Gubernur BEM FKIP Unja suarakan Keresahan Mahasiswa Terkait Kebijakan MBKM
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak yang begitu signifikan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk juga dalam bidang pendidikan.
Penulis: Ade Setyawati | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Arip Nurrahman selaku Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi (BEM FKIP UNJA), suarakan keresahan mahasiswa terkait kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak yang begitu signifikan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk juga dalam bidang pendidikan.
Dimana angka kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia juga terus meningkat, hal ini membuat pemerintah harus menyusun siasat agar segala aspek kehidupan masyarakat dapat terus berlangsung.
Arip Nurrahman selaku Gubernur BEM FKIP UNJA menyampaikan pandangan terkait kebijakan pemerintah di bidang pendidikan khususnya di masa pandemi Covid-19, yang menjadi keresahanan dan kebimbangan mahasiswa.
Pada awal tahun 2020 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (MBKM).
Baca juga: UPDATE Terbaru Pelantikan Gubernur Jambi, Mendagri Telah Kirim Surat ke Presiden
Baca juga: Walikota Bengkulu Tertarik dengan Ikan Air Tawar Bungo
Kebijakan ini membuat semakin banyaknya kegiatan-kegiagan mahasiswa di luar prodi yang mendapat pengakuan Satuan Kredit Semester (SKS). Sedangkan pada tahun 2018 lalu, program-program unggulan Kemendikbud yang berpotensi mendapatkan pengakuan SKS hanya PKM, PHP2D dan PMW.
"Simpelnya kebijakan ini memungkinkan adanya pengakuan SKS di dalam Mata Kuliah (MK) program studi melalui kegiatan-kegiatan mahasiswa di luar Prodi yang tentu saja semakin variatif dibandingkan tahun 2018, di tahun 2021 ini mahasiswa dibuat bimbang dengan banyaknya kegiatan yang bertajuk MBKM," jelas Arip.
Di tahun 2021 ini program-program MBKM menjadi lebih variatif lagi, dimulai dari rilis kegiatan PKM, PHP2D, PMW dan KBMI di awal tahun, kemudian dibarengi dengan pembukaan pertukaran mahasiswa PERMATA SAKTI dan PERMATA SARI.
Tidak cukup itu saja Kemendikbud kembali merilis program LIDM dan KBKM di pertengahan tahun 2021, selain itu Kemendikbud juga merilis kegiatan Kampus Mengajar (KM) angkatan 1 di bulan Februari dan disusul KM angkatan 2 di bulan Juni dengan masa mengabdi di sekolah lebih lama yaitu hingga 4,5 bulan.
Belum cukup sampai disitu di akhir semester genap 2020/2021 ini, Kemendikbud juga gencar mensosialisasikan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang memungkinkan mahasiswa dapat mengambil MK di luar kampus. Kemendikbud juga siap dalam mengakomodir biaya transpostasi dan akomodasi untuk program-program ini.
"Dari sini bisa kita lihat banyaknya program MBKM yang diluncurkan pemerintah melalui Kemendikbud, hal ini tentu menimbulkan permasalahan bagi mahasiswa. Permasalahan yang timbul itu ada beberapa poin," ucapnya.
Permasalahan yang timbul adalah :
Belum adanya kepastian dalam proses perkuliahan di semester Ganjil 2021/2022
Hal ini membuat para mahasiswa calon peserta program Kampus Mengajar (KM) angkatan 2 harus menimbang kembali apakah tetap mengikuti program selama 4,5 bulan di sekolah atau fokus dalam melaksanakan perkuliahan. Dikhawatirkan nantinya, jika kebijakan kuliah daring berubah secara fluktuatif mengakibatkan mahasiswa harus memilih salah satu diantara kuliah atau program KM
Pemilihan lokasi sekolah dalam KM angkatan 2 tidak lagi dipilih oleh mahasiswa, melainkan ditempatkan oleh panitia KM, hal ini dikhawatirkan mahasiswa peserta KM ditempatkan jauh dari tempat tinggal atau domisilinya, sehingga membuat jalannya program KM kurang efektif.
Terkait penempatan mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di luar kampus
Hal ini dinilai kontradiktif dengan kebijakan pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19.
"Kita semua tahu bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah sempat diizinkan tatap muka sesuai dengan zona warna Covid-19 di daerah masing-masing, namun di semester depan pembelajaran di sekolah yang diizinkan hanya 2 hari dalam 1 pekan dan masing-masing hanya 2 jam saja," tambahnya.
"Sedangkan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi dilakukan full secara daring terhitung mulai pertengahan semester genap tahun 2019/2020. Dengan adanya penempatan mahasiswa peserta PMM di kampus mitra secara luring sebagaimana tertuang dalam Panduan Operasional Baku (POB), maka dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak di kalangan mahasiswa lainnya yang masih ‘dipaksa’ melakukan pembelajaran secara daring," lanjutnya.
Masih belum meratanya sosialisasi yang berdampak pada pemahaman Prodi terkait konversi SKS
Konversi SKS pada prinsipnya merupakan kebijakan yang dijalankan prodi, namun masih ada sebagian prodi yang beranggapan program-program MBKM tidak relevan dengan MK yang ada di Prodinya masing-masing sehingga menyulitkan bagi mahasiswa untuk mendapatkan konversi SKS.
Dengan adanya program-program yang begitu padat dan bertubi-tubi, membuat mahasiswa disibukkan dengan kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga lupa untuk menempa diri melalui organisasi.
"Selain adanya pembatasan kegiatan tatap muka, kesibukan para mahasiswa mengikuti program-program ini juga menjadi alasan lain, program MBKM ini memang baik untuk mahasiswa tapi jangan lupa untuk menyeimbangkan ‘Merdeka Belajar’ dengan ‘Merdeka Organisasi’ agar ketiga fondasi kompetensi utuh mahasiswa itu dapat tercapai yaitu belajar, berkolaborasi dan berkarya," tambahnya.
"Merdeka organisasi juga penting, tempat menempa diri, membangun karakter, kemampuan bersosialisasi, kemampuan mencari solusi dalam permasalahan, penyelesaian, belajar kepemimpinan dan itu sangat dibutuhkan di kehidupan setelah kuliah, dan kita sebagai mahasiswa akan lebih berguna dan siap bersaing di masa depan," tutupnya.
Baca juga: Tim Putra Polo Air Jambi Optimistis Sumbang Medali Meski Latihan Malam Terkendala Lampu
Baca juga: VIDEO Detik-detik Base Camp Narkoba di Danau Kedap Digerebek Polda Jambi
Baca juga: Mobil Bekas di Bawah Rp 100 Juta - Mazda, Daihatsu Terios, Sirion Tahun Muda