Dukun Sakti Jambi Bikin Presiden Soekarno Kaget, Kisah Marga Serampas yang Mengagumkan
"Bapak mau apa? Mobil atau apa? Katakan saja," kata Depati Karti Mudo Menggalo ini menirukan omongan Soekarno yang dikira-kiranya.
Memang, kisah Presiden Soekarno dan dukun sakti dari Jambi tak banyak yang mengetahui.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1960an.
Marga Serampas merupakan satu di antara kelompok masyarakat yang ada di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
+ Disebut-sebut Soekarno pernah melakukan kontak.
Namun, tak banyak orang mengetahui kabar samar-samar tentang hubungan keduanya.
Hubungan Soekarno dengan Marga Serampas Jambi ini tersiar dalam berbagai macam versi.
Ada yang bilang Soekarno 'belajar' di Marga Serampas.
Ada juga juga yang menyebut karena karena Soekarno berobat saat sakit.
+ Beberapa waktu lalu, Depati Mudo Karti Menggalo di Renah Alai Merangin, M Yusuf, menuturkan hubungan Soekarno dengan dukun Marga Serampas.
"Bukan Soekarno yang ke sini, tapi dukun besar di sini yang pergi ke Jakarta," ungkap Depati kepada Tribunjambi.com saat bertandang ke Rantau Kemas, Jangkat, Kabupaten Merangin, Jumat (10/10/2015).
Udara dingin yang mencucuk tulang, tak menghalangi rasa penasaran untuk tetap mendengarkan cerita.
Sayang, kapan perkara tepatnya tahun peristiwa dukun Marga Serampas bertemu Soekarno itu terjadi, tak didapat.
Depati kurang ingat tahun berapa tepatnya.
Namun yang jelas, peristiwa ini terjadi pada awal kemerdekaan.
Waktu itu, Presiden 1 RI sedang sakit dan tidak diketahui jenisnya.
Konon, banyak dukun dari berbagai daerah datang.
"Lalu ada yang bilang ke Soekarno bahwa ada dukun sakti di wilayah Marga Serampas. Jadi ia dipanggil disuruh menghadap ke Istana Negara waktu itu," tuturnya.
+ Nama dukun tersebut adalah Badulambun.
"Sekitar tahun 60-an orangnyo dipanggil ke Istana, rumahnyo di Tanjung Kasri," ungkapnya.
Yusuf melanjutkan bahwa dukun tersebut juga tak tahu apa penyakitnya.
Namun, ia tetap membuat ramuan obat yang sekiranya ampuh untuk Sang Presiden.
Setelah diberikan ramuan oleh Abdul Lambun atau Badulambun, tak lama ternyata tokoh proklamator ini sembuh.
"Bapak mau apa? Mobil atau apa? Katakan saja," kata Depati Karti Mudo Menggalo ini menirukan omongan Soekarno yang dikira-kiranya.
Yusuf sembari menyelipkan candaan bahwa minta mobil tentu tidak bisa, karena jalan di wilayahnya tidak bagus dan dak bisa dilewati mobil.
+ Akhirnya dukun Marga Serampas yang sakti tersebut mengatakan satu permintaan.
Badulambun meminta barang yang waktu itu bisa jadi dianggap mewah dan memberikan informasi terus menerus: radio.
Ya, dukun tersebut meminta sebuah radio pada Presiden Soekarno sebagai imbalannya, tentu juga dengan biaya pulang.
Yusuf mengaku sempat bertemu Badulambun pada dekade 1980an.
"Ketemu waktu itu pun sudah sangat tua," katanya sembari menambahkan bahwa sekitar 1980an itu Badulambun meninggal.
Menurut keterangan M Yusuf, Abdul Lambun memang terkenal sakti.
"Dari ilmu putih sampai ilmu hitam dikuasainya, juga ilmu pengobatan. Jadi semua ilmu dikerahkannya waktu itu," tuturnya.
Cerita tersebut menyebar hingga sekarang dengan berbagai versi.
"Tentu kalau dulu memang banyak cerita dari Marga Serampas tentang ilmu hitamnya, tapi kalau sekarang nggak ada lagi. Sudah mulai jarang semenjak masuk agama," ungkap M Yusuf yang ternyata juga kerja di embaga pemerintahan.
Sembari tersenyum kecil ia menambahkan bahwa beberapa tahun kebelakang orang-orang Serampas yang tak bisa bahasa Indonesia ini sudah cukup modern.
Masyarakat Marga Serampas tidak menolak kemajuan.
Itu bisa dilihat jika main ke sana, kita akan menemukan parabola dan televisi hampir di setiap rumah.
"Tidak terlalu ketinggalan dan juga tidak terlalu maju," tambah Depati yang membawahi tiga desa ini sembari tertawa.
Pada waktu yang berbeda Tribunjambi.com menghubungi Alutral, anak lelaki Badulambun yang urutan keempat dan sudah berumur 59 tahun.
"Dulu itu awal tahun 1962, dio ke Jakarta. Melalui Danrem Jambi waktu itu ia dijemput oleh anak buah Kolonel Abunjani. Satu letnan dan dua sersan. Di bawa ke Jambi dan langsung berangkat ke Jakarta," kata dia.
Alutral membenarkan perihal ayahnya yang waktu itu berangkat ke Jambi dan langsung ke Jakarta untuk mengobati Bung Karno waktu itu.
"Kalau kata orang dusun tu namonyo menghilang empat sampai enam bulan. Dibawa ke istana Bogor, istana Bali, keliling-keliling," tuturnya mengisahkan.
Pada waktu itu kondisi Soekarno, tutur Alutral menceritakan sang ayah, mengalami sakit Batu Rajo atau yang biasa dikenal dengan batu ginjal.
Bung Karno, diketahui Alutral dari cerita ayahnya, tidak mau dioperasi.
Karena itulah Badulambun yang kemudian dikirim ke Jakarta.
Hadiah yang berbeda
Versi berbeda dari yang diceritakan M Yusuf dan Alutral, ada pada hadiah untuk Badulambun.
Alutral menambahkan waktu itu presiden pertama itu menawarkan hadiah mobil, boleh pilih mobil mana pun yang dia mau.
Badulambun hanya menginginkan oleh pemerintah dibukanya jalan.
"Cuma itu maunyo, minta buka jalan dari Bangko sampai ke Tanjung Kasri," ungkapnya.
Badulambun juga ditawari untuk ditarik menjadi tentara nasional waktu itu.
Karena sebelumnya, ia pejuang dari Syarikat Abang, namun tetap saja ia menolak.
Badulambun dikenal anaknya sebagai pria yang tidak banyak ngomong tapi banyak berbuat.
"Orangnyo lembut, penyabar, sederhana dan tipe pekerja. Kalau dibandingkan dengan sayo sekarang, bapak lebih penyabar tidak mudah tersulut amarahnya," ungkap mantan pegawai PU ini.
Alutral manambahkan bahwa karakter bapaknya itu tenang.
Ia membandingkan dengan dirinya yang masih mudah marah jikalau dalam keadaan terjepit.
"Kalau untuk hal-hal kecil, ia tidak masalah. Tapi kalau ada penyerangan dari luar waktu itu, dia baru turun. Orangnya juga lebih berjiwa besar dan lapang dada," kenang pria yang baru pensiun 2011 ini.
(Tribunjambi.com/bai)
Baca juga: Cerita Hantu Mbak Yayuk di UGM dan Rumor Mahasiswi Kecewa
Baca juga: Misteri Kampus ITB Jalan Ganesha Bandung Penuh Rumus Rahasia Tak Diketahui Mahasiswa
Baca juga: Daftar 34 film Warkop DKI Sejak 1979-1994, GeEr hingga Pencet Sana Pencet Sini
Baca juga: Daftar 34 film Warkop DKI Sejak 1979-1994, GeEr hingga Pencet Sana Pencet Sini