sampaikan belum ada yang mengkritisi soal itu. Soal fakta ada kematian dan tidak adanya laporan kepolisian.

Kami berpandangan memang kematian Josua ini tidak dikehendaki untuk diinvestigasi sehingga tidak terbitkan laporan kepolisian.

Hal ganjil lain adalah Brigadir Josua disebut sebagai terduga pelaku atas dua LP pelecehan seksual dan tembak menembak. Selain itu untuk apa jenazah di otopsi, otopsi itu dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban. Kalau dia di otopsi berarti Brigadir J korban. (bersambung)

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved