Takut Pembeli Kecewa Tidak Ada Rendang, Pemilik Restoran Padang Rela Beli Daging Mahal

Aksi mogok jualan yang dilakukan pedagang daging sapi di Pasar Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur untuk memprotes mahalnya

Editor: Fifi Suryani
cahaya minang
rendang khas Cahaya Minang 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA  - Aksi mogok jualan yang dilakukan pedagang daging sapi di Pasar Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur untuk memprotes mahalnya harga dikeluhkan warga. Irfan (35), satu pembeli daging sapi di Pasar Kramat Jati mengaku keberatan dengan mogok yang dilakukan mulai Senin (28/2) hingga Jumat (4/3) karena mempengaruhi kebutuhan.

"Keberatan juga sih, karena kebutuhan untuk makan sehari-hari juga kan. Apalagi minggu kemarin pedagang tempe, tahu juga mogok," kata Irfan di Pasar Kramat Jati.

Pasalnya selain untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, daging sapi banyak dibutuhkan pedagang rumah makan seperti bakso, soto daging, dan penjual nasi padang. Pun di satu sisi dia mengakui harga daging sapi yang sekarang berkisar Rp130 ribu per kilogram membuat warga kesulitan karena terjadi di saat harga komoditas lain seperti minyak goreng yang harganya juga naik.

"Ini tadi saya beli daging sapi setengah kilogram Rp65 ribu, padahal biasanya Rp55 ribu. Memang ada kenaikan dan memberatkan, tapi karena kebutuhan ya tetap beli," ujarnya.

Irfan masih dapat berbelanja daging sapi di Pasar Kramat Jati karena hari ini dari masih ada segelintir pedagang yang masih berjualan dan belum ikut melakukan mogok serentak. Di antaranya Ape (48), yang menuturkan masih berjualan karena memiliki sisa dagangan hasil belanja dari tempat pemotongan hewan pada Minggu (27/2).

Menurutnya bukan hanya pedagang yang melakukan aksi mogok, tapi tempat pemotongan hewan milik perorangan juga melakukan hal serupa untuk mempromosikan mahalnya harga. "Kalau dulu memang semua pedagang itu beli di rumah pemotongan yang di Cakung. Tapi sekarang sudah banyak tempat, enggak seperti dulu. Ini saya jualan juga barang sisa kemarin," tutur Ape.

Pantauan di los pedagang daging sapi yang berada di lantai dua Pasar Kramat Jati lapak penjual tampak sepi karena mayoritas penjual sepakat melakukan aksi mogok dagang. Pisau daging dan kayu alas potong yang digunakan pedagang daging sapi untuk berjualan dibiarkan tergeletak begitu saja di kios, sementara jumlah pembeli terpantau sedikit.

Ketua Pengurus Wilayah Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Sapi Indonesia (JAPPDI) Asnawi mengatakan, asosiasi pedagang daging sapi itu ada dua JAPPDI dan Asosiasi Pedagang Daging Indonesia atau APDI, di mana JAPPDI lebih mengutamakan komunikasi serta solusi.  "Kami tetap komit berdagang, teman saya di pasar Kramat Jati motong dan dagang hari ini, kemudian teman saya di pasar dekat Cipinang juga menyampaikan informasi tetap dagang," kata Asnawi.

Menurutnya, JAPPDI lebih mendahulukan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait kenaikan harga daging, di mana selama ini masyarakat menilai mahalnya harga daging akibat dinaikkan oleh pedagang.  "Dengan isu mogok, masyarakat jadi tahu bukan pedagang yang menaikkan harga tapi dari peternak dan RPH itu sudah mahal, di RPH itu harga Rp106 per kilo," kata Asmawi.

Jika harga di RPH sudah Rp106 per kilo gram, ditambah harga pokok produksi (HPP) maka harga sampai di komsumen paling rendah Rp 130 per kilo gram.  "Itu sudah tipis keuntungan pedagang, tapi masyarakat jadi tahu harga ini bukan pedagang yang menaikkan, mereka datang ke pasar sudah siap dengan harga sekarang," tuturnya.

Selain itu, Asmawi menyebut munculnya isu mogok pastinya disikapi oleh pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memerintahkan jajarannya mengendalikan harga daging sapi. Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Mufti Bangkit Sanjaya pun berharap pemerintah memberikan subsidi.

Pasalnya, para pedagang sudah tidak sanggup lagi menanggung kerugian akibat melambungnya harga pokok penjualan (HPP). "Semoga harga daging dapat disubsidi oleh pemerintah seperti komoditi pangan lainnya agar masalah tuntas tidak terulang tiap tahunnya tanpa ada solusi konkret dan tepat juga solutif untuk para pedagang dan tentunya masyarakat," ujarnya.

Pemberian subsidi ini pun dinilainya sebagai langkah konkret dalam mengatasi masalah kenaikan harga daging ini. Sebab, harga daging sapi segar di Jakarta terlalu tinggi, sementara daya beli masyarakat masih tergolong rendah.

Menurutnya, kemampuan maksimal dalam membeli daging sapi hanya berkisar di harga Rp120 ribu. Hal ini pun menjadi ironi lantaran para pedagang mendapat daging sapi segar di angka Rp130 ribu. Kondisi ini pun membuat pedagang berada di posisi yang tidak menguntungkan lantaran harga daging sudah di atas daya beli masyarakat.

"Tentunya kami rugi, dilematika kalau harus melihat breakdown modal para pedagang dan biaya operasional lainnya," ujarnya. Untuk itu, ia menilai pemberian subsidi ini merupakan langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi ini.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved