Militer Indonesia

Sejarah 1996, Kopassus dan Kostrad Selamatkan Tim Peneliti yang Disandera KKB

Berikut kisah prajurit Kopassus dan Kostrad jalani misi selamatkan sandera di Papua pada 8 Januari 1996.

Editor: Heri Prihartono
soedoetpandang.wordpress.com
Seorang peneliti dari Ekspedisi Lorentz yang disandera OPM tahun 1996 

TRIBUNJAMBI.COM - Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, prajurit Kopassus dan Kostrad jalani misi selamatkan sandera di Papua pada 8 Januari 1996.

Kopassus diterjunkan guna selamatkan  26 anggota Tim Peneliti Lorentz 95 disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka.

Kopassus harus menghadapi penyendera yang dipimpin Kelly Kwalik.

Terkait penyanderaan Tim Lorentz ’96 dan bagaimana mereka diselamatkan hal ini pernah diulas Intisari.

Sebenarnya Tim Lorentz ’95 dibentuk di Jakarta berdasarkan kerjasama antara Biological Science Club (BSsC) dari Indonesia dan Emmanuel College, Cambridge University.

Lembaga BSsC adalah  organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) independen yang didirikan pada 7 September 1969 oleh sekelompok mahasiswa ilmu Biologi Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.

Tujuan ekspedisi ini  melakukan penelitian terhadap beragam flora dan fauna di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jawawijaya, Irian Jaya—sebelumnya bernama Irian Barat dan sekarang jadi Papua.

Tim ini terdiri atas 11 peneliti yang tak hanya meneliti flora-fauna, mereka juga akan mengaji keterkaitan objek penelitian dengan kehidupan dan pola pikir tradisional suku Nduga di sana.

Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi usaha-usaha pelestarian dan pengembangan Taman Nasional Lorentz.

Hasil  penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal bagi peran serta masyarakat yang terletak di bagian timur laut taman nasional yang pada 1999 ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO itu.

Penelitian antara bulan November 1995 dan Januari 1996.

Anggota tim dari Indonesia yakni  Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).

Anggota tim dari Inggris terdiri dari Daniel Start (22), William “Bill” Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).

Para peneliti  juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya.

Dalam rombongan ada sosok Jacobus Wandika, putra daerah suku Nduga, yang merupakan antropolog lulusan Universitas Cendrawasih dan murid Markus Warip.

Sebelum keberangkatan, tim tahu jika di lokasi penelitian itu terdapat kelompok Gerakan Pengacau Keamanan – Organisasi Papua Merdeka (GPK – OPM) yang mengaku kecewaa dengan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka para peneliti berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.

Saat itu, sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan Alama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya.

Secara mengejutkan datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.

Seorang pria diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara.

Mereka mendobrak mendobrak pintu yang dikunci Tim Lorentz, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.

 Tim Lorentz hilang jejaknya.

Penyanderaan Tim Lorentz mulai menghiasi media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.

Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.

Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) memimpin misi penyelamatan.

Beberapa satuan TNI lainnya  dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.

Meski  lima bulan berlalu, penyanderaan Tim Lorentz oleh GPK-OPM yang akhirnya diketahui dipimpin oleh panglima bernama Kelly Kwalik, belum juga membuahkan hasil.

Penyandera  berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.

Dalam buku Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapenduma (1997) disebutkan, pasukan yang dibawa Kelly Kwalik awalnya  berjumlah 50 orang.

Selanjutnya  ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.

Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.

Mereka  mulai bergerak ke Daerah Persiapan (DP) di Kenyam.

Kompi itu  dibagi dalam beberapa tim.

Masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.

Tim ini juga dipimpin oleh Kapten Agus Rochim YANG  berjalan menyusuri sungai Kilmik.

Terkendala medan yang tidak tidak bisa lagi ditembus, akhirnya tim bermalam dan membuat bivak di pinggir sungai.

Keesokan harinya tim bergerak kembali ke posisi awal lalu berbelok ke arah kanan di cabang sungai Kilmik untuk  menemukan jejak para sandera di tempat baru.

Tim Pendawa bersenjata standar senapan serbu FNC, Steyr, Minimi tiga unit (tiap satu regu), serta GLM.  untuk melawan GPK-OPM.

Tanggal 14 mereka para prajurit TNI bermalam lagi dan membiat bivak baru.

Pada malam hari briefing dilakukan oleh Komandan Kompi.

Diputuskan mulai tanggal 15 tim akhirnya dibagi dua.

Separuh tim  di bawah pimpinan Agus Rochim, separuh lagi di bawah pimpinan Sertu Pariki tinggal di Basis Operasi Depan (BOD).

Pukul 13.00 siang tim mendapat informasi dari jajaran Kopassus bahwa di lokasi  terdapat banyak jejak.

Kompi Yonif Linud 330 Kostrad sebenarnya bertugas melakukan penyusuran di ring terluar, termasuk yang dilakukan oleh Tim Pendawa I.

Mereka kemudian  menyusuri sungai mengingat lebatnya hutan yang masih perawan teramat sulit untuk ditembus.

Pukul 14.00 tim bergerak kembali ke pos di BOD dan  mulai terdengar samar-samar suara orang dalam jarak tidak terlalu jauh.

Tim Pendawa  merespon dengan melakuan penyisiran di sekitar lokasi yang dicurigai.

Satu setengah jam kemudian tepatnya pukul 15.30 ternyata ada seseorang berteriak, “Army!”

Rupanya, itulah teriakan Adinda Saraswati dari anggota tim peneliti.

Sembilan orang peneliti kemudian  turun dari tebing di pinggir sungai Kilmik.

Sersan Duha  menyambut, dia orang pertama yang menyelamatkan Adinda, untuk kemudian diestafetkan ke prajurit lain untuk dievakuasi ke BOD.

Peristiwa itu terjadi tanggal 15 Mei 1996, tepat pukul 15.30 (atau 3.30 sore hari).

Pada hari itu sekitar pukul 14.00 para sandera terus berjalan.

Setelah berjalan berputar-putar di antara kerapatan dan kelebatan pohon, tim peneliti kemudian mendapat perintah dari kelompok GPK-OPM untuk turun menuju sungai.

Tak berapa lama terdengar deru helikopter. Tim peneliti menduga ABRI sudah mulai mendekat.

Tapi bagi GPK-OPM, kehadiran ABRI membuat kepanikan dan tak jarang mereka menjadi beringas.

Seorang  personel GPK-OPM bermata satu mendadak kalap dan mengayunkan kapak ke punggung Navy Panekanan.

Navy roboh diiringi teriakan histeris Adinda Saraswati kemudian peneliti segera berlari menuruni lereng.

Setelah itu kelompok GPK-OPM yang lain dengan senjata kapak, parang, dan panah menyerang Matheis dengan senjata-senjata tajam itu.

Matheis  berteriak, “toloong.. toloongg,”. Navy dan Matheis akhirnya gugur di tangan keganasan para GPK OPM.

Sisa sandera sembari berteriak histeris melihat pembunuhan itu kemudian berusaha melarikan diri ketika mengetahui TNI menyerbu Kelly Kwalik cs.

Sandera yang tersisa berhasil diamankan oleh Yon 330.

OPM bersikeras merebut kembali sandera dengan menembaki Yon 330.

Pertempuran sengit terjadi antara Yon 330 vs OPM Kelly Kwalik.

Semalaman Yon 330 bertahan dari serbuan OPM.

Pada 16 Mei 1996 tim tambahan dari Kopassus datang membantu Pendawa I.

Anggota Kelly Kwalik diberondong peluru dan menghabisi kelompok separatis itu dalam sekejap.

Saat itu Kelly Kwalik berhasil kabur.

Daerah operasi berhasil dimenangkan  tim Pendawa I beserta Grup-5 Anti Teror Kopassus mengevakuasi para sandera. ((Tribunjambi,com/GridhotID)

BACA ARTIKEL MILITER INDONESIA LAINNYA DI SINI

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved