Kopassus

Ujian di Cilacap Disebut Jadi 'Neraka' Dalam Penerimaan Prajurit Kopassus Untuk Terima Baret Merah

Wajar saja, kehebatan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sudah diakui dunia, sehingga bisa jadi prestasi yang membanggakan bila bisa bergabung dengan

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Pasukan Kopassus saat latihan 

TRIBUNJAMBI.COM - Menjadi bagian dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) mungkin menjadi mimpi banyak orang.

Wajar saja, kehebatan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sudah diakui dunia, sehingga bisa jadi prestasi yang membanggakan bila bisa bergabung dengan satuan elite ini.

Namun tidak pula mudah mendapatkan baret merah dan bergabung dengan Kopassus.

Pertanyaan yang kerap terlontar, apa syarat menjadi anggota pasukan elite TNI AD ini?

Komando Pasukan Khusus ( Kopassus) merupakan bagian dari Komando Utama tempur yang dimiliki TNI Angkatan Darat.

20 Prajurit Kopassus dikirim KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa ke Korsel
20 Prajurit Kopassus dikirim KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa ke Korsel (Capture/Youtube/TNI AD)

Anggota Kopassus dianggap memiliki kemampuan khusus.

Seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian dan antiteror.

Apa syarat menjadi Kopassus?

Menjadi anggota Kopassus merupakan kebanggaan bagi setiap pasukan TNI AD. Pasalnya, untuk menjadi prajurit Kopassusbukan hal mudah.

Pasukan baret merah ini digadang-gadang sebagai satu pasukan yang terbaik di dunia.

Setidaknya, calon anggota Kopassus harus bisa lari 2,4 kilometer dengan waktu 12 menit, 40 kali push up dalam semenit, tidak takut ketinggian dan lainnya.

Baca juga: Perang Sengit di Misi Saparua 1999, Kopassus, Denjaka serta Paskhas Berjuang dari Hujan Peluru Musuh

Baca juga: Tahun 1958 Kopassus Jalani Misi Menyakitkan Untuk Binasakan Teman Sendiri yang Berkhianat ke Negara

Baca juga: Kopassus Miliki Satuan Misterius yang Diberi Nama Sat-81 Gultor, Kerap Beraksi Dalam Unit Kecil

Bagaimana proses perekrutannya?

Pasukan elite TNI AD Komando pasukan Khusus atau Kopassus, memang sudah terkenal kehebatannya.

Sebelum seorang prajurit mendapatkan baret merah dan brevet komando kebanggaan korps tersebut, prajurit harus melewati pelatihan khusus yang nyaris melewati kemampuan batas manusia.

Tahap pertama, Tahap Basis.

Yaitu pemusatan pelatihan di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung.

Di sini, calon prajurit komando dilatih keterampilan dasar. Seperti menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, navigasi darat dan berbagai keterampilan lain.

Tahap kedua, Tahap Hutan Gunung.

Diadakan di Citatah, Bandung.

Di sini, para calon prajurit komando berlatih untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan, anti penjejakan, survival di tengah hutan.

Dalam Pelatihan Survival, calon Prajurit komando harus bisa hidup di hutan dengan makanan alami yang tersedia di hutan.

Dengan latihan ini Prajurit Komando harus bisa membedakan tumbuhan yang beracun dan dapat dimakan, dan juga mampu berburu binatang liar untuk mempertahankan hidup.

Atraksi Debus Kopassus
Atraksi Debus Kopassus (Capture/YouTube)

Tahap latihan hutan gunung diakhiri dengan long march dari Situ Lembang ke Cilacap dengan membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.

Dalam buku yang berjudul Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan, yang diterbitkan QailQita Publishing, 2014, mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo membeberkan pengalamannya saat mengikuti latihan Kopassus.

"Neraka" di Cilacap

Tahap Ketiga, Tahap Rawa Laut.

Latihan terberat sudah menanti saat sampai di Cilacap. Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut.

Calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di sini, materi Latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para calon prajurit komando harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” kata Pramono.

Dalam latihan itu para calon prajurit komando dilepas pagi hari tanpa bekal, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Danjen Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa, S.E., M.Tr. (Han), menutup secara resmi pendidikan komando angkatan 103. Penutupan ditandai dengan pemberian ijazah kelulusan kepada perwakilan peserta didik yang berhasil meraih sangkur perak dalam sebuah upacara di Pantai Permisan Kab. Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (14/8).
Danjen Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa, S.E., M.Tr. (Han), menutup secara resmi pendidikan komando angkatan 103. Penutupan ditandai dengan pemberian ijazah kelulusan kepada perwakilan peserta didik yang berhasil meraih sangkur perak dalam sebuah upacara di Pantai Permisan Kab. Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (14/8). (http://kopassus.mil.id)

Selama “pelolosan” si calon harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Dalam pelolosan itu, kalau siswa sampai tertangkap maka itu berarti neraka baginya karena dia akan diinterogasi layaknya dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, si prajurit harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.

Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Selama tiga hari siswa menjalani latihan di kamp tawanan. dalam kamp tawanan ini semua siswa akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.

Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.

Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.

Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.

“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini.

Baca juga: Bacaan Sholawat Nariyah, 5 Manfaatnya Menurut Ustaz Abdul Somad

Baca juga: LAGI! Susi Pudjiastuti Sindir Keras Luhut Binsar Soal Covid-19, Padahal Dulu Dikenal Sangat Akrab

Baca kisah-kisah Kopassus dan pasukan elite TNI di Tribunjambi.com.

(Tribunjambi.com)

Berita lainnya seputar Kopassus

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved