Bantuan Sosial
CURHAT Warga Tolak Uang Bansosnya Dipotong Rp 200 Ribu, Pak RT: Kalau Gak Ngasih Lu Hidup Sendiri
Kali ini seorang warga berani mencurahkan isi hatinya soal dugaan pungutan liar (pungli) atas dana bansos viral di media sosial.
TRIBUNJAMBI.COM - Pungutan liar dalam bentuk apapun tidak dibenarkan oleh pemerintah.
Apalagi jenis pungutan yang sering dilakukan oleh Ketua RT.
Meskipun dengan alasan untuk donasi dan lainnya, hal tersebut tidak dibenarkan.
Kali ini seorang warga berani mencurahkan isi hatinya soal dugaan pungutan liar (pungli) atas dana bansos viral di media sosial.
Dodi, warga Kelurahan Curug, Cimanggis, Depok mengaku bahwa uang bansos atau bantuan sosial tunai (BST) Rp 600 ribu yang diterimanya terancam dipotong hingga Rp 400 ribu.
Pemotongan tersebut diakui Dodi dilakukan oleh Ketua RT setempat.
Ya, kepada warga, Ketua RT setempat diungkap Dodi, melakukan pemotongan bansos dengan dalih untuk donasi.
Dikutip dari Tribunnews, Dodi mengungkap fakta yang ia alami sendiri.
Awalnya, Dodi hendak mengambil surat undangan untuk menebus BST sebesar Rp 600.000 itu ke ketua RT setempat.
Namun saat ingin mengambil bansos miliknya, Dodi dikejutkan dengan penuturan Ketua RT.
Kepada Dodi, Ketua RT meminta bansos tersebut dipotong Rp 400 ribu.
"Pas saya ambil surat undangannya, beliau ngomong sama saya, mau disumbangin ke yang belum dapat. Katanya, 'Ini lu dapat Rp 600.000 nih, nanti kasih ke gua Rp 400.000 buat bagiin ke yang belum dapat.' Yang lain juga diminta Rp 200.000," kata Dodi melalui video yang diterima Kompas.com pada Rabu (4/8/2021).
Baca juga: Viral Video 22 Detik, Universitas Muhammadiyah Jambi Angkat Bicara Tentang Ini
Mendengar permintaan Ketua RT, Dodi spontan menolaknya.
Sebab menurut Dodi, potongan itu terlalu besar.
Penolakan yang dilayangkan Dodi kemudian ditanggapi sinis Ketua RT.
Ketua RT disebut Dodi langsung mengancam dirinya.
Yakni dengan mengatakan bahwa sang Ketua RT tak akan membantu urusan Dodi sebagai warga.
"Dia bilang enggak mau urusin apa-apa lagi urusan saya. Kemudian beliau ngomong, 'Kalau enggak mau ngasih, ya sudah lu hidup aja sendiri, enggak usah berwarga'," ujar Dodi.
"Bulan depan kalau lu dapat, gua enggak mau ambilin, lu ambil aja sendiri. Masak yang lain ngasih, lu enggak mau ngasih, emang lu mau hidup sendiri?" sambung Dodi menirukan ucapan ketua RT.
Lebih lanjut, Dodi mengaku ini bukan kali pertama ia menerima BST.
Dodi sudah mengalami kejadian serupa sebanyak tiga kali.
Saban pengambilan BST, Dodi selalu diimbau untuk menyisihkan uang itu untuk diberikan ke ketua RT, dengan alasan bermacam-macam.
Baca juga: Sederet Manfaat Madu, Diantaranya Bisa Menghilangkan Noda Hitam pada Kulit Wanita
Klarifikasi Ketua RW
Curhatan Dodi soal uang bansos dipotong rupanya sudah didengar Ketua RW.
Ketua RW wilayah setempat, Nurdin, lantas menyampaikan klarifikasi.
Nurdin mengeklaim, pungutan yang diminta terhadap Dodi itu bersifat donasi atau infak.
Alhasil, pungutan itu sebetulnya tidak wajib dan mengikat bagi para penerima BST seperti Dodi.
Menurut Nurdin, keputusan itu sudah disepakati bersama oleh para ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat sekitar.
"Itu (BST yang turun) tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Kita terima (BST untuk) sekitar 87 orang, sementara kebutuhan kami 185 orang, sehingga banyak yang tidak mendapatkan," kata Nurdin.
"Oleh sebab itu banyak masyarakat tanya ke Pak RT, Pak RW, 'Gimana nih, saya kok enggak dapat? Yang lain dapat. Padahal kami sama-sama kondisinya samalah'," ujar Nurdin.
Nurdin beralasan, 185 warga itu sebetulnya sudah didaftarkan ke pihak kelurahan sebagai calon penerima BST lantaran kondisi keuangan mereka.
Namun, apa daya, yang diverifikasi dan diresmikan sebagai penerima BST hanya 87 orang itu.
"Banyak yang tidak mendapat bantuan sehingga ada rasa, boleh dibilang bukan cemburu sosial, tapi 'kok saya dibedain'. Mereka tidak paham bahwa yang turun, kami cuma terima data Kantor Pos," imbuh Nurdin.
"Sehingga (infak) bisa jadi jalan keluar kami, agar masyarakat enggak datangi rumah kami terus. Walaupun besarnya tidak sama dengan yang menerima, mereka sudah dapat," lanjut Nurdin.
Baca juga: Ikatan Cinta 7 Agustus 2021: Elsa Akhirnya Menikmati Karma
Nurdin menegaskan bahwa infak itu sukarela. Warga dapat mengumpulkannya ke ketua RT masing-masing yang kemudian akan mendistribusikannya ke warga lain.
Ia beranggapan, apa yang dialami Dodi merupakan imbas kesalahpahaman alias miskomunikasi.
"Kalau dia dekat tetangganya bisa langsung ke tetangganya. Ada juga yang enggak ngasih ya enggak jadi masalah. Kalau ngasih ya kami terima, tidak ya tidak jadi masalah karena sifatnya infak," akui Nurdin.
"Kami mengedukasi masyarakat bagaimana mereka bisa merasakan, yang tidak dapat bisa dapat juga, walaupun tidak sebesar yang dia dapatkan," kata Nurdin.
Lurah Bertindak
Menanggapi kasus dugaan bansos dipotong, Lurah Curug Bambang Eko pun bertindak.
Dikutip dari Kompas.com, Bambang Eko menegaskan bahwa pemotongan BST dengan modus dan alasan apa pun tak dapat dibenarkan.
"Itu mah tidak dibenarkan, walaupun bagaimana. Tidak bisa dibernarkan dengan dalih apa pun," kata Bambang dikutip dari Kompas.com, Jumat (6/8/2021).
"Karena yang berhak kan satu orang. Yang nerima masa dua orang?" lanjutnya.
Soal tindak lanjut yang akan ia lakukan selaku lurah, Bambang mengaku akan memeriksa kabar itu dan melakukan cek silang langsung ke para pengurus lingkungan yang terlibat.
Ia sendiri menyebut bahwa selama ini dirinya tidak diberi tahu soal data dan jadwal pencairan BST oleh Kantor Pos kepada warga.
"Tapi sementara ini tidak benarlah jika namanya seorang ketua RT mengancam (warganya). Karena dia juga sendiri dipercaya oleh warganya menjadi ketua RT," ungkap Bambang.
Baca juga: Sejumlah Catatan Menarik Jelang MotoGP Styria 2021, Diantaranya Wilayah Kekuasaan Ducati
Penjelasan Menteri Risma
Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan, pendamping sosial telah menerima gaji, sehingga tidak dibenarkan dengan alasan apa pun mereka memotong dana bantuan sosial (bansos).
“Para pendamping ini sudah menerima gaji, dan artinya bahwa tidak ada alasan bagi mereka untuk memotong apa pun, karena mereka menerima gaji,” ujar Risma, dikutip dari Antara, Selasa (3/8/2021).
Di samping itu, untuk mengantisipasi adanya pemotongan bansos, Kementerian Sosial telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menangani kasus tersebut bersama. (*)
SUMBER : Tribunnews/ Kompas