Digitalisasi UMKM Tak Sekadar Memindahkan Etalase ke Marketplace
Digitalisasi usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) jangan sekadar dimaknai sebatas memindahkan jualan produk ke marketplace ataupun media sosial.
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
Dampak pademi juga dirasakan oleh Cecep. “Perputaran modal jadi lambat karena waktu pengiriman jadi lebih lama karena adanya pembatasan aktivitas. Kan modal memang jadi kendala UMKM,” kata Cecep.
Setali tiga uang, Supri pun demikian. Tapi pria yang menekuni digital marketing ini punya penjelasan rinci, bahwa tidak semua UMKM yang bermain digital terdampak. “Yang terdampak itu penjualan produk-produk semisal aksesori, peralatan rumah tangga dan sejenisnya,” kata dia.
Sedangkan, penjualan produk-produk kesehatan, frozen food justru mengalami kenaikan. Maka tak heran ketika pandemi, di marketplace kita banyak menemukan toko yang mendadak menjual oksimeter, yakni alat pengukur kadar oksigen dalam darah. Oksimeter memang menjadi deteksi dini mereka yang terpapar Covid-19 untuk tahu seberapa bagus kadar oksigen mereka.
Imbas lain dari pandemi terhadap pelaku UMKM digital menurut Supri adalah turun gunungnya para pemodal besar. Mereka, kata dia, turut meramaikan marketplace. “Dari sisi konsumen, mereka diuntungkan dari hal harga. Tapi para penjual eceran justru yang terdampak,” paparnya.
Tidak hanya itu, kondisi ini membuat bargaining iklan berubah. “Biaya iklan jadi lebih tinggi,” ucapnya.
Kini kasus Covid-19 relatif melandai, kendati ada ancaman gelombang ketiga. Namun setidaknya aktivitas perekonomian kembali menggeliat. Mereka, para pelaku UMKM berharap kondisi terus membaik. “Pada akhirnya kondisi ini mengingatkan kita bahwa yang bertahan adalah yang adaptif,” kata Anna. (deddy rachmawan)