Renungan Kristen

Renungan Harian Kristen - Tentang Mencukupkan Diri

Bacaan ayat: Ibrani 13:5 (TB) Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku

Editor: Suci Rahayu PK
Freepik.com
Ilustrasi 

Tentang Mencukupkan Diri

Bacaan ayat: Ibrani 13:5 (TB) Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."

Oleh Pdt Feri Nugroho

Pdt Feri Nugroho
Pdt Feri Nugroho (Instagram @ferinugroho77)

Apabila dicatat dalam buku harian tentang hal yang manusia lakukan sejak bangun di pagi hari, khususnya bagi para orang dewasa, maka ditemukan sebuah benang merah bahwa kesibukan utamanya bekerja untuk mendapatkan upah demi mencukupi kebutuhan hidup.

Kebutuhan dikembangkan pada keinginan. Memiliki barang dalam standar terbaru, atau meremajakan kepemilikan barang tertentu yang sedang menjadi tren, atau berkeinginan mempunyai barang yang dimiliki oleh orang lain, atau membeli barang yang belum dimiliki, dan lain-lain; menjadi tren yang terus bersambung.

Tidak jarang kepemilikan dihubungkan dengan status sosial, keberhargaan diri, aktualisasi diri dan ingin mengatakan kepada orang lain tentang kesuksesan dan keberhasilan.

Waktu habis untuk kerja. Segala hal diukur berdasarkan harga.

Segala sesuatu ada hitungannya. Sadarkah, bahwa kehidupan mulai diperbudak oleh harta milik?

Sadarkah, bahwa kondisi demikian membuat seseorang mulai kehilangan makna hidup yang sesungguhnya?

Memang hal alamiah ketika seseorang ingin memperoleh harta benda.

Bekerja memang menjadi mandat Ilahi sejak manusia ditempatkan di taman Eden untuk mengelola dan menguasai bumi.

Baca juga: Renungan Harian Kristen - Kasih Itu Tidak Berbuat Jahat Kepada Sesama

Namun perlu diingat kembali, bahwa segala hal yang dimandatkan oleh Allah, fokusnya untuk kemuliaan Allah dan bukan untuk pemuliaan diri manusia.

Ketidaktaatan telah menggeser orientasi berfikir manusia dari memuliakan Allah kepada pemuliaan diri sendiri.

Ketika manusia tidak taat, bekerja terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup agar kehidupan tetap berlangsung.

Sejarahpun menginformasikan hal yang sama bahwa pemenuhan kebutuhan menjadi fokus.

Tinggal dalam goa, pemukiman berkelompok di pinggir sungai, dan mengorganisir kelompok untuk berbagi tugas, menjadi bukti kuat bahwa keperlukan untuk pemenuhan kebutuhan menjadi fokus keberlangsungan hidup.

Namun seiring berkembangnya budaya, perubahan drastis terjadi.

Bekerja, harta milik, uang, dll, menjadi simbol harga diri di hadapan yang lain. Akibatnya, godaan pemujaan kepada kepemilikan menjadi semakin kuat.

Penulis surat Ibrani memberikan peringatan penting yang berlaku hingga saat ini, yaitu jangan menjadi hamba uang.

Baca juga: Renungan Harian Kristen - Menjadi Milik Kristus

Nasihat ini dengan jelas memposisikan uang bukan hal yang paling utama dalam kehidupan. Uang itu ada untuk melayani kebutuhan manusia.

Uang itu diciptakan sebagai alat transaksi agar lebih mudah. Uang pada posisi lebih rendah derajatnya dari manusia, dibawah otoritas manusia.

Sangat memperihatinkan jika uang seakan mulai menjadi raja dalam kehidupan.

Segala hal diukur dengan uang. Perhitungan untung rugi didasarkan pada angka yang tertera pada uang.

Tidak bisa dihindari, uang sudah menjadi budaya yang seakan melekat dalam diri manusia. Seakan tanpa uang tidak lagi ada kehidupan.

Tidak bermaksud untuk membuat hidup di hutan tanpa uang, Penulis surat Ibrani hendak menyadarkan kita kembali, realitanya uang menjadi kebutuhan namun jangan diperbudak oleh uang.

Kata hamba merujuk pada kondisi dikuasai, dikekang dan dibelenggu sehingga seakan tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali ada uang.

Lalu, bagaimana caranya?

Cara terbaik adalah mencukupkan diri dengan apa yang dimiliki.

Berkata cukup, itu pilihan agar dapat mengendalikan diri dari keinginan yang tidak perlu.

Wawasan luas diperlukan agar tidak mudah untuk membeli barang hanya untuk dipajang atau disimpan. Jika kita jujur, bukankah barang yang kita beli, hampir 80 % nya hanya tersimpan rapi, tidak tersentuh?

Atau terpajang, hanya untuk kepuasan mata memandang? Itupun jika tidak bosan.

Jika bosan, godaan untuk menggantikan dengan yang lain sangat besar, apalagi jika ada "uang nganggur"?

Mengendalikan diri dari keinginan yang tidak perlu, menjadi langkah awal untuk mencukupkan diri. Diri kita sudah diciptakan sangat mulia oleh Tuhan.

Memahami diri sebagai ciptaan yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, cukup membuat seseorang tampil percaya diri dalam segala situasi.

Harga diri kita tidak pernah melekat pada pakaian yang disandang atau rumah megah yang dimiliki, namun pada kehidupan yang memancarkan kemuliaan Tuhan.

Semua itu didasarkan pada keyakinan bahwa Allah pasti mencukupi yang kita butuhkan.

Dipastikan, Allah tidak pernah meninggalkan kita dalam keterpurukan.

Jika burung di udara Dia pelihara dan Bunga Bakung diberi keindahan, bukankah itu cukup meyakinkan kita bahwa Ia juga pasti memelihara kehidupan kita??

Saatnya untuk mengevaluasi diri. Hening sejenak dari segala kesibukan.

Baca juga: Renungan Harian Kristen - Seperti Bapa dengan Anak-Nya

Menarik nafas dalam ketenangan dan kesadaran penuh, dan bertanya: Apakah saya sudah mulai diperbudak dengan apa yang saya lakukan?

Bagaimana fokus iman dalam kehidupan kita, apakah mulai teralihkan pada pemuliaan diri?

Kejujuran sangat diperlukan, agar kita kembali pada maksud awal Allah ketika menciptakan kehidupan.

Mencukupkan diri itu pilihan. Dan setiap orang bisa melakukannya, termasuk anda..!! Amin.

Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved