Sumpah Pemuda
Nasib Kartosoewirjo Tokoh Sumpah Pemuda yang Dihukum Mati setelah Memberontak Pada Negara
Berikut kisah Kartosoewirjo Tokoh Sumpah Pemuda yang Dihukum Mati membuat Soekarno menahan tangis
TRIBUNJAMBI.COM - Sebagai tokoh Sumpah Pemuda sosok Kartosoewirjo jadi sorotan setelah karirnya berakhir dengan hukuman mati.
Kartosoewirjo memilih jalannya sendiri sebagai pentolan pemberontak DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) atau NII (Negara Islam Indonesia).
Hal ini tentu bertentangan dengan Soekarno sebagai sahabat sekaligus presiden saat itu.
Soekarno harus menahan tangis saat ia harus menandatangani surat keputusan untuk hukuman mati untuk Kartosoewirjo
Kartosoewirjo pimpinan dari kelompok itu adalah sahabat masa muda Soekarno.
Kartosoewirjo pernah jadi teman baik Soekarno kala masih menimba ilmu dan mondok di rumah HOS TJokroaminoto di Surabaya pada tahun 1918-an.
Namun ketika Soekarno menjabat menjadi Presden pasca Kemerdekaan Indonesia, selang berapa tahun kemudian meletuslah pemberontakan yang dipimpin oleh Kartosoewirjo.
Mimpi buruk yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut.
Kartosoewirjo jelas bersalah sebagai Imam dan Pimpinan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berkas eksekusi mati tertulis coba disingkirkan dari meja kerja Soekarno.
Soekarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada orang yang sama yakni HOS Tjockroaminoto.
"Pada 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air.
Pada tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, di berjuang semata-mata menurut azas agama", Kata Soekarno yang dikutip dari buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat.
Kartosoewirjo dikenal sebagai sahabat Soekarno semasa tinggal di rumah Pak Tjokro yang tak pernah bosan mengomentari Soekarno saat berlatih pidato di depan cermin.
Terkadang kritik yang dilontarkan Kartosoewirjo lebih kepada ejekan.