Hanya Soeharto yang Berani Putuskan Hubungan Diplomatik dengan China, Ini Alasannya

Kisah Soeharto Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan China di tahun 1967 pasca gerakan G30S/PKI

Editor: Heri Prihartono
net
Soeharto saat dilantik jadi Presiden 

TRBUNJAMBI.COM - Berikut kisah keberanian Soeharto  mengakhiri hubungan diplomatik dengan China.

Meski sifatnya hanya sementara namun ada sebuah kisah menarik di jaman Soeharto.

Apa alasan Soeharto melakukan demikian?

 Soeharto memutuskan hubungan diplomatik dengan China tahun 1967.

Dikutip Soeharto.Co dari buku Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965 – 27 Maret 1968”,  peristiwa itu terjadi pada Minggu 1 Oktober 1967.

Soeharto mengambil keputusan tegas dengan membekukan hubungan RI dengan RRC.

Saat itu diduga negara tersebut membantu G30S/PKI di Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga bereaksi keras atas tindakan-tindakan orang Cina terhadap gedung dan harta milik star Kedutaan Besar RI di Peking.

Dalam hukum internasional staf kedutaan mempunyai hak imunitas dan hak ekstra-teritorial.

Kisah Soeharto saat G30S/PKI  Pecah

Soeharto dan peristiwa G30S/PKI saling berkaitan  dalam sejarah perjalanan bangsa.

Kisah  Soeharto itu diungkap Wahyudi dalam buku berjudul "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Kompas tahun 2012 lalu.

Dalam buku itu, Wahyudi berkisah  adanya sebuah peristiwa di rumah Soeharto menjelang terjadinya peristiwa G30S/PKI.

Saat itu, dirinya  sedang bertugas di pos jaga.

Dia mendapati ada seseorang yang mengantarkan sebuah bingkisan.

Wahyudi bercerita jika pengantar bingkisan itu adalah seorang pria paruh baya.

"Saya tanda tangani resi tanda terima kemudian membawanya ke ruang belakang," kenang Wahyudi.

Saat dibuka, ternyata isi bingkisan tersebut  adalah patung Batara Guru.

Batara Guru adalah  satu tokoh dalam cerita pewayangan.

"Saya meletakkannya di meja dekat Pak Harto biasa membaca koran pagi," jelas Wahyudi.

Soeharto mengetahui adanya patung itu lalu memanggil Wahyudi, dan menanyakan asal mula patung tersebut.

 Wahyudi pun segera menjawabnya.

"Saya kira itu pesanan Bapak," jawab Wahyudi.

Letjen TNI Soeharto didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku. Letjen TNI Soeharto didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku. (FOTO: HISTORIA.ID/repro)

\Wahyudi mengakui dirinya memang tidak menanyakan identitas pengirimnya.

"Pak Harto juga bertanya kepada Ibu Tien Soeharto yang juga mengatakan tidak memesannya. Demikian juga keluarga yang lain, ditanya namun tak ada yang merasa memesan atau mengenal pengirim patung itu," ungkap Wahyudi.

Wahyudi pun merasakan ada yang ganjil terkait hal itu.

"Buat saya, itu kiriman yang ganjil, mengingat Pak Harto bukanlah penggemar apalagi pengumpul barang-barang seni semacam itu. Namun sempat terbersit di benak saya, apakah itu sebuah pertanda baik bagi Pak Harto?" kata Wahyudi.

Wahyudi tetap berharap yang terbaik untuk Soeharto.

"Dalam hati tentu saja saya mengharapkan yang terbaik terjadi pada Pak Harto, mengingat isyarat alam semesta bisa saja datang melalui berbagai cara," harap Wahyudi.

Wahyudi melanjutkan setelah  dikirimnya bingkisan itu, dirinya tiba-tiba menjadi sibuk.

Ketika itu memang terjadi peristiwa G30S/PKI.

"Di hari-hari pertama terjadinya kudeta itu, Pak Harto menyuruh saya mengungsikan Ibu Tien dan putra-putri beliau ke suatu tempat yang dirahasiakan," kata Wahyudi.

Wahyudi kemudian membawa Bu Tien dan keluarganya ke rumah sederhana milik Kostrad yang lokasinya di Jalan Iskandarsyah, Kebayoran Baru selama tiga hari. (TRIBUNJAMBI.COM)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved