Berita Tanjabtim

PT WKS Angkat Bicara atas Tuduhan SPI Terkait Konflik Agraria di Tanjabtim

Berita Jambi-Humas PT WKS, Taufik membantah terkait tuduhan yang dilakukan oleh pihak Serikat Petani Indonesia (SPI) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim)

Penulis: Aryo Tondang | Editor: Nani Rachmaini

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI- Humas PT WKS, Taufik membantah terkait tuduhan yang dilakukan oleh pihak Serikat Petani Indonesia (SPI) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) intimadasi terhadap anggota SPI, terkait lahan di kawasan Desa Pandan Sejahtera, Pandan Lagan, Pandan Makmur, Pandan Jaya.

Taufik menegaskan, secara fakta di lapangan, masyarakat yang tergabung di SPI merupakan masyarakat pendatang dan bukan masyarakat lokal setempat, sehingga, menurutnya, rata-rata mereka baru mengklaim lahan di lokasi yang disebutkan, setelah pihaknya melakukan proses panen.

Kemudian, Taufik juga menyebut bahwa, SPI sendiri sudah Keliru terhadap object yang disampaikan, di mana, menurut Taufik, lahan yang diklaim oleh SPI berada di dalam HGU, dan HGU tersebut adalah Areal Penggunaan Lain (APL).

"Jelas mereka keliru, yang mereka klaim itu di dalam HGU, dan HGU itu adalah APL, sedangkan kami berada dalam kawasan hutan produksi tetap yang telah dilakukan penataan batas kawasan," kata Taufik, saat dikonfirmasi, Jumat (29/10/2021).

Dia juga menjelaskan bahwa, pihaknya selalu mengedepankan Resolusi Konflik yang bertanggung jawab dan terbuka terhadap penyelesaian konflik dimanapun di dalam wilayah kerja kami.

"Dan perlu kami sampaikan bahwa, pertama itu, rata-rata areal yang di klaim juga merupakan tanaman pokok dan SPI melakukan perusakan sekaligus penebangan," tutup Taufik.

Seperti diberitakan sebelumnya, Serikat Petani Indonesia (SPI) Tanjung Jabung Timur, menuntut Pemerintah Daerah, agar menghentikan aktifitas tiga perusahaan di kawasan konflik agraria di sejumlah wilayah di Tanjung Jabung Timur.

Ketua DPC SPI Tanjabtim, Ahya Ahadita mengatakan, tiga perusahaan yang saat ini terlibat konflik dengan masyarakat yakni, PT. Mendahara Agrojaya Industri (MAI) anak dari perusahaan PTPN VI, PT. Kaswari Unggul dan PT. Wira Karya Sakti (WKS).

Kata Ahya, konflik ini terjadi di tiga desa, yakni di Desa Merbau, yang bermasalah dengan PT MAI atau MAJI, kemudian Desa Pandan Sejahtera, Pandan Lagan, Pandan Makmur, Pandan Jaya, yang bersinggungan dengan PT WKS dan di Desa Rantau Karya, Suka Maju, Teluk Dawan, Catur Rahayu, Sidomukti, Dendang yang berkonflik dengan PT Kaswari Unggul.

Ahya mengaku, adanya sejumlah upaya intimidasi yang dilakukan perusahaan kepada petani, anggota dari SPI Tanjabtim.

"Ya adanya intimidasi, mereka mencabut tanaman masyarakat, dan kami menyayangkan ketidak berpihakan Pemkab kepada masyarakat dalam permasalahan ini," kata Ahya, Jumat (29/10/2021).

Tindakan tersebut, kata Ahya, justru menaikkan eskalasi konflik agraria di lapangan dan menghambat proses penyelesaian konflik agraria yang sedang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria, serta Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

Konflik ini mencuat, di mana pada tanggal 21 Oktober 2021, PT. MAI beserta aparat mendatangi lahan garapan petani anggota SPI di Desa Merbau Kecamatan Mendahara.

Kedatangan mereka untuk merusak galian tapal batas areal konflik yang dibuat oleh petani secara swadaya.

Petani membuat galian tapal batas dimaksudkan untuk membatasi aktifitas perusahaan yang terus memperluas areal dengan menggusur tanah yang dikuasai petani.

Sempat terjadi adu mulut antara petani dengan karyawan dan keamanan PT. MAI. Karena situasi yang sudah tidak kondusif, petani anggota SPI di Desa Merbau Kecamatan Mendahara meniggalkan lokasi demi keselamatan diri. Tak lama berselang, alat berat perusahan datang merusak galian tapal batas tersebut.

Kemudian, terkait konflik dengan PT WKS kata Ahya, berawal pada tanggal 19 Oktober 2021, di mana PT.WKS mendatangi rumah dan tanah pertanian petani di Kecamatan Geragai dengan membawa spanduk yang menyampaikan agar petani mengosongkan lahan tersebut.

"Mereka membawa spanduk dan meminta agar petani mencabut tanaman yang sudah dibudidayakan," kata Ahya.

Saat ini, kata Ahya, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, menargetkan lokasi yang menjadi konflik tersebut, sebagai prioritas kedua, untuk diselesaikan, yakni pada rentang bulan Juli 2021 sampai dengan Desember 2021.

Tidak jauh dari konflik agraria petani anggota SPI dengan PT. WKS, pada tanggal 27 Oktober 2021 sekitar pukul 09.00 WIB konflik juga terjadi, antara petani anggota SPI dan PT. Kaswari Unggul.

di mana, kata Ahya, tanah yang dikuasai oleh PT. Kaswari Unggul diketahui tidak memiliki HGU sekira 22 tahun, dan hal tersebut sudah terkonfirmasi dari informasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan BPN Jambi.

Kegiatan petani di tanah pertanian mendapat peringatan dan penekanan dari PT. Kaswari Unggul serta aparat gabungan dari beberapa instansi pemerintah.

Mereka menyayangakan, respon dari Pemerintah Kabupaten Tanjabtim, yang tidak berpihak kepada petani.

Di mana, kata Ahya, Pemda Tanjabtim berdalih bahwa HGU PT. Kaswari Unggul sedang dalam proses pengurusan.

"Petani punya bukti kuat penguasan tanah, dan saat ini proses penyelesaian ditangani oleh Kementerian ATR/BPN dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)," bilangnya.

Ahya mengaku, petani sudah terlebih dahulu memiliki bukti kepemilikan tanah tersebut, melalui Pancung Alas, atau surat yang dikeluarka oleh adat sejak Tahun 1979.

"Terkait dengan kasus tersebut, pernyataan Sekretaris Daerah tidak memuaskan dan cenderung memihak kepada perusahaan," bilang Ahya.

Adapun sejumlah tuntutan yang disampaikan SPI yakni, agar tim PPKRA-PKRA untuk menertibkan perusahaan agar menghormati proses penyelesaian konflik dengan tidak lagi melakukan intimidasi, penggusuran dan pengusiran kepada petani anggota SPI Tanjabtim.

Kemudian, ATR/BPN Wilayah Jambi untuk menghentikan proses penerbitan HGU PT. Kaswari Unggul dikarenakan terdapat konflik di atas tanah tersebut yang penyelesainnya sedang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Kemudian, kata Ahya, pihaknya meminta agar TNI-Polri sebagai anggota Tim PPKA-PKRA harus netral, untuk menjaga kondusifitas di lapangan.

"Untuk Bupati Tanjabtim, agar mematuhi Surat Menteri Dalam Negeri perihal dukungan penanganan konflik agraria pada kasus atau lokasi prioritas yang dikirimkan pada awal September 2021 kepada 18 Gubernur dan 61 Bupati dan Wali Kota, termasuk Bupati Tanjabtim," tutup Ahya. (*)

Baca juga: SPI Tanjabtim Minta Pemda Hentikan Aktifitas 3 Perusahaan yang Terjadi Konflik Agraria, Ini Kata WKS

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved